KERUSUHAN PAPUA DARI FENOMENA GLOBAL KE LOKAL

KERUSUHAN PAPUA DARI FENOMENA  GLOBAL KE LOKAL
Oleh: Asp Andi Syam

John Naisbitt dalam bukunya global paradox (1982) telah meramalkan masa depan dunia  yang sarat dengan paradox. Cara berfikir global tapi bertindak lokal. Negara-negara-negara besar akan pecah menjadi negara-negara kecil. Bisnis (perusahaan) kecil yang lebih efisien akan menggantikan yang besar yang tidak efisien.

Salah satu Ramalan Naisbitt adalah munculnya negara-negara-negara kecil yang merdeka karena memisahkan diri dari negara besar.

Perubahan seperti itu sudah dialami oleh Yugoslavia dan Uni Soviet. Yugoslavia terpecah karena konflik etnis yang terkenal dengan dsebutan konflik Balkan atau perang  Bosnia dan Sarajevo. Beda dengan kasus Uni Soviet diterpa angin perubahan HAM yang dihembuskan oleh Barat masa kekuasaan Presiden Jimmy Carter. Dan disusul kebijakan Michael Gorbacheve (1991) yang terbuka dan terkenal dengan ungkapan glasnost dan perestroika.

Bagaimana melihat pergolakan di Papua sekarang ini masih relevan dengan ramalan John Naisbitt itu?.

Pergolakan di Papua sekarang ini adalah hasil dari suatu perubahan dan pukulan mundur bagi NKRI. Kegagalan para elit pemimpin dan petinggi keamanan negeri mengantisipasi perubahan. Juga kelemahan intelejen mengukur kadar situasi pengaruh OPM. Kita semua terlalu asyik dengan urusan masing masing di zona nyaman.

*Gerakan kultural suku Malanesia*
Gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dipimpin oleh Benny Wanda adakah gerakan yang sudah lama. Selama ini gerakan OPM tidak mampu menyusut ditengah masyakat. Tetapi peristiwa akhir-akhir ini sangat terlihat beda eksistensi OPM.

Mestinya para elit dan petinggi militer Dan keamanan mengantisipasi sepak terjang gerakan OPM. Sekarang OPM sudah jauh masuk kedalam jantung masyarakat Papua. Menghasut dan memprovokasi masyarakat Papua. Bahkan pengaruh OPM sudah merasuk kedalam wilayah NKRI mengkader mahasiswa Papua yang kuliah di Jawa dan Sumatera. Tidak nengherankan kalau para mahasiswa itu anti merah putih dan mengibarkan bendera bintang gejora di wilayah NKRI. Tapi apakah  mereka ditangkap..? Mereka seperti istimewa dan dimanjakan rezim Jokowi.

Ditengarai ada oknum pejabat lokal ikut bikin keruh suasana dan menguntungkan OPM.

Lobbi-lobbi OPM mulai mendunia. Bisa jadi menunggangi suatu peristiwa untuk membuat kerusuhan dibuat agar makin mendunia pemberitaan perjuangan OPM. Peristiwa sekarang ini sangat menguntungkan OPM, baik lokal maupun skala global.

Bukan mustahil tujuan OPM  makin dekat. Kemungkinan OPM akan berhasil seperti Fretelin di Timor Leste, mengantar Papua  menjadi negara merdeka.
.
Gerakan rakyat Papua sekarang ini yang ingin merdeka jangan disepelekan. Ini merupakan gerakan kultural suku Malanesia di gugasan Kepulauan hitam yang memanjang dari Papua dan Aru lalu ke Timur  sampai Pasifik bagian Barat serta utara dan timur Australia.

Gerakan kultural suku Malanesia yang bangkit karena perubahan zaman. Generasi mereka sudah banyak yang berpendidikan tinggi dan sudah sadar tentang kebebasan, Ham dan demokrasi.

Dalam beberapa dekade terakhir ini, suku Malanesian telah mendirikan beberapa negara-negara kecil yang merupakan mata rantai dari Kepulauan Pasifik dari Utara sampai Selatan. Wilayah pendudukan suku Malaynesia  mulai dari Papua (bagian Indonesia), Papua Nugini merentang Solomon Islands, Vanuatu, Kolodonia Baru, Fiji dan sejumlah Pulau-Pulau kecil. Sebagai negara, mereka memiliki organisasi regional yang pertemuannya sering dihadiri Benny Wenda selaku Pimpinan OPM.

Negara-negara suku Malaynesia itulah yang mendukung gerakan takyat Papua untuk merdeka. Mereka ingin mengikuti sejak Papua Nugini Dan Timor Leste.

Tetapi juga ada kepentingan negara asing sebagai perebutan sumber daya alam. Secara diam-diam mereka ikut mengipas-ngipas situasi biar makin panas.

*Integrasi*
Sesungguhnya, integrasi rakyat Papua  dengan NKRI sudah berhasil baik selama ini  baik secara kultural maupun keamanan. Berpuluh tahun lamanya gerakan OPM tidak bisa tumbuh. Rakyat Papua dan elitnya sudah hidup nyaman dan sejahtera, terutama yang tinggal di daerah Sorong, Biak dan Monokari.

Lalu kenapa sekarang ini ada gejolak..?.

Gerakan sekarang ini bukan gerakan massa yang luas yang mewakili rakyat Papua secara keseluruhan, tapi gerakan segelincir orang-orang yang sudah terprovokasi oleh OPM. Tetapi kalau Pemerintah kurang bisa menangani secara baik, maka gerakan segelincir orang bisa meluas menjadi gerakan rakyat yang massif dan mungkin tak terkendali. Terlihat  jumlah massa yang bergerak makin besar.

*Hukum Lumpuh dan wibawa negara*
Gejolak Papua merupakan ujian penting bagi Pemerintahan Jokowi-Makruf. Apakah duet ini mampu menunjukkan kepemimpinan yang kuat Dan efektif menghadapi krisis Papua.?

Sekarang ini terlihat sepertinya hukum lumpuh di Papua. Seperti diberitakan, tindakan segelincir orang sudah anarkis membakar gedung Pemerintah (DPRD) dan menguasai kantor Gubernur. Tidak terdengar langkah  siknifikan aparat keamanan untuk mengatasi dan mengantisipasi perbuatan anarkis selanjutnya. Pemerintah sepertinya tertutup.Tidak terdengar  sudah berapa perusuh yang ditangkap atau ditahan..?. Sudah berapa korban rakyat dan aparat keamanan, menimbulkan banyak spekulasi.
Tidak terdengar sikap tegas Dan keras Presiden dan petinggi keamanan negeri, yang pemerintahan agar Polri dan ABRI bertindak tegas dan cepat menangkap para dalang perusuh. Yang ada hanya kata-kata yang bersifat himbauan. Misalnya akan mencari dalang perusuh.

Seharusnya muncul pernyataan dosis tinggi dari Presiden sebagai negarawan atau petinggi negara lainnya tentang penyesalan dan akan bertindak tegas untuk memulihkan ketertiban dan menjaga keutuhan NKRI.

Pendekatan keamanan yang sangat soft itu, berakibat makin banyak massa yang berkumpul dan berlanjutnya perbuatan anarkis itu dengan membakar  fasilitas umum (Telkomsel) Dan Kantor Pos.  Begitu diberitakan. Juga diberitakan Mahasiswa menurunkan bendera merah putih dan menaikkan bendera bintang gejora dikantor Gubernur. Mengembalikkan bendera merah putih kepada Walikota Papua.

Juga di Jakarta di beritakan bahwa mahasiswa Papua  waktu demo dihadapan Istana  Presiden Jokowi membawa  bendera bintang gejora.

Sepertinya Presiden Jokowi dan jajaran petinggi keamanan memanjakan rakyat Papua karena 90 % suara rakyat Papua memilih Jokowi. Sikap seperti ini kurang negarawan yang mesti berlaku adil pada semua rakyat Indonesia. Dulu rencana demo pendukung 02 di KPU, aparat keamanan berusaha membendung masuknya massa dari Jawa Timur, Jawa Tengah Dan Jawa Barat. Sekarang rakyat Papua sudah anarkis dan makin hari kumpulan massa masuk kota-kota Papua meningkat, kok nggak dibendung.

Terlihat, wibawah negara dan pemimpinnya mulai diinjak-injak. Tapi toh, tak ada suara lantang yang marah Dan tegas dari Presiden maupun pembantunya yang bertanggung jawab dibidang keamanan.

Karusuhan Papua Papua adalah efek dari serangan sejumlah oknum pada Asrama Mahasiswa  Papua di Surabaya. Disini juga seperti hukum lumpuh dan kurang tranparan.Mestinya segera diumumkan siapa-siapa para pelaku penyeragan itu yang sudah ditangkap dan bagimana proses hukumnya.

*Destabilitasi NKRI*
Kalau kita urut kembali berbagai peristiwa yang terjadi memang ada semacam pancingan kekerasan agar terjadi kerusuhan atau konflik horizontal sebagai bentuk destabilisasi NKRI. Menggerogoti NKRI. Ini hanya terjadi pada era pemerintahan rezim Jokowi.

Berbagai peristiwa seperti persekusi para Ustad/kiyai, tiba-tiba muncul orang-orang gila yang mendatangani para Kiyai atau tokoh agama menganiaya hingga ada yang meninggal. Peristiwa pembakaran bendera tauhid oleh oknum-oknum Banser di Garut. Semua itu merupakan modus yang bisa menimbulkan kerusuhan NKRI. Tapi ummat  Islam tidak terpancing terutama ormas-ormas Islam yang tidak sepaham dengan Pemerintah. Artinya target kerusuhan tidak tercapai, tapi hukum dibuat lumpuh.

Tetapi Rakyat dan Mahasiswa Papua terpancing atau terprovokasi oleh penyerangan Asrama mahasisiwa Papua di Surabaya, seolah  sudah ada  persiapan untuk bereaksi. Salah satu faktor penyebanya karena tak ada tindakan yang cepat dan transparan dari aparat keamanan. Hal itu terlihat reaksi massa yang sangat cepat di Papua.

Bahaya kasus Papua ini, kalau cara pemerintahan kurang tepat bisa memucu aksi rasial, suku dan agama. Di Sorong dan Biak banyak warga pendatang mengadu nasib disana.

Secara Ham, rakyat Papua tentu punya hak menentukan nasib sendiri, namun sebagai bangsa Indonesia tak ada seorang pun yang menerima saudaranya orang-orang Papua memisahkan diri. Papua baik secara teritorial maupun kultural sudah merupakan bagian dari jiwa bangsa Indonesia.

Papua adalah dalah satu sumber penghasilan besar Indonesia bersama Kaltim, Aceh dan Riau.

Kalau Papua lepas tentu NKRI menangis..!!

*Hikmahjalan
Asp Andy Syam
Peduli Kepemimpinan Nasional.

Comments

Popular posts from this blog

Tingkatkan Pengetahuan Anda! TAHUKAH ANDA?

Menyambut Ramadhan

Mencampuradukkan ajaran agama lain ke dalam Islam