Film LGBT dalam perspektif Islam
"Memories of My Body", Sebuah Narasi Pelegalan Hom-s*ksual yang Harus Ditindak
Oleh. Rina Kusrina. M.Si
---
#WadahAspirasiMuslimah -- Dunia perfilman Indonesia kini semakin berani menyajikan film yang berbau kaum pelangi. Film Kucumbu Tubuh Indahku ( judul dalam Bahasa Inggris Memories of My Body) telah tayang dibioskop Indonesia mulai Maret 2019 lalu. Film besutan Sutradara Garin Nugroho (GN) ini sebetulnya sudah rilis di tahun 2018 dan ditayangkan diluar negri.
Film tersebut menceritakan kisah Warok dan Gemblak dalam adat masyarakat Jawa Timur. Warok adalah seorang laki-laki yang memainkan reog Ponorogo, sedangkan Gemblak adalah lengger lanang, penari laki-laki yang menjadi "peliharaan" yang bebas dipakai oleh Warok. Warok harus memiliki Gemblak untuk menjaga kesaktiannya dalam memainkan kesenian reog. Film ini menguak seorang anak laki-laki yang memiliki kecenderungan seksual terhadap lelaki yang kemudian menjadi lengger lanang dan gemblak yang diperebutkan.
Peleburan feminitas dan maskulinitas kental dalam film tersebut. Kehidupan nyata Warok dan Gemblak serta hubungan hom-s*ksual seolah menjadi adat yang harus diterima. Kecenderungan feminim bagi laki-laki seolah menjadi hal yang fitrah dan muncul dalam diri. Film ini menggaungkan nilai kebebasan, terutama kebebasan tubuh untuk memilih menjadi seorang homoseksual.
Masih tingginya kesadaran masyarakat akan keburukan dan dampak virus pelangi jika dilegalkan membuat media dan lembaga-lembaga dunia pendukung semakin masif menyebarkan ide tersebut baik berupa kucuran dana kegiatan-kegiatan kaum pelangi maupun bentuk pengharagaan.
Dengan pesan pelegalan kehidupan kaum pelangi tersebut maka wajar di luar negri film tersebut disambut dengan banyak penghargaan karena memiliki kesamaan ide dalam propaganda liberalisasi dunia.
Sejumlah penghargaan diantaranya Cultural Diversity Award (UNESCO) lewat Asia Pasific Screen Award 2018, Bisato D'Oro Award lewat Venice Independent Film Critic 2018, dan Best Film lewat Festival Des 3 Continents Film Prancis. Dalam film tersebut GN juga meraih penghargaan sutradara terbaik di Festival Film Tempo 2018. UNESCO sebagai lembaga dibawah PBB tentu dengan dalih HAM dan kebebasannya. Prancis dan Venice tentu sudah dikenal adalah negara yang mendengungkan kebebasan berekspresi dan yang melegalkan hom-s*ksual. Demikian halnya, penghargaan Tempo kepada GN tidak lain karena GN berani menyajikan tayangan dengan pesan kebebasan walaupun pasti akan kontroversial di masyarakat Indonesia.
Narasi pelegalan hom-s*ksual sangat kental dengan menyajikan kisah pemain kesenian reog. Hom-s*ksual Warok dan Gemblak diangkat agar masyarakat menerima bahwa itulah adat sekaligus kebiasaan hom-s*ksual yang harus diterima dan dihargai keberadaannya. Dimana adat tersebut sudah mendarah daging dalam budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Lagi-lagi, berbagai kebebasan berekspresi dan bertingkahlaku selalu dimunculkan dengan pesan melestarikan adat istiadat yang berasal dari nenek moyang. Padahal dalam Islam, jika adat istiadat bertentangan dengan syariat maka tidak dibolehkan untuk diambil atau dijadikan sebuah pembenaran.
Islam sebagai agama yang haq telah terang melarang perilaku hom-s*ksual dan sejenisnya (kaum pelangi). Kisah kaum Nabi Luth (kaum sod*m) yang diazab oleh Allah adalah karena perilaku hom-s*ksual yang mendominasi bahkan sampai jajaran pemerintahannya. Perilaku kaum pelangi merupakan penyimpangan s*ksual yang menular dan terbukti berkontribusi menghadirkan penyakit HIV/AIDS yang sekarang terus meningkat dari waktu ke waktu. Belum lagi penyakit mental yang dimiliki pelaku penyimpangan seksual seperti hiperposesif hingga menjadi seorang psikopat yang mampu melakukan aksi pembunuhan dengan cara yang sadis. Sanksi yang tegas dan berat dalam Islam merupakan indikasi bahwa perbuatan tersebut amat dilarang dan memiliki mudharat yang besar bagi kelangsungan hidup manusia.
Sanksi bagi pelaku kaum pelangi dalam Islam mulai dari ta’zir hingga hukuman mati, bila ia melakukan perilaku seks yang menyimpang seperti hom-s*ksual. Lelaki banci yang sengaja bertingkah seperti wanita (pura-pura) tidak lepas dari dua keadaan:
Pertama: Pelaku kaum pelangi atau laki-laki yang sengaja bertingkah sebagai banci tanpa terjerumus dalam perbuatan keji, ini tergolong maksiat yang tidak ada had maupun kaffaratnya. Sanksi yang pantas diterimanya bersifat ta’zir (ditentukan berdasarkan pertimbangan hakim), sesuai dengan keadaan si pelaku dan kelakuannya. Dalam hadits disebutkan, Nabi Saw. menjatuhkan sanksi kepada orang banci dengan mengasingkannya atau mengusirnya dari rumah. Demikian pula yang dilakukan oleh para Sahabat sepeninggal beliau.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ، وَقَالَ: «أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ قَالَ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلاَنًا، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا
Dari Ibnu Abbas, katanya, “Nabi Saw. melaknat para lelaki mukhannats dan para wanita mutarajjilah. Kata beliau, ‘Keluarkan mereka dari rumah kalian’, maka Nabi Saw. mengusir Si Fulan, sedangkan Umar mengusir Si Fulan” (HR. Bukhari).
==============================
Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
===============================
Facebook : https://fb.me/WadahAspirasiMuslimah
Twitter : www.twitter.com/muslimah_bogor2
Instagram: www.instagram.com/muslimah_bogor
Telegram : https://t.me/WadahAspirasiMuslimah
Comments
Post a Comment