Nadiem harus hati-hati
NADIEM HARUS HATI HATI
by M Rizal Fadillah
Di samping Menteri Agama titik rawan Kementrian Jokowi periode kini adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Entah ia dipilih khusus oleh Presiden atau atas usulan dan masukan pihak lain. Saat debat kampanye Pilpres Jokowi membanggakan "yunikon" pelesetan dari unicorn. Tentu salah satunya adalah Gojek milik Nadiem Makarim. Apakah kepincutnya ini menyebabkan pilihan Menteri jatuh kepadanya ? Hanya posisi Mendikbud menjadi perbincangan mengingat latar belakang Nadiem yang tidak berada di lingkungan pendidikan. Basis keagamaan juga menjadi perhatian.
Pendidikan berbicara tentang generasi unggul yang di samping pintar, kreatif atau mandiri juga mesti relijius. Tujuan pendidikan menurut Undang Undang No 20 tahun 2003 khususnya Pasal 3 antara lain menegaskan untuk menjadikan manusia yang "beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia.." Menteri selayaknya memiliki basis keagamaan yang baik karena relijiusitas mempengaruhi gagasan dan kerja.
Di Medsos diangkat Nadiem Makarim sebagai muslim yang menikah dengan pemberkatan Gereja. Begitulah publik selalu berusaha mengintip rekam jejak pemimpinnya. Jokowi pun urusan ziarah kuburan ayah asli atau ayah angkat juga jadi persoalan. Orang tidak meragukan kreativitas dan kesuksesan usaha Nadiem demikian juga dengan pendidikan formalnya baik di Singapura maupun Amerika. Penghargaan atas prestasinya cukup banyak. Hanya fahamkah ia dengan sistem atau pernik pernik pendidikan di Indonesia. Soal full day school Menteri terdahulu saja diserang habis. Belum isu porsi pendidikan agama.
Lompatan itu perlu, tapi melompat lompat bisa keliru.
Sekolah bukan ojek, pasti beda cara pengelolaan. Orang meragukan, tentu Nadiem harus membuktikan. Tapi dengan hati hati. Ketika Menteri Agama dirasakan oleh NU telah tercuri, maka Mendikbud pun oleh Muhammadiyah dirasakan juga sama. Dua kementrian diisi oleh yang dinilai bukan "expert".
Sekolah tidak semua berupa SMK yang mengarahkan pada kerja, kemandirian, dan ketrampilan. "Ojekisasi" tidak mungkin diterapkan untuk pembinaan berwaktu panjang mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Swasta maupun negeri. Guru Besar Pendidikan di negara kita yang "bejibun" akan memelototi Nadiem. Sistem pendidikan Eropa atau Amerika tidak bisa diterapkan copy paste.
Menteri Nadiem menghadapi tantangan berat. Kehadirannya dianggap bermasalah. Lebih berat untuk mengatasi karena memang membenahi pendidikan bukan hal yang mudah. Hati hati jangan sampai ada pernyataan "ganti Menteri ganti Kurikulum" tidak ada kesinambungan. Kasihan anak didik jadi kelinci percobaan. Guru pun ikut pusing nantinya.
Tapi sebagai Menteri yang sudah ditetapkan ya selamat bekerja saja.
Sekali lagi inilah tujuan pendidikan.
"Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab"
Semoga Jokowi mengangkat Nadiem bukan dalam rangka liberalisasi atau sekularisasi pendidikan. Bila iya maka itu hanya memperpendek umur kekuasaan saja. Rakyat akan berontak dan menumbangkan.
*) Pemerhati Politik
24 Oktober 2019
Comments
Post a Comment