Teori permintaan Islam

Seri Ekonomi Keuangan Islam

*Teori Permintaan Islam*

Dalam kajian ekonomi secara mikro, pembahasan didasarkan pada perilaku individu sebagai pelaku ekonomi yang berperan menentukan tingkat harga dalam proses mekanisme pasar. Mekanisme pasar itu sendiri adalah interaksi yang terjadi antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) baik itu yang dilakukan oleh konsumen maupun produsen, sehingga harga yang diciptakan merupakan perpaduan dari kekuatan masing-masing pihak tersebut.

Oleh karena itu, maka perilaku permintaan dan penawaran merupakan konsep dasar dari kegiatan ekonomi yang lebih luas. Permintaan dan penawaran adalah dua kata yang paling sering digunakan oleh para ekonom, Keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat perekonomian pasar bekerja. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan atau peristiwa akan mempengaruhi perekonomian, terlebih dahulu harus dipikirkan tentang pengaruh keduanya terhadap permintaan dan penawaran.

Pandangan ekonomi Islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi Islam, norma dan moral “Islami” yang merupakan prinsip Islam dalam berekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.

Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fi al-syai’. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi Islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya.

Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan Islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya. Selain itu, dalam ajaran Islam, orang yang mempunyai banyak uang tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf) dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah).

Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan Islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah.

Permintaan dan penawaran merupakan perilaku konsumen dalam kegiatan ekonomi, oleh karena itu Islam mengajarkan kepada manusia dalam berperilaku ekonomi agar sesuai dengan perintah Al-Qur’an dan Hadis. Permintaan erat sekali kaitannya dengan perilaku konsumen, yakni suatu barang/jasa yang diminta oleh konsumen pada akhirnya akan digunakan untuk diambil manfaatnya.

Islam memandang perbedaan kemampuan dan pendapatan ini sebagai suatu “jalan” sosial bagi manusia lain yang memiliki kemampuan dan pendapatan yang berlebih untuk menolong sesamanya. Diajarkan dalam Islam bahwa “ tangan diatas lebih mulia daripada tangan di bawah”.

Hal ini berarti bahwa dalam Islam sangat di anjurkan untuk melakukan sedekah, infak, dan amal-amal lainnya kepada yang membutuhkan. Islam juga mewajibkan zakat, yakni mengeluarkan sebagian kecil harta yang telah melewati batas Nisab tertentu baik dari segi jumlah maupun waktu penguasaan harta tersebut. Islam adalah satu-satunya agama yang mewajibkan pengeluaran untuk kebutuhan orang lain, yakni dalam bentuk zakat. Islam sangat memperhatikan kesejahteraan umatnya, jika zakat, sedekah, waqaf dan infak dikelola dengan baik maka potensinya akan sangat baik bagi perekonomian masyarakat. Sebab, kekayaan dan harta tidak terkumpul hanya pada sebagian orang saja, ini pada akhirnya akan menjalankan roda perekonomian.

Dengan sejahteranya masyarakat, setiap orang akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya, salah satu perilaku konsumen yakni permintaan akan semakin meningkat. Permintaan terhadap suatu barang atau jasa meningkat, mengakibatkan produsen meningkatkan lagi produksi barang dan jasanya. Roda perekonomian pun akhirnya berjalan dengan baik.

Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) dalam kitab Majmu’ Fatawa menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu barang antara lain:

1. Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Di mana ketika masyarakat telah memiliki selera terhadap suatu barang maka hal ini akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut.

Keinginan atau selera masyarakat ini yang saat ini menyebabkan masyarakat tidak lagi memandang harga dalam mengkonsumsi barang maupun jasa, hal ini biasa kita lihat dari banyaknya barang-barang elektronik yang selalu memunculkan inovasi baru seperti gadged dengan berbagai merek yang selalu mengeluarkan model dengan fitur-fitur yang canggih sehingga menyebabkan peningkatan selera masyarakat meningkat untuk mebeli barang tersebut. Ini yang menyebabkan selera masyarakat terhadap barang yang berbeda selalu berubah ubah.

2. Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, maka harga barang tersebut akan semakin meningkat. Dalam hal ini dapat disamakan dengan jumlah penduduk, di mana semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah para peminat terhadap suatu barang. Ini senada dengan hukum permintaan yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat permintaan terhadap suatu barang maka semakin tinggi pula harga barang tersebut begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat permintaan terhadap suatu barang maka akan secara tidak langsung akan mengakibatkan penurunan harga terhadap suatu barang tersebut.

3. Kualitas pembeli (Al-Mu’awid). Di mana tingkat pendapatan merupakan salah satu ciri kualitas pembeli yang baik. Semakin besar tingkat pendapatan masyarakat, maka kualitas masyarakat untuk membeli suatu barang akan naik. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka akan mengakibatkan perubahan akan gaya hidupnya, ini menyebabkan semakin tingginya tingkat konsumsi atas suatu barang dan jasa.

4. Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila kebutuhan terhadap suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap barang tersebut tinggi. Dalam hal ini kita analogikan terhadap kebutuhan primer dan skunder, untuk kebutuhan primer dikategorikan sebagai kebutuhan yang kuat terhadap suatu barang, jadi harga hampir tidak berpengaruh dalam hal ini. Karena walaupun harga naik dan turunpun hal itu tidak menyurutkan para pembeli untuk mengkonsumsi barang-barang primer tersebut. atau bisa dikatakan tidak berdampak secara signifikan terhadap minat mayarakat untuk mengkonsumsi. Beda halnya dengan kebutuhan skunder, naik turunnya harga akan mempengaruhi minat masyarakat untuk mengkonsumsi.

5. Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila pembayaran dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi.

6. Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah, maka besar permintaan meningkat.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pandangan Islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar hampir sama dengan ekonomi konvensional pada umumnya. Akan tetapi terdapat batasan-batasan dari individu untuk berprilaku ekonomi sesuai dengan aturan syariah.

Islam memandang norma moral yang Islami merupakan prinsip Islam dalam berekonomi. Islam mengharuskan umatnya untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Ini berarti Islam melarang umatnya untuk mengkonsumsi hal-hal yang diharamkan. Bukan hanya hal yang diharamkan, akan tetapi hal yang halalpun akan dilarang jika dikonsumi secara berlebih lebihan. Islam memerintahkan untuk mengkonsumsi dengan tidak berlebih lebihan (israf) dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah) dalam setiap konsumsi yang dilakukan.

Islam sangat melarang permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan untuk bermegah-megahan, bermewah-mewahan. bahkan Islam mempunyai regulasi jika harta yang telah mencukupi batas nisabnya maka harus dikeluarkan zakatnya. Karena dalam Islam dalam setiap harta yang dimiki ada sebagian harta untuk orang-orang yang membutuhkan.

https://www.facebook.com/1467992930/posts/10215622662747464/

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan