TANDA-TANDA KEBODOHAN(MISKIN LITERASI)
TANDA-TANDA KEBODOHAN
(MISKIN LITERASI)
Pierre Suteki
(Disarikan dari Ngaji Hikam)
من رأيته مجيباً عن كل ما سئل ومعبراً عن كل ما شهد وذاكراً كل ما علم فاستدل بذلك على وجود جهله
"Siapa yang engkau lihat sebagai orang yang selalu menjawab segala yang ditanyakan kepadanya, mengungkapkan segala yang disaksikannya dan menyebut segala yang diketahuinya maka simpulkanlah bahwa itulah tanda kebodohannya"
Berdasarkan kalam hikam ini, maka dapat diperinci bahwa ada 3 ciri orang bodoh itu:
1. Kalau seseorang selalu menjawab pertanyaan berarti dia adalah orang yang bodoh. Orang ini hanya menutupi kebodohannya dengan dakwaan-dakwaan (argumen) yang belum tentu benar.
Bukti kebodohan seseorang adalah selalu menjawab semua pertanyaan, menceritakan semua yang dilihat dan menyebut semua yang diketahui. Seorang murid atau seorang ‘arif dianggap bodoh jika ia selalu menjawab, dengan mengungkapkan semua yang dilihat dan dirasakan batinnya, saat ditanya tentang ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Mengapa disebut bodoh? Karena seharusnya ia mengerti bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu dibutuhkan penguasaan yang baik atas ilmu yang bersangkutan. Dan itu amat mustahil. Allah swt. berfirman,”Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS.al-Isra’:85)
Semestinya, ia juga memerhatikan kondisi penanya karena tidak semua orang layak bertanya seperti itu atau cukup mengerti ketika mendengar jawaban atas pertanyaan seperti itu. Menjawab pertanyaan orang semacam ini adalah sebuah kebodohan.
2. Selalu menceritakan apa yang dia saksikan. Ini juga menunjukkan betapa bodohnya orang tersebut. Kalau dia menceritakan suatu kecacatan (kejelekan) dari orang lain maka hal ini akan sangat berbahaya dan merupakan dosa besar. Kita tidak boleh menceritakan kejelekan orang lain karena itu merupakan rahasia Allah swt. Oleh karena itu kalau kita ingin menasehati teman kita yang melakukan maksiat kita harus menasehatinya di tempat yang sepi bukan di tempat umum, sehingga bisa diketahui orang banyak.
Mengungkapkan semua yang disaksikan sama dengan menyebarkan rahasia yang semestinya disimpan. Orang-orang yang bijak berkata, “Hati orang-orang merdeka merupakan kuburan rahasia. Rahasia adalah amanat Allah pada seorang hamba.”
Menyebarkan rahasia ke semua orang adalah tindakan khianat atau tidak amanah. Menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atas perkara-perkara gaib cukup dengan menggunakan isyarat atau anggukan. Bila dijawab dengan kata-kata, itu sama saja dengan mengumumkan dan menyebarkan rahasia ke khalayak ramai. Lagi pula, menjelaskan perkara-perkara gaib dengan kata-kata justru hanya akan membuatnya semakin tidak jelas dan tertutup karena sulit di ungkapkan dengan kata-kata.
3. Selalu mengatakan kepada orang lain apa saja yang ia ketahui. Terkadang seseorang menceritakan bahwa dia telah melakukan ibadah-ibadah maka hal ini adalah kebodohan yang sangat parah. Dia tidak pernah memikirkan apa yang dia omongkan. Dia juga tidak pernah berpikir apakah omongan tersebut termasuk tahddus bin ni'mat atau hanya ingin menunjukkan bahwa dia adalah orang yang tinggi derajatnya.
Selain itu mengungkapkan semua yang diketahui merupakan bukti tidak adanya kemampuan dalam memilah-milah ilmu pengetahuan. Bisa jadi, di antara ilmu yang diketahuinya itu ada yang tak layak untuk diberitahukan kepada orang lain karena bisa membahayakan, mendatangkan kerusakan, atau penolakan manusia. Rasullullah saw. Bersabda, “Diantara ilmu ada yang bagaikan mutiara berlumuran tanah yang tidak diketahui (bahwa itu mutiara), kecuali oleh ulama yang mengenal Allah. Jika ilmu itu diperlihatkan kepada manusia, niscaya orang-orang yang lalai kepada Allah akan menolaknya.
Saudaraku, pada suatu ketika Abu Hurairah ra. berkata,” Aku mendapat dua kantong ilmu dari Rasullullah saw. Satu kantong kusebarkan ke suluruh manusia. Yang lain tidak kusebarkan. Sekiranya kusebarkan, pasti kalian akan menggorok leherku ini.”
Muadz bin Jabal adalah sahabat nabi dan ia seorang pemuda yang kaya ilmu namun pendiam. Kelebihannya yang paling menonjol dan keitstimewaannya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya: "Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal."
Ia seorang pendiam, tak hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin. Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada Mu'adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buka suara, adalah ia sebagaimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya: "Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara."
Saudaraku, meneladani Muadz bin Jabal, maka seseorang yang kaya ilmu tidak mesti "juweh" ngobral omongan dan kita harus punya saringan, punya filter karena semua perkataan kita akan dimintai pertanggungjawabkan. Kita harus hati-hati dalam memperoleh dan menyebarkannya. Tidak kita sebarkan ilmu kecuali yg keluarnya itu bagai mutiara.
Al kisah tiga pemuda yang mendengar suatu ajaran yang meyakini bahwa bila sudah seseorang telah mencapai tahap ma'rifat maka seseorang itu tidak perlu taqlid. Mereka berusaha menyebarkan ajaran ini dengan cara yang berbeda, sebagai berikut:
1. Pemuda yang pertama, ia menyatakan itu ilmu sesat (menolak mentah-mentah). Maka ia menyebarkan bahwa hal itu adalah kesesatan nyata.
2. Pemuda yang kedua, ia menerima mentah-mentah sehingga dibisiki oleh setan utk tidak sholat dll. Maka kalau belajar tidak ada guru, gurunya tidak lain adalah setan.
3. Pemuda yang ketiga menerimanya dengan berguru, mencari tahu dan menafsirkan bahwa orang yg sdh makrifat akan melakukan ibadah dengan nikmat, tanpa diminta, tanpa disuruh, tanpa merasa sbg kewajiban tetapi kebutuhan.
Menyebarkan sesuatu itu harus hati-hati supaya tidak timbul fitnah. Mengatakan kebenaranpun perlu hati-hati. Bahkan Rasulullah menegur sahabat bilal ketika mengatakan sabda rasululloh di suatu pasar. Oleh karena itu, maka dalam menyebarkan sebuah ilmu seseorang harus tahu kapasitas dan kompetensi. Tidak asal "njeplakz", bahasa prokemnya.
Bila orang-orang alim terdahulu hanya menyebarkan 2 ilmu tetapi ia sebenarnya memiliki 10 ilmu. Namun, orang sekarang itu padahal hanya memiliki 2 ilmu tapi seolah-olah ia mengira telah menguasai 10 ilmu. Ketika kita hendak menyebarkan ilmu maka ada dua prinsip yang harus kita pegang yaitu:
1. PRINSIPNYA: SARING SEBELUM SHARING
2. PRINSIP: SHARING LILLAHITA'ALA sehingga kita tidak terkena penyakit WAHN.
Semoga Alloh menuntun kita untuk tetap menyebarkan mutiara ilmu dengan penuh tanggung jawab demi kemaslahatan umat. Jangan takut untuk SHARING informasi asal telah kita SARING. Bila kita berilmu itu tanda kita memiliki LITERASI, bila kita miskin ilmu berarti kita MISKIN LITERASI sehingga tidak nyambung bila diajak DISKUSI akhirnya lebih suka main PERSEKUSI.
#SARING before SHARING agar tidak GARING
Wallohu a'lam bishowab.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2650073225267990&id=100007960152430
Comments
Post a Comment