Shalat di Bulan, bagaimana??

Shalat di Bulan

Andai kata nanti peradaban manusia sudah maju dan bisa bangun koloni di bulan. Kira-kira bagaimana ketentuan shalatnya? Menghadap kemana? Lalu jadwal shalatnya macam mana?

Itu pertanyaan nakal dari jamaah usai saya sampaikan kajian berjudul : Shalat Dalam Berbagai Keadaan.

Saya tidak bisa jawab, karena belum tergambar secara detail. Kayak apa langitnya bulan. Secara teori yang saya baca, bulan tidak punya atmosfer. 

Akibatnya banyak fenomena alam yang unik. Di antaranya di bulan tidak dikenal fajar (twilight) seperti di bumi. 

Menjelang matahari mau terbit, tidak ada atmosfir di angkasa bulan yang menangkap berkas cahayanya. Tiba-tiba saja matahari terbit gedubrak. Tidak ada waktu shubuh apalagi imsak.

Giliran matahari terbenam, tiba-tiba gelap begitu saja. Tidak ada waktu isya yang ditandai sejak hilangnya Mega merah di arah barat. 

Penting untuk dicatat bahwa durasi siang dan malam di bulan itu ekstrim sekali. Karena bulan membutuhkan waktu sekitar 29 hari untuk sekali berputar pada porosnya.

Itu berarti Bulan mengalami siang dan malam masing-masing sekitar 14,5 hari ukuran bumi.

Kalau pun kita shalat lima waktu, bukan dalam sehari tapi dalam sebulan. Sehari di bulan lamanya seperti sebulan di bumi. 

Udah rada puyeng? Pegangan.

Saya tambahkan lagi ya. Efeknya lamanya durasi siang dan malam itu pada suhu di permukaan bulan. Suhunya ikut jad ekstrim. 

Suhu malam hari di Bulan bisa mencapai -190 derajat Celcius. Sedangkan suhu siang hari di Bulan bisa sangat panas, yaitu sekitar 100 derajat Celcius atau setara dengan titik didih air di Bumi.

Itu karena Bulan tidak memiliki atmosfer seperti Bumi. Padahal atmosfer bertugas untuk melindungi benda langit dari panasnya Matahari dan dinginnya ruang angkasa.

Maka itu, sinar Matahari akan langsung terpancar ke Bulan pada siang hari dan membuatnya menjadi panas. Sedangkan permukaan Bulan akan benar-benar mendingin pada malam hari karena tidak disinari Matahari.

Maka pertanyaan itu dengan menyesal belum bisa saya jawab. 

Malahan saya juga ingin menambahkan daftar pertanyaan baru. Bagaimana kita yang hiduo di bulan nanti untuk menentukan awal puasa dan lebaran 1 Syawal?

Kan seharusnya dengan cara melihat bulan (hilal). Nah ini kita tiap hari lihat bulan. Lha kan kita memang lagi ada di bulan. 

Apakah jadi berubah dari rukyatul hilal jadi rukyatul ardh? Melihat bumi? 

Saya cuma bisa jawab : Wallahu a'lam bishshawab. 

Mungkin nanti aja kita diskusikan lagi lebih dalam kalau kita sudah sama-sama jadi warga bulan.

NOTE

Lagian ngapain juga pindah ke bulan. Disono gak ada yang jual biji salak di bulan Ramadhan.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=4605751476108805&id=100000219936471

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan