Memahami wujud Alloh
Bisa Terpeleset Merendahkan-Nya
------------------------------
Demikian banyak ayat Al-Qur'an yang bisa menjebak pemahaman kita sehingga merendahkan derajat Allah sebagai Tuhan. Diantaranya, karena ayat-ayat tersebut menggunakan gaya bahasa personifikasi yang menggambarkan Allah sebagai sosok, seperti manusia.
Misalnya, ayat-ayat yang menggambarkan Allah sebagai Dzat yang Maha Malihat. Tiba-tiba saja, kita jadi membayangkan Allah sebagai makhluk yang punya mata. Maha Mendengar, kita membayangkan-Nya sebagai sosok yang memiliki telinga.
Demikian pula dengan penggambaran penggambaran lainnya yang sangat personifikasi. Seperti: Tuhan berkata-kata, Tuhan menggulung langit dengan tangan-Nya, dan Tuhan bersemayam di atas 'Arsy atau kursi singgasana. Semua itu, jika dipahami secara parsial, bakal 'merendahkan' keagungan-Nya, tanpa sengaja.
Sudah pasti Allah tidak seperti itu. Karena memang Dia tidak tergambarkan, secanggih apapun persepsi yang terbentuk di dalam benak kita. Yang demikian itu di jelaskan Allah sendiri di dalam firman-Nya: laisa kamitslihi syai-un - Dia tidak seperti apapun (yang pernah kita pahami).
Jadi, lantas kenapa Allah memperkenalkan diri-Nya dengan menggunakan bahasa personifikasi? Ya, karena Allah menghendaki kita bisa memahami eksistensi-Nya. Manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan sangat terbatas, sehingga Allah menggunakan bahasa manusia untuk memperkenalkam diri-Nya.
Dampaknya memang akan terjadi penurunan kualitas Tuhan dalam benak manusia sesuai dengan keterbatasan bahasa yang digunakan. Tidak apa apa. Daripada tidak berkomunikasi sama sekali. Namun, Allah lantas menambahkan penjelasan di sejumlah ayat bahwa pemahaman kita tentang eksistensi Allah itu sebenarnya memang belum cukup, bahkan belum benar. Diantaranya dengan mengatakan bahwa Allah tidak seperti apapun yang kita pahami.
Dengan kata lain, jika Allah berfirman "menggulung langit dengan tangan-Nya". maka jangan membayangkan Allah punya tangan seperti makhluk-Nya. Atau, ketika Allah mengatakan "melihat, mendengar, berkata kata". juga jangan membayangkan Allah memiliki mata, telinga dan mulut. Termasuk ketika Dia menginformasikan bahwa 'Allah bersemayam di atas 'Arsy'. janganlah membayangkan sosok yang duduk di atas kursi.
Semua imajinasi itu hanya akan membawa kita kepada pemahaman yang salah tentang eksistensi Allah sebagai Dzat Penguasa jagat semesta yang maha Agung. Atau setidak-tidaknya merendahkan derajat-Nya sebagai Tuhan yang Maha tinggi dan Maha Mulia.
Kalau begitu, jika setiap imajinasi kita tentang Allah selalu salah dan kurang mengagungkan, lantas untuk apa kita memahami ayat-ayat tersebut, toh Allah tidak seperti apapun yang kita bayangkan lewat pemahaman ayat-ayat tersebut? Apa tidak sebaiknya kita biarkan saja pemahaman kita berjalan apa adanya?
Tentu saja jangan. Karena, jika kita tidak menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an sebagai penuntun pemahaman, persepsi yang ada di benak kita akan semakin jauh dan tak terarah. Terpengaruh pendapat-pendapat yang sudah lebih dulu beredar di sekitar kita.
Sesungguhnya, sejak kecil kita sudah memperoleh pemahaman tentang Allah itu dari lingkungan sekitar. Bisa dari orang tua, dari guru, teman, tetangga, dan siapa saja yang berinteraksi dengan kita sepanjang usia. Jadi, sebenarnya kita tidak pernah tidak mengimajinasikan Allah di dalam benak. Baik melalui petunjuk Al Quran maupun sumber sumber lain. Dan, hasilnya selalu distorsi dari 'Wujud' yang sesungguhnya.
Sejarah telah membuktikan, bahwa manusia telah keliru dan banyak yang tersesat dalam memahami eksistensi Allah sebagai Tuhan. Kebanyakan manusia manusia terjebak kepada persepsi dan imajinasi yang merendahkan Tuhan. Mulai dari 'mewujudkan' Tuhan dalam bentuk patung patung, dewa dewi, arwah, sampai berupa benda-benda alam seperti matahari, gunung, pohon, batu dan sebagainya.
Artinya, manusia terbukti tidak mampu menemukan Allah sebagai Tuhan sesungguhnya jika tidak di pandu oleh-Nya. Karena itu Allah menurunkan kitab-kirab suci dan nabi-nabi maupun para rasul untuk membimbing manusia mengenal Tuhannya.
Dan, kemudian berproses untuk menjadi lebih dekat, serta menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan penguasa alam semesta.
Maka, jalan terbaik mengenal Allah adalah tetap berpedoman kepada firman-firman-Nya di dalam Al Qur'an Al Karim, sambil terus memperbaiki cara pemahaman kita supaya lebih sempurna.
Bagaimanakah caranya agar pemahamam kita semakin sempurna?
Yang pertama, jangan memahami ayat-ayat Qur'an secara parsial alias sepotong sepotong.
Sebab, cara demikian itu berpotensi untuk menghasilkan distorsi pemahaman yang sangat jauh dari substansi informasi yang seharusnya.
Memahami isi Al Qur'an haruslah holistik, yakni melakukan kajian utuh dan menyeluruh terkait dengan informasi yang terkandung di dalam ayat-ayat lainnya. Kenapa demikian? Karena, ternyata isi sebuah ayat seringkali di jelaskan oleh ayat-ayat lainnya. Sehingga kalau kita tidak mengaitkan ayat ayat itu, kita akan kehilangan informasi yang banyak.
Terkait dengan hal ini, Saya telah menulis buku serial ke - 19 yang berjudul 'Memahami Al Qur'an dengan metode Puzzle' Sebuah buku yang memberi tuntunan holistik dalam memahami kitab suci itu.
Yang kedua, selalu meng-cross check pemahaman kita dengan perkembangan realitas yang terjadi. Yakni data data valid ilmu pengetahuan. Karena, tidak jarang apa yang kita pahami hari ini ternyata tidak sesuai dengan realitas. Itu bukan berati ayat ayat Al Qur'an salah, melainkan pemahaman kita yang keliru.
Al Qur'an sebagai kitab petunjuk bersifat global dan filosofis dalam mengarahkan manusia untuk memahami realitas. Sehingga, Al Qur'an tidak bisa dipahami secara steril dari realitas yang terjadi di sekitar. Justeru, pemahaman kita terhadap isi Al Qur'an harus selalu dicocokkan dengan realitas.
Inilah yang disebut sebagai bersyahadat alias "bersaksi" itu. Yakni, mencocokan ayat-ayat qauliyah yang ada di dalam kitab suci dengan ayat ayat kauniyah yang di hamparkan Allah di alam semesta. kedua jenis ayat itu adalah ayat-ayat Allah juga. jangan diambil salah satu saja, karena akan menjadikan pemahaman kita tidak komplet.
Nah, terkait dengan pembahasan kali ini, saya akan banyak melakukan cross-check antara ayat-ayat qauliyah dengan ayat-ayat kauniyah itu, khususnya dalam membahas "Arsy Allah. Petunjuk teoritisnya ada di dalam Al Qur'an sebagai ayat-ayat qauliyah. Sedangkan petunjuk riilnya ada di alam semesta berwujud ayat ayat kauniyah. Mudah mudahan, dengan memadukan keduanya kita akan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan holistik dibandingkan dengan pemahamam-pemahaman konvensional selama ini. Terutama, yang hanya berdasar teks-teks qauliyah belaka.
Pemahaman simultan seperti yang kita lakukan dalam buku ini menjadi sangat penting, karena ayat-ayat tentang 'Arsy Allah selalu mengaitkan dengan alam semesta dan struktur langit. Sehingga, kalau kita tidak mengerti Kosmologi atau Astronomi, dengan sendirinya kita akan kesulitan memahami 'Arsy Allah itu.
Bagaimana cara memahami alam semesta ini, apakah cukup hanya dengan membaca ayat-ayat qauliyah di dalam Al Qur'an dan hadits-hadits saja? Tentu tidak cukup, karena Allah menurunkan informasi tentang alam semesta itu tidak dalam bentuk ayat-ayat Al Qur'an atau apalagi hadits, melainkan dalam bentuk ayat ayat kauniyah yang di hamparkan sebagai peristiwa di alam semesta itu sendiri.
Jadi, kesimpulannya, marilah kita pelajari ilmu ilmu Allah tentang langit dan Bumi itu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan paling mutakhir, lantas hasilnya kita gunakan untuk memahami dan menafsiri firman Allah di dalam Al Qur'an Al Karim.
Semoga Allah berkenan membukakan hijab kebodohan yang menyelimuti kita, dan mengajarkan ilmu-ilmu-Nya kepada kita serta siapa saja yang membuka mata hati seluas-luasnya. Sesungguhnyalah Dia sangat memuliakan orang-orang yang berilmu dan beriman beberapa derajat dibandingkan manusia lainnya..
Dilansir dari buku: "Mengarungi ARSY ALLAH"
Comments
Post a Comment