Dangdutan bikin pasien semakin drop
SECEPAT ITU GAES.
Kemaren siang, gue dan Dinda pergi bertakziah ke kediaman Pak Effendhy di Bogor. Pak Effendhy adalah owner dari Kubus Media Group. Sebuah media publishing yang menerbitkan buku2 berkualitas, yang beberapa bukunya sedang diadaptasi menjadi film layar lebar. Seperti buku 'Sin' dan 'Invalidite' karya Faradita contohnya.
Gue dan Dinda bertakziah ke sana, karena pada 19 Agustus lalu, Abang Gevin, putra pertama dari Pak Effendhy dan istrinya - Bunda Ranggi, berpulang ke rahmatullah, di usia ke-9 tahun. Abang Gavin meninggal karena mengidap kanker tulang, gaes.
Waktu mendengar Abang Gavin mengidap kanker tulang, gue kaget, sekaligus heran. Karena, sekitar lima bulan yang lalu, dia masih main sama anak2 gue, waktu mereka sekeluarga berkunjung ke Karawang. Waktu itu dia baik2 aja. Dia sehat, main, ketawa2, saaama sekali gak ada tanda2 mengidap kanker tulang.
Sampe pada satu ketika, dua bulan yang lalu, di sekolah, dia mengalami kecelakaan waktu lagi main sama temen2nya. Tulang lengan atasnya patah, gaes. Lengan sebelah kanan.
Pak Effendhy dan Bunda Ranggi membawa Abang Gavin ke rumah sakit. Untuk mempercepat proses penyembuhan, mereka juga membawa Abang Gavin ke alternatif untuk diurut.
Sampe momen itu, gue pikir semua bakal baik2 aja. Gue pikir, ah, 'cuman' patah tulang ini. Di pen sama dokter juga tulangnya bakal nyambung lagi. Abang Gavin, pasti bakal baik2 lagi.
...
(tiga minggu yang lalu)
Gue WhatsApp-an sama Pak Effendhy. Gue menanyakan kabar Abang Gavin.
"Gimana Pak, tangan Gavin udah dioperasi belum?" Tanya gue.
"Belum Bang. Kata dokter mesti dikemoterapi dulu." Jawab Pak Effendhy.
"Fisiorerapi kali Pak, bukan kemoterapi. Kemoterapi mah buat yang kena kanker."
"Kemoterapi, Bang."
Deg. Jantung gue langsung berdegup kencang.
"Abang Gavin, kena kanker tulang Bang. Kata dokter, harus diamputasi." Lanjut Pak Effendhy.
Kuning.
Pandangan gue mandadak langsung kuning. Gue setengah gak percaya sama yang Pak Effendhy bilang. Gue pikir dia lagi becanda. Tapi, masa iya sih dia becandanya sekelewatan itu?
...
(dua minggu yang lalu)
Pak Effendhy nge-WhatsApp gue. Dia mengirimi gue beberapa video pohon bajakah yang lagi viral itu.
"Bang, buka deh. Ini lagi viral, bisa nyembuhin kanker." Chat dari Pak Effendhy.
"Tolong bikinin tulisan di pesbuk lo ya Bang, siapa tau ada follower lo yang bisa bantu gue buat dapetin pohon itu." Lanjutnya.
Beberapa detik kemudian, Pak Effendhy mengirimi gue foto kondisi tangan Abang Gavin yang terkena kanker tulang. Tangannya bengkak besar dan merah.
Brrrr. Gue langsung mewek gaes. Aduhhh, gak tahan banget gue ngeliat kondisinya jadi kek gitu. Karena, gue tau nih anak sebelumnya. Dia sehat, lucu, gembrot. Gue udah ngerasa deket banget. Bahkan anak2 gue udah nganggep dia sodara.
...
Besoknya, gue chatingan sama Pak Effendhy. Gue bilang, kalo gue kok kek susah ya bikin tulisan soal nih anak. Gue mau langsung to the point aja update status, nanya ke followers gue soal pohon bajakah.
Pak Effendhy mengiyakan.
Beberapa menit setelah update status, followers gue mulai merespon. Sebagian bertanya, "Buat siapa Bang Bret? Siapa yang sakit?" Dan sebagian lagi berkata, "Di daerah gue ada Bang Bret. Gue bisa bantu."
Singkat cerita, salah seorang follower mau mengirim akar pohon bajakah ke alamat rumah Pak Effendhy. Gue bersyukurrrr banget. Gue optimis, Abang Gavin bisa sembuh.
...
(19 Agustus)
Gue dan Dinda lagi di Bali, mengikuti acara Yuk Bisnis asuhan Mas Jaya Setiabudi. Ketika tiba2, Mbak Windia, editor Kubus Media Group, menelepon gue.
"Bang Bret, Abang Gavin udah berpulang."
...
Kemaren siang, gue dan Dinda pergi bertakziah ke kediaman Pak Effendhy di Bogor. Pak Effendhy adalah owner dari Kubus Media Group. Di perjalanan menuju kediamannya, hati gue berkecamuk. Kepala gue gak berhenti berpikir, gue bakal ngomong apa ya setibanya di sana?
Jam 4 sore, gue dan Dinda tiba di kediaman Pak Effendhy. Gue melihat dia lagi menyiapkan teras untuk dipake tahlilan.
"Hallo Pak." Kata gue sambil menjabat tangannya.
"Hallo Bang Bret. Teh Dinda. Makasih ya udah dateng." Jawab Pak Effendhy. Matanya merah.
Gue pengen ngomong, "turut berduka cita ya Pak," atau "yang sabar ya Pak." Tapi, ah, jangankan ngomong begitu, mengucap "assalamualaikum" aja gue sampe lupa. Saking sedihnya gue.
"Langsung masuk aja Bang, Teh. Di dalem ada Ranggi."
Gue dan Dinda memasuki rumah Pak Effendhy. Di sana, ada Bunda Ranggi.
"Assalamualaikum Teteh." Kata istri gue.
"Waalaikumussalammmmm, Teh Dindaaaa..." Jawab Bunda Ranggi, lalu memeluk istri gue.
Cukup lama Bunda Ranggi memeluk istri gue, sambil menangis.
Setelah tenang, Bunda Ranggi mempersilahkan kami duduk. Kemudian mulai bercerita.
"Makasih ya Bang, Teh. Udah jauh2 dateng ke mari. Abang Gavin udah gak ada Bang, Teh."
Dinda memegang tangan Bunda Ranggi.
"Abang Gavin itu anak yang kuat banget, Bang, Teh. Semangat hidupnya tinggi. Saya sebagai Bundanya, banyak belajar dari dia." Lanjut Bunda Ranggi.
"Akar bajakah yang dipesan kemaren2, sampe ke sini gak Bun?" Tanya gue.
"Sampe Bang, alhamdulillah. Sampenya, waktu tanggal 19 kemaren, tepat di hari berpulangnya Abang Gavin."
"Terakhir gue denger kabar, Abang Gavin udah mulai membaik kan Bun?"
"Iya Bang. Tapi ya gitu, kata dokter virus kanker ini adalah virus yang smart. Dia mendeteksi mood inangnya. Kalo emosi Abang Gavin lagi gak bagus, itu tangannya langsung bengkak Bang. Tapi kalo emosinya bagus, dibikin senang, dibikin ketawa, itu langsung kempes."
"Denger2 malemnya Abang Gavin gak bisa tidur ya Bun?"
"Iya Bang. Jadi ada dangdutan gitu kan di kampung sebelah, suaranya kan kenceng ya Bang. Abang Gavin keganggu, terus dari situ drop."
Bunda Ranggi menghela nafas.
"Dari situ, kita langsung bawa Abang ke rumah sakit. Di sana, saya ajak Abang ngobrol, karena saya tau dia masih bisa mendengar saya, walaupun dia gak ngomong."
Mata gue dan Dinda mulai berkaca2.
"Saya bilang, Abang yang semangat ya Bang. Laa illaha illalahhhh...Tuhan kita cuma Allah ya Banggg. Ikutin Bunda ya Banggg...laa illaha illalahhhh..."
Air mata mulai mengalir dari mata kami. Air mata bangga dan kangen, sama Abang Gavin, gaes.
"Lo bener2 hebat ya Bun. Bisa tegar, bisa cerita kek gini ke kita." Kata gue ke Bunda Ranggi.
"Iya Bang, saya berusaha tegar, karena saya sadar. Walaupun saya ini Bundanya Abang Gavin, walaupun saya sayang banget sama Abang Gavin, tapi...ada yang jauh lebih sayang sama dia Bang. Yaitu, Allah, pemiliknya. Saya, bukan pemiliknya Bang. Saya, cuma dititipi."
"Masyaallah. Astaghfirullah wa atubuillaih."
Kata gue dalem hati.
Sungguh, gue maluuu banget, mendengar ucapan Bunda Ranggi. Karena selama ini, gue ngerasa kek gitu. Gue ngerasa, bahwa anak gue adalah milik gue. Bahwa gue lah yang paling sayang sama mereka.
Padahal, ada Allah. Tuhan yang menciptakan anak2 gue. Yang memiliki anak2 gue. Sementara gue, cuma beruntung dititipin. Astaghfirullahal'adziim.
...
Selesai ngobrol2 sama Bunda Ranggi, Pak Effendhy mengantar gue dan Dinda ke makam Abang Gavin. Di sana gue berdoa, semoga Allah menempatkan dia di tempat terbaik, di surga-Nya. Aamiin.
Menjelang pamit pulang, Pak Effendhy dan Bunda Ranggi titip salam dan terima kasih buat orang2 yang udah baik dan mendoakan Abang Gavin, walaupun belum pernah bertemu muka. Terutama untuk Bunda IyFeeh Bundanya EL Cha, yang udah bersusah payah mencari dan mengirimkan obat untuk Abang Gavin. Juga untuk Neng Lynda Lamour owner dari Lamour Skincare, yang telah membuatkan pengajian khatam Quran untuk membantu penyembuhan Gavin. Semoga, Allah membalas kebaikan kalian, dengan yang jauh lebih baik. Aamiin.
Selamat beristirahat Abang Gavin. InsyaAllah Abang husnul khotimah. Aamiin.
Demikian, gue Bret Pitt.
#pacorstory
#seberapaberatsihhiduplo?
#AbangGavin
Foto : Kakak Corel dan Abang Gavin lagi sholat berjamaah di Walahar, Karawang. Lima bulan yang lalu.
Comments
Post a Comment