sudah pantaskah, demo uu ciptakerja

SUDAH PANTASKAH?
Oleh: Gatot Nugroho

Hampir seminggu lalu, pas ramai-ramai penolakan UU Ciptaker itu, ada teman sekantor bertanya: Apa komentar P. Gatot tentang Omnibus Law? Saya jawab belum baca, jadi maaf untuk saat ini belum ada komentar. Tak hanya itu, jujur -ternyata Saya juga tak berminat mempelajari, setidaknya untuk saat ini. Kalau toh harus pelajari, untuk orang malas baca produk hukum seperti Saya, lebih baik memilih belajar melalui pro-kontra di media saja. Biasanya pada titik tertentu keinginan belajar akan muncul dengan sendirinya.

Namun setidaknya dalam kesempatan itu Saya sempat berdiskusi beberapa hal dengan teman-teman. Tentunya modal Saya adalah bacaan pro-kontra teman-teman di media sosial, pengalaman keseharian kita dan logika sederhana. Pertama soal ribut-ribut di media sosial dan bentuk demonstrasi kita: betapa kita ini telah kehilangan etika dan sedikit menyinggung soal buku "Matinya Kepakaran" karya Tom Nichols. Kedua, soal peluang teman-teman di waktu mendatang jika ingin mandiri (mungkin mereka tak mau selamanya jadi karyawan, termasuk anak-anak mereka), jadi selain mencari informasi sebatas dalam posisi sebagai karyawan, ini seharusnya saat yang cukup tepat pula untuk melihat dari kacamata pengusaha, jika berwira swasta. Setidaknya biar cara pandang kita lebih komprehensif. Ketiga soal masa depan, di mana manusia makin tergantikan sistem otomatisasi. Sekarang ini saja sudah banyak profesi yang mati, bagaimana dengan nanti, pada saat teknologi manufaktur di masa mendatang sudah pasti berorientasi sistem robotik, termasuk AI. Point ini tentunya lebih jauh lagi mengajak berpikir, tentang masa depan anak-anak kita semua nanti (rasanya masa itu tidak akan lama lagi).

Akhirnya pada saat itu Saya pribadi, sih, mengajak teman-teman Saya ini bertanya kepada diri masing-masing apakah selama bekerja di perusahaan -apa pun statusnya- merasa dirugikan? Merasa tidak cocok? Khawatir tentang masa depannya? Mana yang lebih baik, tetap bekerja dengan tenang, terus belajar dan kembangkan diri, belajar, terus berdoa dan pandai bersyukur, berusaha berbenah bersama, pindah ke tempat lain dengan cara elegan, atau ikut demo dengan cara membabi buta seperti yang terdengar di luar kantor saat itu dengan cara blokir sebagian jalan, keliling jalan dengan pengeras suara tanpa aturan, mainin gas motor layaknya orang kesetanan serta kelakuan layaknya preman (kantor Saya bekerja ada di kawasan industri Pulogadung)?

Hakekatnya tidak ada seorang pun tahu nasib kita di masa mendatang -bahkan sedetik dari sekarang pun, siapa pun kita: pengusaha kelas kakap atau buruh harian. Yang pasti seberapa pun kita anggap brengsek lingkungan di sekitar kita (termasuk negeri ini) rejeki ada yang mengatur dan tak akan pernah tertukar. Jika memang kita pantas, kita akan dipertemukan dengan jalan dan pemberian-Nya. Demikian juga anak-anak kita kelak. Pertanyaannya: sudah pantaskah kita? Egois, buru-buru dan emosional justru tidak akan membawa kita ke mana-mana.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10218053854159798&id=1290049397

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan