100 Tahun Berdiri, NU Bingung Status Kafir ?

100 Tahun Berdiri, NU Bingung Status Kafir ?

Di dalam literatur kitab kuning klasik, terdapat empat kategori kafir, yaitu harbi, dzimmi, mu’ahad, dan musta’man. Menurut mereka, setelah runtuhnya Khilafah Ustmaniyyah pada 3 Maret 1923 membuat status kafir terhadap non muslim menjadi abstrak. Padahalnya dalam literatur fiqih klasik, kafir dzimmi dan harbi hanya dapat dibedakan dari mereka yang membayar jizyah (uang perlindungan) terhadap negara Islam. Sedangkan, hari ini umat Islam tidak memiliki imam dan negara, maka sangat sulit untuk membedakan mana kafir harbi mana kafir dzimmi. Sehingga  dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Banjar pada 2019 diputuskan bahwa dalam konteks negara bangsa (nasional state) tidak ada lagi penyebutan kafir, karena semua orang punya hak dan kewajiban setara. Mereka disebut muwathinun atau warga negara. Selain itu untuk merubah status kafir, mereka membuat Istilah “ghairu muslim” sebagai sebutan bagi non muslim.

Quraish Shihab mengkategorikan non Muslim sebagai "Ahlu Dzimmah" anehnya lagi, pendapat yang lebih moderat ini bantah oleh Gus Faiz.

Ribetnya lagi, muncul istilah sebagai kata ganti untuk kafir dari Guz Faiz, dia menyebutnya sebagai "muwathinun laa dzimmiyun" Sebuah konsep warga negara bukan termasuk dalam kafir dzimmi (kafir yang tidak boleh diperangi).

Lo kok ribet ? 

Ya ribetlah, wong ajaran mereka itu tidak ditemukan dalam fiqih yang dikenal oleh para sahabat dan generasi setelahnya. Mereka sendiri bingung, sehingga membuat istilah bid’ah untuk status non muslim. 

Mereka mikir keras enaknya mau disebut apa? Biar katanya gak menyakiti hati orang kafir, menjaga perasaan biar gak kesinggung atau apa kek.

La sebenarnya istilah "muwathinun laa dzimmiyun" untuk non muslim itu comot, plagiat dari pemikiran Fahmi Fuwaidi dalam bukunya enlightened Islamist, dia tokoh liberal Mesir yang diagung-agungkan JIL (Jaringan Islam Liberal).

Kebingunan status Muslim dan non Muslim hari ini, berdampak juga pada An-Nisa 59 terhadap sosok Ulil Amri yang wajib ditaati setelah Allah dan Rasulnya. Siapa yang layak disebut Ulil Amri ?

Dalam kitab Ahkam Sultaniyyah, Ulil Amri hanya disematkan kepada Imam, Khalifah atau Sultan yang memimpin wilayah Islam dan mengatur dengan syariat Islam.

Sedangkan hari ini Ulil Amri dipahami sebagai setiap pemimpin negara bangsa yang berhukum kepada hukum buatan manusia. Makanya gak heran, kalau sekuleris sekelas Soekarno atau Donald Trump dianggap sebagai ulil Amri. Terdapat juga fatwa dari ulama Salafi yang mengharamkan membunuh tentara Israel dan berdemo atasnya, karena dianggap memberontak kepada pemimpin.

Lah ? Mosok sekelas Benjamin Netahayu disebut sebagai ulil amri ? Ulil Amrik kali πŸ˜€

Emang ada dulu umat Islam menganggap raja Romawi yang kafir itu sebagai ulil amri ? 

Ya begitulah? Runtuhnya Khilafah menjadi musibah besar bagi umat Islam. Tak heran para ulama menyebutkan sebagai "ummu jaraim" pangkal dari segala musibah dan maksiat.

✒️ FP Ngopidiyyah

https://www.facebook.com/100043908156626/posts/pfbid0YNQbi4N5KVUETi6t4oTzWec1tYpeHpoQD2vqRB2cYpqNfiXzHAnvsFVETkTELgaQl/?mibextid=Nif5oz

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan