Bertanya dan Berfatwa tanpa Ilmu

*Hukum dan Berfatwa tanpa Ilmu*

Syaikh Al-‘Utsaimin ditanya:
Tatkala terluncur suatu pertanyaan yang berhubungan dengan syari’at agama, orang-orang awam saling berlomba, contohnya bila mereka berada di suatu majelis, untuk berfatwa dalam masalah tersebut tanpa dilandasi dengan ilmu. Apa komentar Anda terhadap fenomena ini, apakah tindakan tersebut termasuk mendahului Allah dan Rasul-Nya?

Beliau rahimahullahu menjawab:
Sudah dimaklumi bahwa seseorang tidak diperkenankan bicara tentang agama Allah tanpa ilmu, berdasarkan perintah Allah dalam firman-Nya,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَا رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَجِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

"Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-A’raaf: 33)

Setiap orang wajib menjauhkan diri dan merasa takut mengatakan tentang agama Allah tanpa ilmu, sebab hal tersebut bukan termasuk perkara duniawi yang akal bisa berperan di dalamnya. Jika perkara itu adalah perkara duniawi yang akal bisa berperan di dalamnya, seseorang sepatutnya menunggu (tidak tergesa-gesa) dan hendaknya memikirkan (terlebih dahulu).
Boleh jadi jawaban yang tersimpan dalam jiwanya akan dijawab oleh orang selainnya sehingga ia seperti layaknya seorang hakim (pembuat keputusan) di antara sekian orang yang menjawab (pertanyaan yang terlontar) sehingga ucapannya adalah ucapan terakhir yang (paling) menentukan. Betapa banyak apa yang diperbincangkan oleh manusia dengan berbagai pandangan mereka -yang saya maksudkan adalah bukan masalah-masalah yang berkenaan dengan syari’at.
Apabila seseorang bersikap tenang dan tidak tergesa-gesa maka akan tampaklah kebenaran padanya, karena banyaknya pandangan mereka, yang (pandangan-pandangan itu) tidak terlintas di benaknya sebelum itu.

Oleh karena itu saya nasehatkan kepada semua untuk tidak tergesa-gesa dan hendaknya ia menjadi manusia terakhir angkat bicara, agar dia bisa menjadi hakim (pemberi keputusan) di antara pendapat-pendapat yang ada.
Karena akan nampak padanya berbagai pandangan yang berbeda yang belum jelas baginya sebelum ia mendengarkan pendapat-pendapat tersebut. Ini dalam hubungannya dengan urusan dunia, adapun masalah agama, tidak diperbolehkan sama sekali berbicara, kecuali dengan ilmu yang telah ia ketahui dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya atau ucapan-ucapan para ulama.

[Dinukil dari kitab Kitabul ‘Ilmi, Penulis Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Edisi Indonesia Tuntunan Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu Syar’i, Penerjemah Abu Abdillah Salim bin Subaid, Penerbit Pustaka Sumayyah, hal. 181-182, 193-194, 204-205]

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan