Ada Apa Dengan Perayaan Malam 27 Rajab Dan Nishfu Sya’ban?

Ada Apa Dengan Perayaan Malam 27 Rajab Dan Nishfu Sya’ban?

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Soal:
Terkait dengan malam 27 Rajab dan malam Nishfu Sya’ban, kaum Muslimin setiap tahun rutin mengadakan perayaan pada kedua hari tersebut. Biasanya dalam perayaan tersebut disuguhkan makan-makanan. Apa pendapat anda mengenai amalan ini?

Jawab:
Keduanya adalah perkara baru dalam agama, yaitu perayaan nishfu Sya’ban dan perayaan malam 27 Rajab. Keduanya adalah perkara baru dalam agama yang tidak ada dalilnya. Dan tidak ada dalil shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa malam 27 Rajab itu adalah malam Isra Mi’raj. Bahkan ini juga tidak disebutkan dalam hadits-hadits yang tidak shahih menurut para ulama. Andaipun shahih bahwasanya 27 Rajab adalah malam Isra Mi’raj maka tidak boleh membuat perayaan khusus. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya tidak pernah merayakannya. Padahal Rasulullah adalah teladan kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“telah ada pada diri Rasulullah teladan yang baik bagi kalian” (QS. Al Mumtahanah: 6).

Maksudnya, dalam mencontoh perbuatan beliau dan dalam meninggalkan hal-hal yang beliau tinggalkan. Jika Rasulullah tidak mengerjakannya, maka kita tidak mengerjakan. Jika Rasulullah mengamalkannya, maka kita mengamalkannya. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau.

Maka perayaan Nishfu Sya’ban, perayaan malam 27 Rajab dengan keyakinan bahwa itu adalah malam Isra Mi’raj, juga perayaan Maulid Nabi pada tanggal 12 Rabiul Awwal, atau Maulid-Maulid yang lain semacam Maulid Badawi, Maulid Husain, Maulid Abdul Qadir Jailani, atau Maulid Fulan dan Fulan, semua ini tidak diperbolehkan. Dan semua ini termasuk sikap menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani dalam perayaan-perayaan mereka. Sedangkan Nabi Shallallahu’alahi Wasallam melarang menyerupai mereka. Beliau Shallallahu’alahi Wasallam bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

“barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Ahmad no. 5093).

Maka tidak layak bagi kaum Muslimin untuk menyerupai musuh-musuh Allah dalam perkara-perkara ini atau pun perkara yang lain.
Andaikan merayakan malam Nishfu Sya’ban adalah perkara yang disyariatkan maka tentu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam akan bersegera melakukannya, karena beliau adalah sayyid dari manusia, makhluk Allah yang paling utama, dan penutup para Rasul Allah. Dan tentu beliau akan menunjukkan kepada umatnya dan mengajarkannya. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah manusia yang paling bersemangat memberikan nasehat dan beliau adalah pemberi nasehat yang terpercaya. Tidak ada kebaikan kecuali pasti akan beliau ajarkan kepada umatnya. Dan tidak ada keburukan kecuali pasti akan beliau beri peringatan untuk menjauhinya. Sebagaimana dalam riwayat shahih dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda:

ما بعث الله من نبي إلا كان حقاً عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم

“Tidaklah Allah mengutus Nabi kecuali ia diberi kewajiban untuk menunjukkan kepada kebaikan dari apa yang ia ketahui dan memperingatkan dari keburukan dari apa yang ia ketahui” (HR. Muslim no. 1844).

Dan Nabi kita adalah Nabi yang paling sempurna, paling utama dan penutup para Nabi, tidak ada Nabi lagi setelah beliau. Maka beliau adalah orang yang paling layak disematkan sifat tersebut, yaitu tidak ada kebaikan kecuali pasti beliau ajarkan dan tidak ada keburukan kecuali pasti akan beliau beri peringatan untuk menjauhinya.

Selengkapnya:
https://muslim.or.id/27910-ada-apa-dengan-perayaan-malam-27-rajab-dan-nishfu-syaban.html

Silakan share...

Comments

Popular posts from this blog

janganlah kalian kotori dengan masuk ke dalam kubangan politik

Never attempt anything without complete information.

Efek Jangka Panjang Penggunaan Teknologi Digital pada Kognisi Manusia