PENETAPAN AWAL RAMADHAN DAN IDUL FITRI ANTARA METHODE, OTORITAS DAN KESOMBONGAN ASHOBIYAH

*PENETAPAN AWAL RAMADHAN DAN IDUL FITRI ANTARA METHODE, OTORITAS DAN KESOMBONGAN ASHOBIYAH*

Oleh *Ahmad Khozinudin* Sastrawan Politik

Sebenarnya, masalah perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri, itu awalnya hanya terjadi karena dua sebab : Pertama, soal metode yang diadopsi. Kedua, soal otoritas yang memiliki wewenang menetapkan.

Dari sisi metode, dua metode penetapan Ramadhan dan Idul Fitri menjadi sebab terjadinya perbedaan penetapan. Metode hisab (hitung) bertolak pada hitungan astronomi. Jadi, yang menjadi patokan adalah pada soal sudah masuknya bulan, bukan soal terlihatnya hilal.

Sementara motode rukyat berpatokan pada berhasil atau tidaknya melihat hilal. Jika hilal berhasil dilihat, maka bulan baru sudah masuk. Jika belum terlihat, bilangan bulan sya'ban digenapkan (untuk ramadhan) atau jumlah bulan puasa digenapkan (untuk idul Fitri).

Meskipun sama-sama menggunakan metode rukyat, itupun ada perbedaan dalam menentukan terlihatnya hilal. Pertama, rukyat lokal yang meniadikan wilavah suatu negeri sebagai basis
rukyat penetapan awal Ramadhan. Kedua, rakyat global yang lebih berpatokan pada sudah terlihatnya hilal, tidak peduli di negeri mana hilal itu terlihat. Sepanjang ada kesaksian telah terlihat hilal (di negeri manapun), maka bulan baru masuk, awal Ramadhan atau Idul Fitri bisa ditetapkan.

Selanjutnya, selain perbedaan metode (hisab dan rukyat) penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri tergantung juga pada otoritas yang menetapkan. Ada kalanya otoritas itu dilakukan sebuah negara (kekuasaan), adapula yang dilekatkan pada otoritas organisasi.

Penetapan masukannya ramadhan pada negara tertentu atau organisasi tertentu, tidak mengikat bagi negara atau organisasi lainnya. Karena itu, cara untuk menyatukan kaum muslimin agar berpuasa dan berlebaran (Idul Fitri) serentak adalah dengan menyatukan metode dan otoritas yang menetapkannya.

Saat ini, selain dua hal yang menjadi sebab perbedaan yakni mengenai metode yang diadopsi dan otoritas mana yang berwenang menetapkan, kita menghadapi satu masalah lagi. Dan masalah ini, bukan berangkat dari soal metode dan otoritas, melainkan karena ta'ashub/ashobiyah. Yakni, pandangan yang menolak eksistensi metode dan otoritas lainnya didasarkan pada semangat egois satu kelompok atau organisasi tertentu.

Sebagaimana diketahui, beredar viral satu video pidato yang diduga dilakukan dalam satu acara musyawarah NU di Wonosobo. Dalam video tersebut, terkandung niat jahat menegasikan penetapan awal Ramadhan bukan karena otoritas maupun metode, melainkan karena kesombongan dan semangat ashobiyah.

Dalam video tersebut, dikatakan pemerintah melalui Menag dan didukung NU telah memiliki rencana menetapkan 1 Ramadhan pada hari Ahad, 3 April 2022. Bahkan niat jahat ini telah ditetapkan dengan metode menolak kesaksian terlihatnya hilal di hari Jum'at (1 April) dengan tuduhan bohong. Bahkan, terlihat jelas motif tidak ingin mengawali 1 Ramadhan dengan ormas Islam lainnya (diduga Muhammadiyah), karena sejak awal mengadopsi hisab dan telah menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada hari Sabtu, 2 April 2022.

Andaikan tidak ada motif kesombongan dan rasa ta'ashub, semestinya 1 Ramadhan tahun ini (1443 H/2022 M) jatuh pada hari Sabtu, 2 April 2022. Mengingat, sudah banyak kesaksian umat Islam di negeri ini yang telah melihat hilal pada hari Jum'at, 1 April 2022. *Jadi, baik dengan motode hisab maupun Rukyatul Hilal, jika tidak ada kesombongan kekuasaan yang dilegitimasi organisasi, tentulah umat Islam bisa bersatu, memulai Ramadhan pada Sabtu, tanggal 2 April 2022.*

Jika niat menentukan Ramadhan berangkat dari kesombongan, yakni menolak kebenaran dan merendahkan orang lain, apakah puasa dengan motif seperti ini diterima Allah SWT?

Walaupun demikian, perbedaan penetapan Ramadhan dan Idul Fitri ini tidak akan pernah berakhir, sebelum kaum muslimin menyatukan satu metode penetapan dan menyerahkan wewenang itu pada otoritas yang satu. Dalam konteks inilah, kaum muslimin membutuhkan Khilafah dan menyerahkan otoritas mengambil metode sekaligus menetapkan Awal Ramadhan dan Idul Fitri kepada Khalifah.

Saat Khalifah telah mengumumkan Ramadhan dan Idul Fitri tiba, maka keputusan ini mengikat bagi seluruh kaum muslimin, baik di negeri ini maupun negeri lainnya, baik untuk organisasi Islam di negeri ini maupun negeri lainnya, baik terhadap yang mengadopsi metode hisab maupun metode rukyat. [].

https://www.facebook.com/100005693912422/posts/1885401198326326/

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan