BUKAN JABAL AR-RAHMAH, YANG BENAR ADALAH JABAL AROFAH?
BUKAN JABAL AR-RAHMAH, YANG BENAR ADALAH JABAL AROFAH ?
( benarkah ini tempat pertemuan Nabi Adam dan hawwa?)
Part 2.
* Dan bid'ah di Jabal Ar-rahmah.
Bagi umat Islam di Indonesia, saat menunaikan ibadah haji atau umroh.... biasanya biro travel akan mengajak mengunjungi Jabal Arofah, yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan Jabal Ar-rahmah.
Bahkan mungkin banyak orang Indonesia yang tidak tau, bahwa nama asli dari Jabal Ar-rahmah adalah Jabal Arofah.
Cerita yang tersebar di tengah para jama’ah haji bahwasanya di jabal Ar-Rahmah itulah tempat pertemuan Nabi Adam ‘alaihis salaam dengan Hawwa, tatkala mereka berdua diturunkan ke bumi di tempat yang terpisah, lalu mereka berdua saling mencari dan akhirnya bertemu di jabal Ar-Rahmah. Akhirnya kerinduan dan kecintaan antara dua kekasih akhirnya tumbuh kembali setelah pertemuan di jabal Ar-Rahmah.
Banyak jama’ah haji dari berbagai negara, termasuk Indonesia, berebutan untuk menaiki jabal Ar-Rahmah yang letaknya di padang Arofah.
Berbagai kegiatan dilakukan oleh para jama’ah haji di jabal Ar-Rahmah karena ingin mencari keberkahan. Ada yang sholat di situ, ada yang hanya sekedar berdoa di situ, ada yang meninggalkan fotonya di situ, ada yang menulis-nulis di situ, ada yang mengambil batu krikil untuk dijadikan jimat,
banyak orang melakukan ritual seperti shalat dan doa, bahkan ratapan dan tangisan sambil mengusap-usap tugu putih di puncak Jabal Rahmah.
Mereka melakukan hal itu karena beranggapam bahwa Jabal Arofah (jabal Ar-Rahmah) memiliki keistimewaan karena di situlah Nabi Adam dan Hawwa bertemu di bumi ini.
Di bebatuan di perbukitan itu pun akan mudah ditemui aneka foto, dan coretan bertuliskan keinginan mendapat jodoh yang cantik, tampan, salih dan salihah bagi yang belum berkeluarga. Bahkan ada juga yang menulisnya di karton, kemudian dimasukkan ke sela-sela batu 😳🙄
Hal-hal di atas menggambarkan kondisi sebagian jamaah haji khususnya dari Indonesia. Para jamaah itu seakan menganggap itu merupakan bagian dari ritual yang dianjurkan tatkala berada di Jabal Arofah ( jabal Rahmah), dan melupakan asal muasalnya.
bahkan ada jama’ah haji yang sholat menghadap jabal Ar-Rahmah dan tidak menghadap kiblat. Tatkala diingatkan dan terjadi dialog maka sang haji tetap bersikeras untuk sholat menghadap jabal Ar-Rahmah dan tidak menghadap kiblat.
Padahal Jabal ‘Arafah tidaklah memiliki keutamaan khusus. Hanya saja, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wukuf di balik Jabal ‘Arafah (yaitu di bawah Jabal ‘Arafah) di atas untanya dengan menghadap ke arah kiblat, sedangkan Jabal ‘Arafah di depan beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَقَفْتُ هَهُنَا وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ
“Aku wukuf di sini, dan ‘Arafah seluruhnya adalah tempat untuk wukuf.”
(HR. Ibnu Khuzaimah no. 2815 dan Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa no. 465, shahih)
Oleh karena itu, bersengaja menghadap ke Jabal ‘Arafah (dengan membelakangi kiblat) untuk berdoa ketika wukuf di ‘Arafah dan hari-hari lainnya tidak memiliki keutamaan apa pun, alias tidak dianjurkan.
Nabi menghadap Jabal ‘Arafah hanya karena kebetulan Jabal ‘Arafah itu di depan beliau ketika beliau menghadap kiblat, bukan karena ada keutamaan khusus. Bahkan jika seseorang merutinkan menghadap ke Jabal ‘Arafah ketika berdoa dan memiliki keyakinan bahwa hal itu memiliki keutamaan dan keistimewaan khusus, maka hal ini termasuk dalam perbuatan bid’ah.
Selain itu ada sebagian jama’ah meyakini dengan ke jabal Ar-Rahmah ( yang sebetulnya nama aslinya Jabal Arofah) maka rumah tangga nya akan semakin langgeng. Yang belum jomblo, akan segera dapat jodoh.
seseorang yang sengaja naik ke puncak Jabal ‘Arafah untuk beribadah di sana, karena keyakinan memiliki keutamaan khusus. Sehingga manusia pun rela untuk berdesak-desakan untuk naik ke puncak Jabal ‘Arafah. Ini adalah bid’ah, yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah naik ke puncak Jabal ‘Arafah untuk tujuan ibadah di sana. Yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah wukuf di bawah Jabal ‘Arafah.
Syaikh Bakr bin ‘Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata, “Terdapat ijma’ bahwa gunung ini tidaklah memiliki keutamaan khusus, tidak pula terdapat ibadah khusus yang dikaitkan dengan gunung ini.” (Jabal Ilal bi ‘Arafah, hal. 76)
Beliau rahimahullah juga berkata, “Terdapat berbagai macam bid’ah dan perkara baru yang diada-adakan di gunung tersebut setelah generasi utama (yaitu setelah generasi para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, pen.) sampai ke generasi belakangan.” (Jabal Ilal bi ‘Arafah, hal. 76)
Selain itu, adalah sebuah kekeliruan menamakan Jabal ‘Arafah dengan sebutan “Jabal Rahmah” (gunung cinta atau gunung kasih sayang). Penamaan ini hanyalah berdasarkan cerita israiliyat yang menyebutkan bahwa Nabi Adam dan Hawa bertemu di gunung tersebut. Kisah ini tentu saja tidak valid.
tidak ada riwayat yang shahih yang bisa dijadikan patokan
Menamakan gunung ini dengan “Jabal Rahmah” itu tidak bisa dibenarkan dengan dua alasan:
Pertama, nama ini tidaklah dikenal oleh para ulama. Nama yang dikenal oleh para ulama adalah “Jabal Ilal” dan “Jabal ‘Arafah”. Selain dua nama itu, adalah nama yang diada-adakan.
Kedua, penamaan tersebut bisa menimbulkan keyakinan yang menyimpang terhadap gunung tersebut.
Yaitu, orang-orang awam meyakini “keberkahan” gunung tersebut yang disebut-sebut bisa melanggengkan cinta atau rumah tangga. Akibatnya, muncullah berbagai kemunkaran di sana, misalnya dengan membuang foto pasangan di gunung tersebut atau menulis nama diri dan pasangan di tugu di puncak Jabal ‘Arafah atau bebatuan di sana, dengan keyakinan bisa melanggengkan rumah tangga mereka. Demikian pula, dengan memeluk dan mengusap-usap tugu, dengan meyakini berkahnya. Semua ini adalah keyakinan-keyakinan yang munkar yang wajib dijauhi dan ditinggalkan oleh kaum muslimin. (Lihat kitab Jabal Ilal bi ‘Arafah, karya Syaikh Bakr bin ‘Abdullah Abu Zaid rahimahullah)
Bahkan seandainya riwayat cerita israiliyat ini dianggap shahih maka tidak disebutkan bahwa pertemuan antara Nabi Adam ‘alaihi salam dan istrinya Hawa di sebuah gunung. Akan tetapi hanya disebutkan pertemuan mereka di padang Arofah secara mutlak, dan tidak dikhususkan sebuah gunung. Lagi pula secara logika buat apa pertemuan mereka di tempat yang tinggi, tentunya lebih baik mereka bertemu di tempat yang landai.
Kalaupun ternyata cinta tumbuh kembali antara Nabi Adam dan Hawwa maka tempat tersebut hanyalah kebetulan tempat pertemuan mereka, dan tidak bisa dijadikan sebagai tempat berkah, lantas dijadikan tempat sholat, atau dikabulkannya doa, atau agar melanggengkan cinta kasih, supaya lekas dapat jodoh dll.
Intinya, cerita tersebut misalnya benar, akan tetapi telah kita ketahui bahwasanya tidak ada riwayat yang shahih yang menunjukkan akan kebenaran cerita itu.
Karenanya seluruh mufassir membawakan pendapat ini dengan menggunakan bentuk وَقِيْلَ “dan dikatakan…” sebagai isyarat bahwasanya tidak ada landasan yang bisa dijadikan dalil atas kisah cinta tersebut.
Para ulama telah mengingkari perbuatan banyak jama’ah haji yang semangat untuk naik ke jabal Ar-Rahmat untuk mencari keberkahan.
Asy-Syingqithi rahimahullah dalam tafsirnya berkata :
اعلم أن الصعود على جبل الرحمة الذى يفعله كثير من العوام لا أصل له ، ولا فضيلة فيه لأنه لم يرد فى خصوصه شىء بل هو كسائر أرض عرفة ، عرفة كلها موقف ، وكل أرضها سواء إلا موقف رسول الله صلى الله عليه وسلم فالوقوف فيه أفضل من غيره
“Ketahuilah bahwasanya naik di atas jabal Ar-Rhamah yang dilakukan oleh banyak orang awam adalah perbuatan yang tidak ada asalnya (tidak ada dalilnya), dan tidak ada keutamaannya. Karena tidak ada sama sekali dalil yang menunjukkan keutamaan jabal Ar-Rahmah. Maka jabal Ar-Rahmah sama saja sebagaimana lokasi-lokasi yang lain di padang Arofah. Dan seluruh padang Arofah adalah lokasi untuk wuquf. Seluruh tempat yang ada di Arofah sama hukumnya, kecuali lokasi tempat wuqufnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka wuquf di lokasi tersebut lebih afdhol daripada yang lainnya” (Adhwaaul Bayaan 4/440-441)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata
وَلَا يُشْرَعُ صُعُودُ جَبَلِ الرَّحْمَةِ إجْمَاعًا
“Tidak disyari’atkan naik di atas jabal Ar-Rahmah berdasarkan ijmak ulama” (Al-Fataawa Al-Kubroo 5/383, lihat juga Majmuu’ Al-Fataawa 26/133)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah. Beliau menyatakan bahwa perbuatan menaiki jabal Ar-Rahmah menyelisihi sunnah. Beliau juga membantah Ibnu Jarir At-Thobari dan Al-Maawardi yang menyatakan disukai/disunnahkan untuk naik jabal Ar-Rohmah. An-Nawawi berkata :
(وَأَمَّا) مَا اشْتَهَرَ عِنْدَ الْعَوَامّ مِنْ الِاعْتِنَاءِ بِالْوُقُوفِ عَلَى جَبَلِ الرَّحْمَةِ الَّذِي هُوَ بِوَسَطِ عَرَفَاتٍ كَمَا سَبَقَ بَيَانُهُ وَتَرْجِيحِهِمْ لَهُ عَلَى غَيْرِهِ مِنْ أَرْضِ عَرَفَاتٍ حَتَّى رُبَّمَا تُوُهِّمَ مِنْ جَهَلَتِهِمْ أَنَّهُ لَا يَصِحُّ الْوُقُوفُ إلَّا فِيهِ فَخَطَأٌ ظَاهِرٌ وَمُخَالِفٌ لِلسُّنَّةِ وَلَمْ يَذْكُرْ أَحَدٌ مِمَّنْ يُعْتَمَدُ فِي صعود هذا الجبل فَضِيلَةً يَخْتَصُّ بِهَا بَلْ لَهُ حُكْمُ سَائِرِ أَرْضِ عَرَفَاتٍ غَيْرِ مَوْقِفِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ جَرِيرٍ الطَّبَرِيُّ فَإِنَّهُ قَالَ يُسْتَحَبُّ الْوُقُوفُ عَلَيْهِ وَكَذَا قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ فِي الْحَاوِي يُسْتَحَبُّ قصد هذا الجبل الَّذِي يُقَالُ لَهُ جَبَلُ الدُّعَاءِ قَالَ وَهُوَ مَوْقِفُ الْأَنْبِيَاءِ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِمْ وَذَكَرَ الْبَنْدَنِيجِيُّ نَحْوَهُ
* وَهَذَا الَّذِي قَالُوهُ لَا أَصْلَ لَهُ وَلَمْ يَرِدْ فِيهِ حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَلَا ضَعِيفٌ فَالصَّوَابُ الِاعْتِنَاءُ بِمَوْقِفِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الَّذِي خَصَّهُ الْعُلَمَاءُ بِالذِّكْرِ وَحَثُّوا عَلَيْهِ وَفَضَّلُوهُ وَحَدِيثُهُ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ كَمَا سَبَقَ هَكَذَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَجَمِيعُ أَصْحَابِنَا وَغَيْرُهُمْ مِنْ الْعُلَمَاءِ
“Adapun yang terkenal pada orang-orang awam berupa perhatian mereka untuk wuquf di atas jabal Ar-Rahmah yang berada di tengah padang Arofah…dan mereka mengafdolkan jabal Ar-Rahmah daripada lokasi yang lain di padang Arofah, bahkan sampai sebagian mereka karena kebodohannya menyangka bahwa tidak sah wuquf kecuali di jabal Ar-Rahmah, maka ini merupakan kesalahan yang jelas dan menyelisihi sunnah. Tidak seorang ulamapun yang dijadikan patokan menyebutkan ada keutamaan khusus naik di atas jabal Ar-Rahmah. Hukum jabal Ar-Rahmah sama dengan lokasi-lokasi yang lain di padang Arofaat kecuali lokasi wuqufnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Yang menyatakan ada keutamaan khusus hanyalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thobari, ia menyatakan disukai untuk wuquf di jabal Ar-Rahmah. Demikian juga Al-Maawardi dalam kitab “Al-Haawi” menyatakan disukai untuk mencari jabal/gunung tersebut yang dikenal dengan gunung do’a. Al-Mawardi juga berkata bahwa jabal Ar-Rahmah adalah tempat wuqufnya para nabi ‘alaihimus salaam. Al-Bandanijiyu juga mengebutkan yang semisal ini
Hal-hal yang disebutkan oleh ketiga ulama ini tidak ada asalnya, tidak ada hadits tentang hal ini baik yang shahih maupun yang dho’if. Yang benar adalah perhatian terhadap tempat wuqufnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan inilah yang disebutkan secara khusus oleh para ulama dan dimotivasi dan dinyatakan utama oleh mereka. Dan haditsnya ada di shahih Muslim dan yang lainnya –sebagaimana telah lalu-. Dan inilah yang telah dinyatakan oleh Asy-Syafi’i dan seluruh para ulama syafi’iyah dan ulama yang lainnya. (Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab 8/112-113, demikian juga An-Nawawi menyatakan pernyataan yang sama dalam kitabnya Al-Iidhooh fi Manaasik Al-Hajji wa Al-‘Umroh hal 282)
Ad-Dimyaathi, beliau berkata :
واعلم أن الصعود على الجبل للوقوف عليه كما يفعله العوام خطأ، مخالف للسنة
“Ketahuilah bahwasanya naik ke atas jabal Ar-Rahmah untuk wuquf di situ sebagaimana yang dilakukan oleh orang awam adalah kesalahan dan menyelisihi sunnah” (I’aanatut Thoolibin 2/325)
Kesimpulan :
1, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya sama sekali tidak pernah naik ke jabal Ar-Rahmah
2, Lokasi wuquf Nabi adalah di bawah, dekat jabal Ar-Rahmah, dan bukan di atas jabal Ar-Rahmahnya. Nabi berwuquf sambil naik onta beliau dengan menghadap kiblat, dan jabal Ar-Rahmah berada diantara beliau dan kiblat.
3, Semua tempat wuquf di padang Arofah hukumnya sama tidak ada yang spesial dan istimewa, kecuali lokasi tempat wukuf Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
4, Para ulama telah ijmak bahwa tidak disyari’atkan menaiki jabal Ar-Rahmah. Bahkan ulama syafi’iyyah telah mengingkari hal ini, ada yang mengatakan menyelisihi sunnah bahkan ada yang menyatakan bahwa hal tersebut adalah bid’ah
5, Yang disyari’atkan bagi jama’ah haji adalah berdoa sejak selesai sholat dzuhur dan ashar (jamak qosor taqdim) hingga terbenam matahari. Maka para jama’ah tidak perlu bersusah payah mencari lokasi jabal Ar-Rahmah karena akan menghabiskan waktu emas mereka untuk berdo’a, selain itu sulit juga mencari lokasi jabal Ar-Rahmah dan untuk kembali ke tenda, terutama jama’ah haji yang tidak tahu medan padang Arofah
Kemungkaran lainnya adalah mencari dan berburu jimat ketika haji. Dan ini di antara bukti jauhnya aqidah kaum muslimin saat ini dari tauhid yang lurus.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa memakai jimat termasuk dalam kesyirikan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad no. 17422, shahih
Referensi :
https://muslim.or.id/41713-beberapa-kesalahan-dan-kemungkaran-terkait-ibadah-haji-bag-6.html
https://firanda.com/1247-jabal-rahmah-gunung-cinta.html
https://rumaysho.com/2624-naik-ke-jabal-rahmah-pada-hari-arafah310.html
https://ihram.republika.co.id/berita/ojaqo3313/salah-kaprah-di-jabal-rahmah
Comments
Post a Comment