Tak perlu overdosis gaya hanya agar kelihatan beda
IPB, kampus saya, yang secara peringkat Kemenristekdikti tahun 2019 - maaf - di atas ITK, sangat mentoleransi mahasiswa dan mahasiswi muslim untuk mengekspresikan agamanya. Seperti misal, celana di atas mata kaki, berjilbab lebar, atau bahkan bercadar. Biasa. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang sudah paham tentang agama, tidak berjabat tangan dengan selain mahramnya. Bukan karena kurang hormat, tapi itu ajaran agama. Sekali lagi itu biasa. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar, tidak ada norma yang ditabrak. Dan sikap tersebut tidak men-downgrade-kan intelektual mereka, tidak pula merendahkan martabat dosen mereka.
Perkara ada yang tidak suka, itu juga biasa. Di negeri ini, orang yang berusaha bersih anti korupsi saja banyak yang memusuhi. Orang rajin mengaji difitnah ISIS. Tapi itu hanya sebagian kecil saja. Outlier, komunitas yang suaranya cuma bikin bising. Orang-orang ini merasa, kalau sudah punya titel akademik tinggi, agamanya akan terkatrol naik, punya hak untuk berkhuthbah. Meskipun membaca Al-Qur'an masih belepotan.
Seperti saudara Budi Santosa Purwokartiko dengan komentar sampahnya terhadap sosok mahasiswi yang tidak mau berjabat tangan dengan dekan dan rektor yang bukan mahramnya beberapa waktu lalu. Saudara Budi ini membiarkan mulutnya ngoceh kesana kemari menunjukkan ketidaksukaannya, tendensiusnya, rasisnya, dan sekaligus kebodohannya. Kalau saudara tidak tahu, tanya. Karena obat kebodohan adalah bertanya dan belajar.
Haiyyaa....owe tahu kamu olang kulang belajal agama. Owe salanin kamu olang ikut asistensi mahasiswa kamu di kampus belajal wudu, solat, dan tutup aulat. Belajal lukun iman dan islam...
Tapi ITK bukan Budi, dan Budi bukan ITK. Dia hanya mewakili dirinya sendiri. Mayoritas sivitas akademika ITK yang secara level intelektual tidak berada di bawah saudara Budi atau bahkan jauh di atas saudara Budi, tidak punya sikap dan pikiran seperti saudara Budi. Budi telah membuat sejarah dengan lawakan rasis nan garing terhadap mahasiswi, yang itu mencoreng dunia pendidikan tinggi Indonesia. Untungnya, itu hanya Budi, dan Budi bukan siapa-siapa dalam percaturan keilmuan agama Balikpapan, apalagi Kalimantan Timur, Indonesia, dan dunia.
Tak perlu overdosis gaya hanya agar kelihatan beda.
https://www.facebook.com/100014235012911/posts/698875383930289/
Comments
Post a Comment