iman itu hati yang tenang dan akal yang terpuaskan
Duluk, kalok orang nanyak, "Ada apa sih sebelum big bang?" Ilmuwan biasanya jawab, "Nggak ada apa-apa dan gosah dibahas."
Sekilas, itu seperti nggak logis, nggak ilmiah dan gak masuk akal. Padahal, itulah jawaban yang paling logis, paling ilmiah dan paling masuk akal.
Konstruksi ilmu itu selalu definisi, batasan dan aturan. Semua itu temporer dan berkembang sesuai jaman. Kenapa jawaban di atas logis, ilmiah dan masul akal? Ternyata sederhana, yaitu supaya akal tetap bisa bekerja. Supaya common sense, logika dan science tetap bisa bekerja.
Belakangan, jawaban itu berkembang, "Oh, sebelum big bang itu ada namanya multiverse. Jadi, big bang itu ibarat jerawat yang pecah, kata orang namanya fluktuasi kuantum, trus lahirlah alam semesta yang kita kenal ini."
Abis itu, pertanyaannya akan berlanjut, "Trus, multiverse alias semesta paralel itu nongol dari mana?" Jawaban ilmuwan akan sama, "Nggak tauk dan gak usah dibahas." Sekali lagi, itu supaya akal tetap bisa bekerja, mengingat itulah makna dari eksistensi manusia; akal.
Spiritual juga sama, saat seseorang bertanya, "Trus yang nyiptain Tuhan sapa?" Ada dua hal terimplikasi di situ. Pertama, yang bertanya tidak lagi sedang merefer Tuhan, atau konsep Tuhan yang dia maksud berbeda dari yang dimaksud pihak yang ditanya.
Maka, ulama (bahasa lain dari ilmuwan), biasanya menjawab, "Tuhan itu Maha Awal". Alasannya sama logisnya, sama ilmiahnya dan sama masuk akalnya, yaitu supaya akal tetap bisa bekerja. Dan harapannya, yang bertanya berhenti cukup sampai di situ lalu lebih sibuk dengan hal-hal yang lebih terjangkau oleh akal dan logika, yaitu "tanda-tanda".
Jika memang mau beragama, maka harus mau juga berpikir logis, ilmiah dan masuk akal. Sebab, iman itu hati yang tenang dan akal yang terpuaskan.
Keyakinan itu bukan perkara membabi-buta tapi tetap spekulatif. Definisi keyakinan adalah "rasa percaya yang tidak (atau belum perlu) menuntut bukti".
Pernah ke surga? Pernah ketemu malaikat? Pernah mati trus idup lagi? Kok yakin gituan itu ada? Nggak percaya, ya yakin aja duluk. Tetep nggak yakin? Itu namanya menuntut bukti, dan itu nggak logis, nggak masuk akal dan nggak ilmiah. Spekulatif dong? Emang. Iman perlu agama, supaya spekulasi tetap sehat.
Semua fenomena keyakinan dan keimanan itu spekulatif. Akal itu bukan benda tapi fungsi. Dikasih akal supaya bisa berspekulasi. Maka, berspekulasilah dengan yang paling konsisten, kongruen, akurat, masuk akal dan logis.
Dan jangan lupa, "tanda" terpenting itu logisnya disebut "petunjuk". Setelah itu ikutin "akal". Di luar itu biasanya disebut "menduga-duga".
Wallahua'lam (tuh kan).
🙏👍💪❤️
https://www.facebook.com/714484144/posts/10159324667004145/
Comments
Post a Comment