Perbandingan gaji Guru di masa kejayaan Islam Sistem Khilafah
Perbandingan gaji Guru di masa kejayaan Islam Sistem Khilafah yang dipinpin oleh seorang Khalifah dengan sistem sekarang ini adalah :
1. Gaji Guru di jaman Khalifah Umar bin Khatthab adalah 15 dinar. Yang 1 dinar = 4,25 gram x 15 = 63,75. Kalau hari ini di antam senin 25 nov 2019 1 gram 24 karat seharga Rp 747.000/g x 63,75 = Rp 47.621.250
2. Di zaman Shalahuddin Al Ayuyubi gaji Guru lebih besar lagi. Gaji Guru sebesat 11 - 40 dinar.
3. Di zaman Khalifah Harun ar-Rasyid pernah mengirim surat kepada para wali(gubernur) beserta panglima perang. Isinya antara lain agar para pejabat negara memberikan dorongan kepada para penuntu ilmu. Beliau berkata : "Lihatlah, barangsiapa mengumandangkan adzan di wilayah kalian, maka catatlah dia sebagai pemenang yang mendapat hadiyah sebesar 1000 dinar.
Yang menghapal Al-Quran pemenangnya 1000 dinar.
Dan masih banyak lagi ke jayaan di jaman Ke Khalifahan
Coba bandingkan keadaan guru pada saat ini jauh sekali. Mereka dihibur dengan panggilan dengan pahlawan tanpa tanda jasa. Sehingga sangking ikhlasnya sering mereka tidak di gaji
https://t.me/sahabatulama
*** Ahlul Bid'ah Tidak Butuh Dengan Dalil ***
•
Mereka (Ahlul Bid'ah) berkata : "Kami tidak butuh dalil untuk mencintai Rasulullah, sebab Rasulullah tidak perlu syarat mencintai ummatnya".
____________________
Jawab :
Justru mencintai Rasulullah butuh dalil agar tidak salah menempatkan cinta dan menjadi ghuluw, sebab Rasulullah melarang ummatnya mencintai yang berlebihan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اَلْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ.
"Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian".
(HR. Ahmad. Shahih).
Rasulullah justru memberikan syarat agar ummatnya mendapatkan syafa'at. Salah satu syaratnya menjauhi bid'ah.
Abu Wail, dari 'Abdullah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
"Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, "Wahai Rabbku, ini adalah umatku".
Lalu Allah berfirman, "Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid'ah yang mereka buat sesudahmu".
(HR. Bukhari, no. 7049).
•
Saudara/i ku, mencintai Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Semuanya mengakui dan ingin mencintai beliau Shallallahu 'alaihi wasallam. Untuk membuktikannya, diperlukan BUKTI dan TANDA, yang dapat dijadikan sebagai standar kebenaran PENGAKUAN CINTA. Sebab, bila pengakuan tidak diwujudkan dengan bukti, maka apa artinya sebuah pengakuan.....??!!.
Di antara BUKTI dan TANDA CINTA kita kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah :
👉 Pertama : Mendahulukan dan mengutamakan beliau dari siapa pun
Di antara bentuk mendahulukan dan mengutamakan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari siapa pun, yaitu apabila pendapat Kyai, Ustadz, Gus, Habib dan Ulama' yang menjadi rujukannya bertentangan dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka yang didahulukan adalah pendapat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Asy Syafi'i rahimahullah : "Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkata'an yang lainnya".
(I'lamul Muwaqi'in 'an Robbil 'Alamin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/7, Darul Jail, 1973).
👉 Ke-Dua : Membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkata'an adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah kesesatan".
(HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa'i,
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkata'an adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka".
(HR. An Nasa'i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha'if Sunan An Nasa'i).
Jadi, diantara BUKTI dan TANDA CINTA kita kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah membenarkan perkata'an Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diatas, yaitu setiap bid'ah dalam agama adalah sesat, tidak ada yang baik (Hasanah). Jika ada yang mengatakan ada bid'ah yang baik (Hasanah), maka pada hakekatnya dia TIDAK MENCINTAI Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
👉 Ke-Tiga : Ittiba' (mencontoh) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam serta berpegang pada petunjuknya.
Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu".
(QS. Ali Imron: 31).
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
"Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), janganlah membuat bid'ah. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua amalan yang tanpa tuntunan Nabi (baca: bid'ah) adalah sesat".
(Diriwayatkan oleh Ath Thobroni dalam Al Mu'jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsami mengatakan dalam Majma' Zawa'id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih).
Jadi, Mencontoh, mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, berjalan di atas manhaj beliau, berpegang teguh serta mengikuti seluruh pernyata'an dan perbuatan beliau shallallahu 'alaihi wasallam, merupakan BUKTI dan TANDA cinta kita kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Seseorang yang benar mencintai Rasulullah ialah orang yang mengikuti Rasulullah secara lahiriyah dan batiniyah, selalu menyesuaikan perkata'an dan perbuatannya dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Anas bin Malik, beliau berkata:
" ... وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ".
" ... Dan barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barangsiapa yang telah mencintaiku, maka aku bersamanya di Surga".
(HR at-Tirmidzi, no. 2678).
Orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia harus membuktikan dengan semangat berpegang teguh dan menghidupkan Sunnah, mengamalkan Sunnahnya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya, mendahulukan itu semua dari hawa nafsunya.
Saudara/i ku, orang yang mencintai Rasulullah, ia harus membuktikan. Yaitu diwujudkan dengan semangat berpegang teguh dan menghidupkan Sunnah. Yakni mengamalkan sunnahnya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya, mendahulukan itu semua dari hawa nafsunya.
Demikian semoga kita termasuk orang-orang mendapatkan syafa'at dan dapat menempatkan cinta kepada Rasulullah sebagaimana Allah Ta'ala dan Rasulnya ajarkan, bukan berdasarkan hawa nafsu dan akal semata.
Comments
Post a Comment