Bacaan tarhim setiap jam 3 pagi sayup-sayup dari masjid
"Bu itu kan bacaannya orang NU"
"Hush nggak boleh ngomong gitu.." , guru ngajiku membentak.
Aku yang sedang duduk di bangku bersama teman-teman TPA-ku seketika terkejut. Aku paling takut dimarahi. Cukup sekali dimarahi dan aku nggak akan berani mengulangi lagi.
Aku mulai belajar ngaji, sholat, dll di masjid Muhammadyah. Tapi aku sama sekali nggak pernah mendapati guru ngajiku membahas tentang hal-hal yang menunjukkan adanya perbedaan antara NU dan Muhammadiyah. Entah karena mereka bermaksud menjaga fitrah anak-anak yang tulus dan bersih meskipun dalam hati bergemuruh atau memang mereka punya niat untuk menjaga ukhuwah. Anak SD nggak akan paham hal serumit itu. Tapi cukup jelas bagiku bahwa bentakan guru ngajiku itu artinya aku nggak boleh sekalipun membahas masalah perbedaan-perbedaan yang tidak perlu.
Aku hidup di lingkungan NU tapi orang tuaku Muhammadiyah. Bagiku sangat sulit untuk condong ke salah satu. Masjid Muhammadyah agak jauh sedangkan mushola NU ada dimana-mana.
Setiap subuh aku akan keluar rumah dengan sangat pelan mengangkat kayu jati yang digunakan untuk mengunci pintu. Berat.. tapi aku bisa keluar tanpa seorangpun tahu. Waktu itu aku tinggal di rumah nenek. Rumah yang mungkin paling tua di sekitar situ. Biasanya aku keluar untuk ikut sholat berjamaah. Kadang di mushola dekat rumah, kadang di masjid Muhammadyah. Aku bisa menghapal salah satu surat karena setiap subuh imam di mushola NU membaca surat yang sama. Aku masih ingat seorang nenek yang juga sholat di mushola akan selalu meletakkan beberapa kuntum melati di sajadahku. Bunga melati itu aku kumpulkan di dalam sajadah. Membuat mukenaku yang terbungkus di dalamnya wangi luar biasa. Setiap kali mencium bau melati, aku teringat nenek itu. Kudapati pula seorang wanita paruh baya, yang kutahu adalah istri pak "mudin", akan selalu menggosok gigi dengan siwak yang tergabung ditasbihnya sebelum sholat dimulai.
Bacaan tarhim setiap jam 3 pagi sayup-sayup dari masjid Muhammadyah juga memberi kenangan tersendiri. Suara muadzinnya sangat merdu membuatku sayang untuk melanjutkan mimpi. Wait... Di masjid Muhammadyah tapi membaca tarhim? Iya... Begitulah uniknya masjid Muhammadyah di tempatku.
Meski TPA di masjid Muhammadyah aku juga sering ikut acara diba'an anak-anak TPA mushola. Sholat tarawih juga bergantian kadang disana kadang disini. Sebagai anak kecil aku nggak terlalu memusingkan segala hal, yang penting bisa berkumpul dan bermain.
Hingga SMA aku masih berkumpul dengan teman-teman dari berbagai latarbelakang. Baik teman-teman pesantren NU maupun teman-teman yang di sekolah Muhammadiyah. Pernah suatu hari aku memberi hadiah ulang tahun pada temanku, seorang Muhammadiyah tulen, terjemah Majmu Syarif, sebuah kitab wirid dan do'a. Kulihat dia kaget tapi mau nolak juga gimana. Aku baru sadar bahwa sangat tidak lumrah anak Muhammadiyah berpedoman pada Majmu Syarif 😅😆. Padahal aku memakainya sebagai amalan sehari-hari. Ya memang statusku nggak jelas.. setengah NU setengah Muhammadiyah. Bagiku ada semangat tersendiri jika membaca sebuah do'a jika tahu apa fadilah dan keutamaannya. Meskipun jika dilihat seksama di dalam kitab tersebut semua do'a pasti ada fadilah dan keutamaannya masing-masing.
Akan menjadi apa kita dikemudian hari memang sangat dipengaruhi oleh guru, orang tua, teman, dan juga lingkungan kita. Semoga menjadi apapun tetap mendapat berkah dan rahmat dari-Nya.
https://www.facebook.com/1428354522/posts/10227939490739144/
Comments
Post a Comment