Kisah syahidnya Umar bin Khattab (2)
🍯 *Peristiwa Syahidnya Umar bin al-Khattab (1/2)* 💎
Lanjutan....
*Tawanan Dilarang Tinggal di Madinah*
Umar bin al-Khattab pernah menetepakan sebuah kebijakan strategis untuk Madinah. Ia melarang tawanan masuk ke ibu kota Daulah Khilafah. Tawanan dan budak dari Majusi, Irak, Persia, Nasrani Syam dilarang tinggal di Madinah. Kecuali jika mereka memeluk Islam. Kebijakan ini untuk menjaga stabilitas di Madinah. Keputusan yang menunjukkan betapa visioner dan kuatnya analisa Umar.
Menurut Umar, mereka adalah orang-orang yang kalah. Mereka memiliki hasad dan berpotensi bertindak ofensif. Umar khawatir mereka meramu sebuah strategi merusak stabilitas Daulah Islam. Namun sebagian sahabat Nabi ﷺ sangat membutuhkan jasa para budak ini untuk membantu mereka bekerja. Di antara mereka ada yang mengajukan perizinan tinggal untuk budak-budak itu. Dengan berat hati, Umar pun mengizinkannya (al-Khulafa ar-Rasyidin oleh Khalidi, Hal. 83).
*Budak Itu Membunuh Khalifah*
Amr bin Maimun bercerita tentang peristiwa pembunuhan Umar:
Pada suatu subuh, hari dimana Umar mendapat musibah, aku berada di shaf (menunggu datangnya shalat subuh). Antara aku dan Umar, hanya ada Abdullah bin Abbas. Apabila lewat antara dua barisan shaf, Umar berkata, “Luruskanlah shaf”.
Ketika dia sudah tidak melihat lagi celah-celah dalam shaf, ia maju lalu bertakbir. Saat itu, sepertinya Umar membaca surat Yusuf atau An-Nahl atau seperti surat itu pada rakaat pertama. (Karena panjangnya) memungkinkan semua orang bergabung dalam shalat. Ketika aku tidak mendengar sesuatu darinya, tiba-tiba kudengar ia berteriak dengan ucapan takbir, lalu berkata, “Ada orang yang telah membunuhku, atau katanya, “Seekor anjing telah menerkamku”. Rupanya ada seorang yang menikamnya dengan sebilah pisau bermata dua. Penikam itu melewati orang-orang di sebelah kanan atau kirinya sambil mengayun-ayun tikamnya. Akibatnya, tiga belas orang terluka. Tujuh diantaranya meninggal dunia. Melihat kejadian itu, seseorang dari kaum muslimin melemparkan mantelnya dan tepat mengenai si pembunuh. Sadar bahwa ia pasti tertangkap (tak lagi bisa menghindar), si pembunuh itu pun bunuh diri.
Umar memegang tangan Abdur Rahman bin Auf, lalu menariknya ke depan. Siapa saja yang berada di dekat Umar pasti meilihat apa yang aku lihat. Sementara orang-orang yang berada di sudut-sudut masjid, mereka tidak mengetahui peristiwa yang terjadi. Mereka hanya kehilangan suara Umar. Mereka berseru, “Subhanallah, Subhanallah (maha suci Allah).” Abdurrahman melanjutkan shalat jamaah dengan shalat yang pendek.
Seusai shalat, Umar bertanya, “Wahai Ibnu Abbas, lihat siapa yang menikamku.” Ibnu Abbas berkeliling sesaat lalu kembali, “Budaknya Mughirah”, jawab Ibnu Abbas.
Umar bertanya, “Pembuat gilingan itu? (Umar berisyarat kepada Abu Lu’lu’ah Fayruz, budaknya Mughirah bin Syu’bah)”. “Ya, benar”, jawab Ibnu Abbas.
Kemudian Umar menanggapi, “Semoga Allah membinasakannya, sungguh aku telah memerintahkan dia berbuat ma’ruf (kebaikan). Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kematianku di tangan orang yang mengaku beragama Islam. Sungguh dahulu kamu dan bapakmu suka bila orang kafir non Arab banyak berkeliaran di Madinah.” Abbas adalah orang yang paling banyak memiliki budak.
Ibnu Abbas berkata, “Jika Anda menghendaki, aku akan lakukan apapun. Maksudku, jika kamu menghendaki kami akan membunuhnya.”
Umar berkata, “Kamu salah, (mana boleh kalian membunuhnya) mereka telah berbicara dengan bahasa kalian, shalat menghadap kiblat kalian, dan naik haji seperti haji kalian.” Kemudian Umar dibawa ke rumahnya dan kami pun ikut menyertainya.
Kemudian Umar disuguhi minuman nabidz (sari kurma), dia pun meminumnya. Namun sari kurma itu keluar lewat perutnya. Kemudian diberi susu, dia meminumnya lagi. Namun susu itu keluar melalui lukanya. Akhirnya orang-orang menyadari bahwa Umar akan wafat.
Kami masuk menjenguknya, lalu orang-orang berdatangan dan memujinya. Umar berkata kepada anaknya, Abdullah bin Umar, “Wahai Abdullah bin Umar, periksalah, apakah aku masih memiliki hutang”. Kemudian diperiksa oleh anaknya, ternyata Umar masih memiliki hutang sebesar 86 ribu atau sekitar itu.
Umar mengatakan, “Jika harta keluarga Umar mencukupi bayarlah hutang itu dengan harta mereka. Namun apabila tidak mencukupi, mintalah kepada Bani Adi bin Ka’ab (kabilah Umar). Jika harta mereka juga belum cukup, mintalah kepada masyarakat Quraisy. Jangan kesampingkan mereka dengan meminta kepada selain mereka. Lalu lunasilah hutangku dengan harta-harta itu.
Setelah itu, temuilah Aisyah, ummul mukminin. Katakan, ‘Umar memberikan salam untukmu’. Jangan sebut amirul mukminin. Karena aku bukan lagi amirul mukminin sejak hari ini. Katakan Umar bin al-Khattab meminta izin padanya untuk tinggal bersama kedua sahabatnya.
Abdullah bin Umar pun menyampaikan pesan sang ayah. Ia mengucapkan salam pada ummul mukminin, Aisyah, dan meminta izin masuk. Ternyata Abdullah bin Umar melihat Aisyah sedang menangis. Lalu ia berkata, “Umar bin al-Khattab menitipkan salam untuk Anda dan meminta izin agar boleh dikuburkan di samping kedua shahabatnya (Rasulullah ﷺ dan Abu Bakarradiyallahu ‘anhu).”
“Sebenarnya aku juga menginginkan hal itu untukku, namun hari ini aku tidak mementingkan diriku,” ucap Aisyah. Mendengar penerimaan Aisyah, Abdullah bin Umar segera mengabarkan kepada ayahnya yang sedang kritis.
Ada yang mengatakan, “Ini Abdullah bin Umar sudah tiba”. Umar beranjak ingin segera menerima kabar. Ia berkata, “Angkat aku”. Lalu ada seseorang datang menopangnya. Umar bertanya, “Berita apa yang kau bawa?” Ibnu Umar menjawab, “Berita yang Anda sukai, wahai amirul mukminin. Aisyah telah mengizinkan Anda”.
“Alhamdulillah, tak ada satu pun yang lebih penting bagiku selain itu. Jika aku telah meninggal, bawalah aku ke sana dan ucapkan salam. Katakan Umar bin al-Khattab meminta izin. Kalau dia mengizinkan, maka masukkanlah aku. Namun apabila dia menolakku, makamkanlah aku di pekuburan kaum muslimin,” kata Umar.
Amr bin Maimun mengatakan, “Keitka Umar wafat, kami pun berjalan menuju ke sana. Abdullah bin Umar mengucapkan salam. Ia berkata, ‘Umar bin al-Khattab meminta izin’. ‘Masukkan dia,’ jawab Aisyah. Jasad Umar pun dibawa masuk. Kemudian ia dimakamkan bersama dua orang sahabatnya, (Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar) (Riwayat al-Bukhari dalam Kitab Fadhl ash-Shahabah, No.3700).
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbasradhiallahu ‘anhuma mengisahkan, “Umar ditikam di pagi hari. Yang menikamnya adalah Abu Lu’lu’ah, budak dari Mughirah bin Syu’bahradhiallahu ‘anhu. Abu Lu’lu’ah adalah seorang majusi.”
Abu Rafi’ radhiallahu ‘anhumengatakan, “Abu Lu’lu’ah adalah budak milik Mughirah bin Syu’bah. Ia bekerja membuat penggilingan yang dijalankan dengan tangan. Sebagai tuannya, Mughirah menetapkan mengambil uang sebanyak 4 dirham darinya. Lalu Abu Lu’lu’ah mengadukan hal ini kepada Umar, ‘Wahai amirul mukminin, sungguh Mughirah memberatkanku. Bicaralah kepadanya agar memberi keringanan untukku’.
Umar menanggapinya dengan mengatakan, ‘Bertakwalah kepada Allah. Berbuat baiklah (ma’ruf) kepada tuanmu’. Dihadapan Abu Lu’lu’ah, Umar berbicara demikian untuk menenangkannya. Tapi ia juga berencana berbicara dengan Mughirah agar memberi keringanan untuk Abu Lu’lu’ah. Namun si budak tidak menerima masukan Umar. Ia marah. Ia bergumam, ‘Keadilannya untuk semua orang kecuali aku!’ Ia pun berazam untuk membunuh Umar.
Sejak itu, ia membuat khanjar (belati Arab) yang memiliki dua mata. Lalu ia asah tajam-tajam. Setelah itu ia temui Hurmuzan (pembesar Persia) dan berakta, ‘Apa pendapatmu tentang ini?’ Hurmuzan mengomentari, ‘Menurutku, tidak seorang pun yang kau pukul dengan benda itu kecuali membunuhnya’.
Kemudian Abu Lu’lu’ah mengawasi Umar. Ia mendekat hingga berada di belakang Umar saat shalat. Umar biasa mengatakan ‘luruskan shaf kalian’ apabila shalat hendak ditegakkan. Ketika Umar mengucapkan takbir, Abu Lu’lu’ah menghujamkan (khanjar) di ketiak Umar. Kemudian lagi, di pinggangnya. Umar pun terjatuh.”
Amr bin Maimun mengatakan, “Saat ditikam itu aku mendengar Umar membaca:
وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا
“Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (QS:Al-Ahzab | Ayat: 38) (Shahih at-Tautsiq fi Sirati wa Hayati al-Faruq, Hal: 369-370).
Setelah ditikam, tiga hari kemudian Umar bin al-Khattab wafat.
Di tulisan berikutnya, insya Allah akan dicuplikkan saat-saat akhir kehidupan Umar. Usia dan tanggal wafatnya. Prosesi pemandian dan shalat jenazahnya. Siapa saja yang menyalatkannya. Pemakamannya. Hingga pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa wafatnya. Insya Allah…
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Comments
Post a Comment