Menakar dukung mendukung capres & cawapres
Sejak lama saya mengkritik Jokowi dan keluarganya.
Bukan cuma beretorika tentang dinasti politik (yang faktanya juga dilegalkan oleh MK), privilege (hak istimewa) anggota keluarga, atau seremeh rebutan predikat cawapres.
Kita perlu belajar memandang sesuatu secara substansial, penuh pertimbangan yang prinsip, dan jelas fakta-faktanya.
Jangan gampang silau karena pandangan mata: mudah dibodohi!
***
Apa yang diributkan sekarang mengenai batas usia capres/cawapres mengandaikan sejumlah ilusi: fantasi 'liar' kita yang pandir tentang kenyataan.
Ilusi bahwa pemerintahan bapaknya itu baik sehingga keturunannya pun pasti baik makanya perlu diberi hak istimewa untuk memerintah berikutnya.
Kategori "baik" dan "puas" didapat dari hasil survei berbasis responden yang masih mungkin dipertanyakan, berubah, karena dipersandingkan objektivitasnya dengan kenyataan yang senantiasa terus berubah.
Ilusi bahwa hakim MK adalah manusia paripurna yang telah selesai dengan hidup keduniawiannya sehingga putusannya akan konsisten merepresentasikan suara Tuhan di muka bumi.
Padahal kita tahu ada hakim MK yang belakangan 'turun derajat' jadi pembantu presiden, konsultan tim sukses capres, pengacara tersangka, hingga berlabel terpidana korupsi.
***
Kita sudah tahu pandangan DPR seperti apa dalam perkara ini:
KETERANGAN DPR
(Sidang Selasa, 1 Agustus 2023, diwakili oleh Habiburokhman dari Gerindra)
“… terkait dengan kebijakan hukum terbuka, TIDAK DAPAT diserahkan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang. Terlebih dalam perkara a quo SANGAT TAMPAK adanya perlakuan yang TIDAK ADIL atau in justice…”
“… adanya PENGALAMAN SEBAGAI PENYELENGGARA NEGARA menjadi salah satu modal penting bagi calon presiden maupun calon wakil presiden di Indonesia.”
“… terdapat kurang lebih 45 negara di dunia yang memberikan syarat MINIMAL BERUSIA 35 TAHUN, KAMI ULANGI 35 TAHUN…”
Kita juga tahu sikap Pemerintah:
KETERANGAN PRESIDEN
(Sidang Selasa, 1 Agustus 2023, diwakili oleh Togap Simangunsong dari Kemendagri)
“… perlu dipertimbangkan perkembangan dinamika kebutuhan penyelenggara pemerintahan dan ketatanegaraan, salah satunya terkait dengan kebijakan batasan usia bagi calon presiden dan calon wakil presiden. Sehingga dapat diartikan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang bersifat ADAPTIF, FLEKSIBEL, sesuai dengan perkembangan dinamika…”
“… TOLAK UKUR BATASAN USIA dengan memperhatikan dinamika perkembangan USIA PRODUKTIF penduduk perlu untuk DIPERTIMBANGKAN KEMBALI.”
Secara resmi kita nantikan saja putusan MK, lembaga yang dipimpin adik ipar presiden itu.
***
Terlepas dari itu semua, bagi saya, apapun putusan MK tak akan banyak mengubah keadaan kecuali memantik perdebatan kekanak-kanakan tentang siapa paslon favorit masing-masing yang sejatinya jauh lebih banyak kecap ketimbang manfaatnya.
Saat ini kita berisik karena putusan MK dianggap bakal berpengaruh terhadap pencalonan Gibran.
Masalahnya: Gibran itu siapa?
***
Pada 19 Juli 2020, saya bilang Gibran adalah cermin generasi milenial rasa kolonial.
"Dari sisi konsistensi, dia merintis karier politiknya dengan angka minus. Dia tidak konsisten dengan apa yang dia mulai. Dia tidak membuat gebrakan besar dalam dunia martabak, minuman tradisional... Dia tidak berbuat banyak dalam dunia digital... Dia tidak memberikan warna beda terhadap perkembangan sebuah generasi baru."
"Kita tidak mendengar apa-apa mengenai gagasannya terhadap kehidupan berbangsa—bahkan konsep kehidupan sebuah kota; misinya dalam dunia politik yang membedakannya dengan generasi lama; visi jauhnya terhadap penderitaan rakyat dan bagaimana seharusnya keadilan didistribusikan."
"Di balik sikap dan bahasa tubuhnya yang ketus, kita mungkin bisa menduga tidak ada sesuatu yang bernas di dalamnya."
https://www.facebook.com/1311891821/posts/10224427788624904/?mibextid=cr9u03
***
Pada 22 Desember 2020:
"Dugaan saya, dengan terjunnya dia ke dunia politik dan melepaskan bisnis martabak, itu adalah tanda paling kuat untuk kita menduga bahwa regenerasi pengaruh politik sedang berlangsung."
"Ia menjadi pintu masuk bagi kelompok-kelompok ekonomi tertentu untuk memapankan kepentingannya saat ini, ketika Jokowi masih menjabat."
"Mulai dari PT Rakabu Sejahtra yang terafiliasi dengan PT Toba Sejahtra (didirikan oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan) di mana si bungsu menjadi komisaris hingga Holding GK Hebat yang ada juga petinggi Astra di sana. Belum lagi perusahaan start-up, misalnya Goola, yang disuntik Rp70 miliar oleh Alpha JWC Ventures."
"Artinya wajar untuk menduga Jokowi pun sama dengan presiden-presiden sebelumnya yang melakukan okupasi jabatan publik dan membikin besar bisnis keluarganya selama menjabat. Ada problem etika politik, konflik kepentingan, dan integritas dalam hal ini."
https://www.facebook.com/1311891821/posts/10225965748752946/?mibextid=cr9u03
***
Ia tidak pernah dihukum untuk sesuatu hal yang 'simpel' tapi sebetulnya diduga melanggar aturan.
Pada 13 November 2021:
"Jika mau taat aturan dan adil, saya contohkan, harusnya anak Jokowi yang sekarang menjabat Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, diberhentikan sementara selama 3 bulan oleh Menteri Dalam Negeri karena melanggar larangan rangkap jabatan."
"Gibran masih tercatat sebagai pengurus dan pemegang saham PT Wadah Masa Depan (Akta Perubahan Terakhir No. 16 tanggal 30 Desember 2020). Ia adalah KOMISARIS UTAMA sekaligus pemegang 250.000 lembar saham (19%). Gibran juga tercatat sebagai pengurus dan pemegang saham PT Siap Selalu Mas (Akta Perubahan No. 27 tanggal 28 Januari 2019. Ia menjabat sebagai Komisaris sekaligus pemegang 26 lembar saham (52%)."
Kaesang, si Ketum PSI itu, juga pemilik PMMP.
"Anggap saja kita berada di kerajaan yang seolah-olah republik."
"Tapi dari kejadian itu semua setidaknya kita belajar satu hal: jika ingin mulus dalam lobi, kendalikan anaknya."
https://www.facebook.com/1311891821/posts/10228623288109769/?mibextid=cr9u03
Lalu bagaimana baiknya?
"Gibran dan Kaesang mungkin senang-senang saja melihat sekutu bisnisnya itu moncer di pemerintahan dan bisnis, toh bisnis berjalan lancar di PT Siap Selalu Mas dan PT Wadah Masa Depan, beberapa di antaranya, yang berkongsi juga dengan ET (Erick Thohir), kakaknya dkk itu."
https://www.facebook.com/1311891821/posts/10231491926183928/?mibextid=cr9u03
Tapi bagi saya simpel saja:
Salah satu cara ampuh untuk memutus dinasti politik adalah tidak memilih calonnya!
Salam Martabak Keluarga.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02J9A8urKxsWnzSMYQFnEvft8kbRr8GcyoYMPNsu896vJVvTYZMQVa8hMDXRxW2xVul&id=1311891821&mibextid=9R9pXO
Comments
Post a Comment