Harga diri, jangan jadi buzzer
*Harga diri
Jika kalian cukup pintar menulis, lantas aktif di media sosial, maka sungguh, menjadi buzzer bayaran adalah pilihan paling konyol yang pernah ada. Mau buzzer pemerintah, atau buzzer oposisi, atau buzzer2 lain sama saja. Di Indonesia ini, elit buzzer bayaran konon hanya dibayar 3 - 4 juta saja sebagai biaya operasional. Bayangkan, berjibaku tiap hari memprovokasi, bertengkar di medsos, dll, hanya dapat uang segitu. Lebih apes lagi kalau ternyata tidak dibayar.
Karena ada remaja, yang cukup menulis satu buku. Lantas bukunya laku 10.000 eksemplar, dia bisa dapat royalti 50 juta rupiah.
Jika kalian cukup pintar menulis, lantas rajin nge-blog, bikin artikel, maka sungguh, menjadi penulis website yg selalu sibuk memuja-muja sebuah kelompok adalah pilihan paling naif yang pernah ada. Mau kelompok pemerintah, atau kelompok oposisi, dll, sama saja. Di Indonesia, website2 spesialis pendukung kelompok tertentu ini bahkan menggaji penulisnya dengan memadai saja tidak bisa. Bayangkan, setiap hari mencari topik tulisan untuk menjilat, setiap hari menceboki masalah yg dibuat orang lain, dapatnya cuma segitu. Lebih malang lagi kalau ternyata tidak dibayar serupiah pun. Zonk.
Karena ada pengguna medsos, yang cukup menulis quote2 pendek, dikasih gambar2 lucu, kemudian dia terbitkan bukunya, bisa laku 100.000 eksemplar per tahun itu buku quote. Wow, dia bisa dapat royalti berlipat-lipat ganda.
Jika kalian cukup pintar menulis, mulailah sibuk produktif dan membangun kerajaan tulisan kalian sendiri. Ngapain jadi pesuruh, apalagi corong buat orang lain?
Penulis yang netral itu: dia tidak mendukung kelompok mana pun, apalagi mendukung orang. Dia mendukung prinsip. Sesimpel itu. Isu tentang korupsi misalnya, dia mendukung prinsip tentang jangan mencuri, jangan berbohong. Maka siapapun yang hendak melemahkan perlawanan atas korupsi, dia dengan bebas bisa mengomentarinya. Peduli amat kelompok mana, orangnya siapa. Hajar. Itu korupsi, mau dikit mau banyak, tetap korup. Siapapun pelakunya, dia tetap bisa menuliskannya.
Ayo, milikilah harga diri. Kehormatan sebagai seorang penulis. Jika kalian punya harga diri seorang penulis, ssstt, bahkan saat ada undangan dari istana Raja Api, kalian bisa santai menjawabnya: "Sorry, saya tidak tertarik datang, sy sibuk ngupil." Bahkan saat ada pekerjaan yang bisa ngasih uang ratusan juta hingga milyaran, kalian bisa menjawabnya santai: "Sorry, siapa elu tadi? Ketua partai? What? Minta dibuatkan novel rilis pas pemilu? What? siapa elu tadi?" Tapi jadinya kayak sombong dong. Ssstt, orang yang menjaga prinsip hidupnya, dia memang 'sombong' sekali saat ada yang coba-coba mencoba merendahkan prinsip tsb. Bukan malah berbaris, mengemis malah minta.
Jangan habiskan bakat menulis kalian menjadi buzzer, penjilat. Ini berlaku untuk penjilat pemerintah, penjilat oposisi, dan penjilat2 lainnya. Semua masuk di sini. Jangan sia-siakan bakat menulis kalian hanya sibuk memuja-muji orang/kelompok. Ingatlah selalu, bahkan saat seseorang atau kelompok itu bagai malaikat tanpa dosa, bukan berarti kita harus menjilat pantatnya setiap pagi. Semua orang di dunia akan berubah. Nah, apa yang tidak berubah? Prinsip.
Menulislah karena membela prinsip.
*Tere Liye
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2670083379708880&id=175057005878209
Comments
Post a Comment