Kisah sa'i dalam bertawakkal

SA'I

Ketika Siti Hajar diasingkan bersama bayinya di padang tandus, ia bertanya kepada suaminya yang meninggalkannya: apakah ini perintah Allah. Benar, jawab Ibrahim. Maka legalah hatinya. Bukankah aku istri Nabi, Allah takkan mungkin meninggalkanku?

Tapi ketawakkalan harus diletakkan di preparat mikroskop, untuk diperiksa dengan seksama.

Tatkala air dan kurma habis, dan bayi di samping kita meraung-raung, hati pun terdesak di titik nadir, berbolak-balik antara Shafa dan Marwah. Ragu dan harap. Benarkah kita akan ditolong? Benarkah Dia takkan meninggalkan kita? Lalu di mana pertolongan itu?

Tawakkal, betapa ringan hati ini membersitkannya ketika perbekalan masih utuh. Bukankah begitu?

Namun di titik penghabisan itulah, tatkala "hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah" (QS 33:10), mata air pertolongan-Nya hadir, memancar tak jauh dari mata kaki kita sendiri.

Mengapa? Karena Sang Maha Pencemburu tak ingin diduakan. Bahkan tidak dengan sekantong air dan kurma sekalipun.

(Renungan malam 22.11.2018)

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10156849257969158&id=625449157

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan