Penguasaan iptek di bidang kesehatan mutlak diperlukan
Hari itu hari Minggu. Saya sendirian di rumah, sangat sepi. Hanya berkawan telepon genggam yang sewaktu-waktu berdering dari mana saja, tentang persoalan apa saja yang sangat membutuhkan saya.
Telepon genggam saya pun membisu. Kubaringkan badanku di sofa kamar tamu untuk melamun. Merenung memikirkan
pekerjaan yang tidak pernah selesai. Tiba-tiba telepon genggam berdering, dan segera saya terima.
Di ujung sana mengatakan bahwa dia adalah penyiar Radio Australia (ABC). Dia menanyakan apakah saya bersedia diwawancarai soal Flu Burung? Ahh saya jawab mau saja toh saya sedang punya waktu longgar.
Di ujung sana mempertanyakan; apakah saya akan melakukan MOU dengan Baxter dalam pembuatan vaksin strain Indonesia?
Dengan bangga saya jawab, "ya !"
Apakah anda mempunyai hak dalam hal kerjasama tersebut? Saya jawab, "ya pasti dong."
Dan dia menanyakan lagi "Apakah anda tahu bahwa ada perusahaan Australia sudah membuat vaksin dengan strain Indonesia?"
"Wahh, saya tidak tahu, jawab saya. Dari mana Australia mendapat virus Indonesia?" Saya balik bertanya.
"Saya tidak pernah memberikan padanya. Saya tidak pernah dimintakan ijin untuk itu. Dan bahkan saya tidak pernah diberitahu, kecuali oleh pertanyaan anda ini."
Lebih lanjut penyiar Radio Australia menanyakan, "Apakah anda menganggap bahwa Australia mencuri virus Anda?"
Dengan santai saya menjawab: "Yeahh, something like that".
Saya tidak sadar, ternyata wawancara tadi adalah on air. Artinya secara langsung didengarkan oleh jutaan orang di Australia, bahkan mungkin juga di negara-negara kawasan Asia Pasifik.
Maka esok paginya gegerlah seluruh media
masa internasional dengan headline news:
"Menteri Kesehatan Republik Indonesia menuduh Australia mencuri virus HSN1 Indonesia".
TV Australia segera menelpon saya untuk datang ke Indonesia dengan tujuan mewawancarai langsung. TV "NHK" Jepang,
TV "Aljazera", koran "Wall Street Journal", juga
menghubungi untuk wawancara langsung dan masih banyak lagi.
Dunia terbelalak. Matanya kaget mendengar
isu tersebut. Sehingga pemerintah Australia perlu mengirimkan 2 stafnya untuk minta maaf dan klarifikasi.
Mereka bertemu dengan eselon 1 (Kabadan Litbangkes Depkes) dan membicarakan tentang hal tersebut.
(Halaman 34-36)
WHO yang selama ini kita kenal tampil seperti sosok organisasi global dengan misi kemanusiaan yang begitu mulia. Tetapi kini saya telah menemukan dan merasakan, yang dikerjakan WHO ternyata lain, seperti ada kepentingan terselubung.
Mekanisme pengumpulan virus dan pembuatan vaksin yang dianut dan dijalankan
oleh WHO sungguh sangat imperialistik. Saya semakin kuat berpikir. Kalau kebijakan WHO yang seperti ini diteruskan dan dipertahankan,
maka negara-negara kaya akan semakin menikmati supremasinya.
Pada saat negara-negara miskin menderita
sakit, maka akan muncul keuntungan bagi negara-negara kaya. Karena negara-negara kaya memiliki kapasitas untuk membuat vaksin; mampu membuat diagnostic test, bahkan mampu melakukan apapun sesuai dengan kepentingannya.
Ini sungguh sungguh akan sangat membahayakan. Karena kesenjangan negara kaya dengan negara miskin akan semakin menganga, semakin Iebar. Situasi seperti ini akan jauh lebih buruk akibatnya dari pada
kejadian pandemik Flu Burung itu sendiri. Dan sangat membahayakan Global Health Security, yang menjadi concern dunia.
Celakanya Indonesia yang akan paling
dulu dan paling berat merasakan akibatnya. Karena lndonesia adalah negara penderita virus Flu Burung yang paling berat, dan penduduknya sangat banyak, 240 juta orang, nomor empat di dunia.
Saya tentu tidak mau diperlakukan seperti itu.
Negara saya adalah negara merdeka, dan negara yang berdaulat. Mengapa kita dipaksa harus menyerahkan virus, dengan aturan sepihak yang tidak adil?
Sungguh sangat menyakitkan. Maka kita harus bisa mandiri jangan sangat tergantung dengan bangsa lain. Apapun yang terjadi kita tidak boleh cengeng apalagi mengharapkan
kebaikan hati bangsa lain. Cukup sudah, pengalaman mengatakan kita harus mandiri, berani berdiri di atas kaki sendiri.
Halaman (31-33)
***
Pembukaan buku oleh Presiden SBY :
Apresiasi tinggi patut saya sampaikan atas keberhasilannya mengungkap serta menghadapi tatanan dunia yang tidak adil
di bidang kesehatan.
Di samping telah mengangkat martabat
Bangsa Indonesia, hal ini merupakan sejarah dan terobosan besar menuju tatanan dunia kesehatan yang lebih baik.
Saya berharap, buku ini dapat menjadi rujukan
bagi para peneliti, akademisi, praktisi, para pengambil kebijakan dan seluruh komponen bangsa dalam meneliti dan mengembangkan bidang kesehatan, utamanya iptek
kesehatan.
Penguasaan iptek di bidang kesehatan mutlak
diperlukan dalam meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat, dan daya saing bangsa.
Sumber : Saatnya Dunia Berubah. Fadilah Supari.
https://www.facebook.com/1428354522/posts/10226718375532027/
Comments
Post a Comment