Jangan terpancing issue Papua merderka
DEMO DAN KERUSUHAN YANG TERENCANA
"Otak Demagog Masih Yang Sama"
Masih ingat seperti apa demo berjilid-jilid saat Pilkada DKI Jakarta 2 tahun lalu? Awalnya pidato BTP yang diedit, terus meluncur deras menjadi sebuah isu SARA yang berujung BTP mendekam di Hotel Prodeo. Padahal beberapa tahun sebelumnya hal itu sudah diucapkan juga, bahkan oleh seorang Gusdur ketika berada di Babel, namun adem ayem saja.
Kini dengan modus yang sama, melalui isu pembuangan bendera di depan asrama mahasiswa Papua yang mengakibatkan rusuh, hingga muncul umpatan konyol dari mereka yang menggerudug asrama mahasiswa Papua dengan kata 'Monyet.' Alhasil buuum demagog berhasil menggoyang tanah Papua yang sedang menggeliat dengan pembangunan.
Demo yang disertai anarkisme pun dibuat berjilid-jilid, disertai teriakan kemerdekaan Papua dari NKRI dengan bendera bintang kejoranya, disertai kepiluan dengan dibakarnya Gedung MPR, dirusaknya bandara di Sorong yang baru usai dibangun, disusul Gedung Telkom, Kantor Pos, dan SPBU dibakar, serta melempari kantor-kantor dan hotel.
Sejatinya masyarakat semakin hapal arah dan tujuannya kemana. Tak lain dan tak bukan, nantinya mereka akan mengatakan bahwa: "Jokowi presiden terlemah, dan tidak bisa mengatasi persoalan keamanan, SARA, dan berbagai pelanggaran hukum bagi kaum minoritas. Karenanya Jokowi harus diturunkan atau digulingkan"
Momen ini lebih dirasa memungkinkan karena Jokowi belum dilantik. Sebab bila sudah dilantik, maka secara konstitusi akan semakin sulit bagi mereka. Lalu apakah hanya ini saja yang mereka lalukan untuk tujuan akhir mereka? Tentu saja tidak. Mereka akan terus menghalalkan segala cara untuk memecah belah bangsa, dan terus membuat gaduh.
Serentetan peristiwa yang sebelumnya mereka lakukan sudah diulas sebelumnya. Dari berbagai persoalan BUMN hingga diviralkannya kembali ceramah UAS tentang salib yang sempat menyedot perhatian publik. Benar masyarakat sempat terpancing, namun kemudian sadar bahwa itu hanya permainan demagog, sehingga rentetan itu gagal total.
Lalu apakah watak asli orang Papua itu keras dan ngotot ingin merdeka? Tentu saja tidak. Sebagian yang berkepentingan iya, tapi itu bukan representasi masyarakat Papua secara menyeluruh. Banyak warga Papua yang cinta damai dan cinta NKRI, serta sadar betul bahwa Papua memang bagian dari NKRI, dan sangat berbeda dengan Timor Leste. Papua tak memiliki sejarah sebagai sebuah negara atau kerajaan sebelumnya.
Karenanya tentu saja ini ulah demagog atau provokator yang sejak Jokowi berkuasa merasa terganggu zona nyamannya. Jadi bukan hanya sekedar Tri Susanti dan lainnya, karena mereka hanya orang lapangan.
Ada 2 kelompok demagog yang kuat. Pertama adalah elite dalam negeri yang memiliki kepentingan dengan semua masa lalunya, dan yang kedua pihak asing yang merasa terganggu akan kepentingannya di Indonesia. Bahkan mereka sudah tak segan-segan membuat berbagai propaganda yang diunggah di YouTube. Termasuk ikut campurnya Forum Kepulauan Pasifik, utamanya Vanuatu yang mendorong kunjungan Dewan HAM PBB ke Papua, padahal sejatinya sudah dijelaskan secara rinci di Forum PBB dan tak ada protes.
Isu pelanggaran HAM itu hanya omong kosong dari agenda separatis di Papua dan beberapa negara yang berkepentingan di Papua. Realita yang ada justru tak sedikit anggota TNI dan Polri yang menjadi korban penembakan para gerombolan separatis. Bahkan ada anggota sipil yang gugur saat membangun Trans Papua. Kalau lah masyarakat pedalaman ada yang menjadi korban, itu karena perang suku di masa lalu, yang kini sudah tidak ada lagi.
Lalu apa kontribusi kita sebagai masyarakat? Pertama, STOP terpancing dengan membahas isu yang berbau SARA, utamanya yang terkait isu agama, karena bila masih terus ribut, justru itu yang mereka harapkan. Kedua, jangan ikut menyebarkan berita tentang Papua yang belum terkonfirmasi, juga jangan sebarkan foto, dan video kerusuhan. Ketiga, jangan segan-segan melaporkan akun-akun yang ikut menebar hoax tentang Papua. Keempat, terus gelorakan keutuhan NKRI dengan kebhinekaannya.
Sekarang biarkan persoalan ini ditangani oleh pemerintah melalui institusi yang berwenang. Kita tak perlu berspekulasi ini itu dulu, karena merekalah yang lebih paham konstelasi, eskalasi, dan metodenya. Khusus kepada elite politik dan tokoh agama tertentu tak perlu sok peduli bila narasinya cenderung nyinyir, dus bukan solusif. Tugas tokoh agama itu harus bisa bikin adem, dan bisa mengatakan: "Ayo tetap bersatu, karena kita semua Indonesia, dan kita tetap Pancasila"
Oleh: Wahyu Sutono
🇲🇨 Salam NKRI Gemilang 🇮🇩
Comments
Post a Comment