kelebihan dan kekurangannya menyadarkanku akan kurangnya pengetahuan dan amalan agamaku.

Ini cerita nyata seorang bapak yang mengisahkan anaknya mahasiswa Madinah... Sahabat di Surabaya banyak kenal dengan bapak dan anak ini... 

Teringat Pembicaraan dengan Putraku ke 2, Ian, saat naik kelas 2 SMA, 6 tahun yang lalu, saat rutin makan malam bersama,

I : Bapak, maaf saya ijin, kalau boleh mau keluar dari SMA 5 setelah kenaikan kelas

B : Maksudmu ??? (Makanan di mulut langsung hambar, datar dan tawar, Gak kolu nelan) 

I : Saya ingin sekolah di Madinah, saya ingin jadi Ustadz

B : (Yang dimulut lgsg tak telan) Minum buanyaaaak, sampek keselek) Kamu jadi Ustadz siapa yang ngajak? (Nada Interogasi )

I : Gak ada, saya sendiri yang pengen. 

B : Kamu gak pengen jadi dokter taaah? Kan kamu pinter, lembut, baik budi bahasamu, ramah sama orang dan bisa banget melayani orang lain seperti Masmu. 

I : (Sambil senyum) Kan gak sama pak, seperti Bapak bilang, semua manusia spesifik dan Istimewa. 

B : (Wuik, mak jleb, omonganku dipakai mengcounter aku) (cerdas ! Tapi mangkelno) Kamu kalau jadi dokter akan sangat berguna dan bermanfaat menyembuhkan banyak orang pastinya. 

I : Dokter menyembuhkan badan, Ustadz menyembuhkan Hati kan Bapak, Insya Allah bermanfaat. 

B : (Praaaaang, berkeping2 hatiku,  air mata mulai menetes, aku nelongso anakku gak mau jadi dokter) Sekolah di Arab itu sulit lho, bahasa, budaya beda dan puanasnyaaaaa luar biasa. 

I : Bapak yang ngajarin, GAK ADA YANG GAK BISA KALAU NIAT MENGGELORA. 

B : (Mbrebes mili buanter) Nanti kalau jadi Ustadz, penghasilanmu berapaaaa?  Sedikit sekali!!! (Nada meninggi) Istri dan anakmu gimana membiayainya??

I : Bukannya Bapak yang mengajari hidup mandiri, seCUKUPnya, SeBUTUHnya, dan bahagia tidak ada korelasi dengan harta ???

B : (Aku nangis pelan) Apalagi alasanku supaya kamu jadi dokter ya Ian? 
 
I : Ikhlaskan Ian jadi diri Ian sendiri ya Bapak, ini pilihan hidup Ian. 

B : (Nangis banter) Aku mau kamu tetap di SMALA sampai lulus, perjanjiannya gini aja, baru sesudah lulus SMA dengan nilai baik, kamu berhak menentukan kemanapun kamu mau (Wis gak duwe pilihan liyo, tapi berharap bisa merubah niat)

I : (Perlahan memeluk dan mencium pipiku sambil ikut menangis) Asal Bapak ikhlas dengan pilihan Ian, Saya tetap sekolah SMALA dan lulus dengan baik, matur nuwun pangestunya.

Saat ini dia baru pulang dari Madinah, besar, tegap, gagah, hafal 27 Juz, sudah beberapa kali jadi Imam di banyak masjid, mengisi Khutbah Jumat, taraweh, Buka bersama dll, dan tiap kali aku melihat Ian jadi Imam, air mataku selalu tak terbendung lagi. 

Ian dengan segala kelebihan dan kekurangannya menyadarkanku akan kurangnya pengetahuan dan amalan agamaku. 

Allah mengutusnya untuk mengingatkanku

Tulisan dr. Armanto Sidohutomo

➖➖

Ustadz Abu Salma: Terkadang sebagai orang tua kita menilai kesuksesan anak hanya dilihat dari faktor materi duniawi... 

Sebanyak apa gelar berderet...
Sebanyak apa harta diraih...
Sebesar apa rumah yang dibeli...
Secanggih apa mobil yang dimiliki...
Dst... 

Tapi kita lalai bahwa itu semua tidaklah akan dibawa mati... 

Padahal seorang anak yang mau mendoakan orang tuanya dengan ikhlas, berbakti kpd mereka, yang mengagungkan syiar² agamanya, walaupun di dunia tidak memiliki apa², namun dia akan menjadi ASET terbesar bagi orang tuanya kelak di akhirat. 

'Wal âkhirotu khoyro wa abqo', dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal..

😢😢

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan