Islam Tertutup oleh Umat Islam
Al-Islamu Mahjuubun Bil Muslimin (Islam Tertutup oleh Umat Islam)
Syaikh Muhammad Abduh pernah berdakwah sekian lama di Paris. Bahkan dari Paris, Syaikh Muhammad Abduh menerbitkan majalah dakwah “Al-Urwah Al-Wusqa” untuk menyadarkan dan menggerakkan kaum muslimin di seluruh dunia.
Di Paris, Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan segala keluhuran dan kemuliaan ajaran agama Islam. Di tangannya, tidak sedikit orang-orang Prancis yang masuk Islam. Mereka masuk Islam karena takjub dengan keindahan dan keluhuran ajaran agama Islam.
Hingga suatu hari, Syaikh Muhammad Abduh harus meninggalkan Paris dan kembali ke dunia Arab, lalu kembali ke Mesir. Syaikh Muhammad Abduh kembali mengajar di Al-Azhar University, Kairo.
Sekian lama ditinggal Syaikh Muhammad Abduh, murid-murid dan jamaah Syaikh Muhammad Abduh di Paris merasakan kerinduan untuk berjumpa dengan gurunya. Di antara mereka ada beberapa orang yang nekat melakukan perjalanan panjang untuk menjumpai sang gurunya, yaitu Syaikh Muhammad Abduh.
Mereka melakukan perjalanan darat, lalu perjalanan laut menyeberangi Lautan Mediterania. Selain ingin berjumpa Syaikh Muhammad Abduh, mereka berharap akan menemukan saudara seiman dengan kualitas hidup yang indah, dalam peradaban yang indah.
Mereka membayangkan bahwa Mesir, tempat sang guru lahir dan besar, tempat Al-Azhar berdiri dan ribuan ulama dari waktu ke waktu menebar ilmu dan berdakwah, pastilah sebuah negeri dengan cara hidup sangat islami yang indah.
Kebersihannya pasti sangat terjaga melebihi Paris. Sebab orang-orang Mesir sangat hafal hadist “Ath thaharu syatrul iman”, kebersihan itu separuh dari iman. Pastilah tidak ada orang yang miskin, sebab semua menunaikan zakat. Dan gambaran-gambaran lainnya yang terbayang indah.
Keindahan itu muncul begitu saja karena penjelasan-penjelasan Syaikh Muhammad Abduh tentang kesempurnaan ajaran agama Islam.
Tatkala kapal yang mereka tumpangi merapat ke pelabuhan Port Said, dan para penumpang satu per satu turun. Mereka juga turun. Murid-murid Syaikh Muhammad Abduh dari Paris itu, kaget bukan main menyaksikan pelabuhan Port Said yang semerawut.
Orang-orang Mesir yang tidak bisa tertib, kata-kata yang keras dan kasar, dan kebersihan yang tidak dijaga. Dan pengemis ada di mana-mana.
Mereka mencoba menghibur diri. Sebuah kota pelabuhan bisa dimaklumi. Mereka lalu melanjutkan perjalanan ke Kairo. Sampai di Kairo, mereka benar-benar kaget dan kecewa. Gambaran keindahan peradaban Islam seperti yang disampaikan Syaikh Muhammad Abduh, tidak mereka jumpai.
Mereka kecewa. Tak jauh dari Masjid Al-Azhar, mereka menyaksikan seorang lelaki berjubah, kencing dengan berdiri menghadap tembok. “Mana adab-adab Islami yang indah itu? Bukankah buang air kecil ada adab-adabnya? Apakah orang itu tidak tau adabnya? Bukankah dia hidup di dekat Al-Azhar?”
Mereka juga menyaksikan pengemis yang kumal di area Maydan Husein. “Apakah mereka tidak malu kepada Rasulullah? Bukankah Rasulullah tidak menyukai umatnya jadi peminta-minta? Kenapa mereka meminta-minta? Apakah mereka tidak malu meminta-minta di dekat Al-Azhar? Apakah ulama-ulama Al-Azhar tidak ada yang mengingatkan? Apakah orang-orang kaya di sini tidak bayar zakat?”
Ribuan pertanyaan berjubel di kepala mereka. Mereka terpukul dan kecewa. Mereka sedih, mengapa mereka mendapati kenyataan yang pahit dan mengenaskan itu? Lezatnya iman yang mereka rasakan selama ini, sekarang dibenturkan dengan kenyataan rill umat Islam yang jauh dari imajinasi keluhuran ajaran agama Islam yang mereka imani.
Mereka akhirnya menemukan kantor Syaikh Muhammad Abduh. Dan mereka pun menjumpai sang guru yang dirindukan. Begitu mereka bertemu dengan Syaikh Muhammad Abduh, mereka protes tentang apa yang mereka lihat sejak turun kapal dan menginjak tanah Mesir hingga sampai di jantung Al-Azhar. Mereka mengungkapkan kekecewaannya kepada sang guru.
“Kami berharap mendapatkan contoh Islam yang hidup di Mesir ini, Syaikh. Tapi sungguh jauh dari yang kami harapkan. Kami hampir-hampir tidak menemukan Islam dipraktikkan di sini? Mana Islam yang indah, Islam yang luhur seperti yang Syaikh ajarkan kepada kami saat di Paris dulu? Kenapa hanya dalam selemparan batu dari Masjid Al-Azhar, ada lelaki berjubah mengencingi tembok sambil berdiri? Mengapa Paris yang tidak mengenal ajaran agama Islam lebih bersih dan lebih teratur daripada Kairo? Sesungguhnya apa yang terjadi Syaikh?”
Bibir Syaikh Muhammad Abduh kelu. Ulama besar itu tidak bisa menjawab pertanyaan bernada protes dari murid-murid terkasihnya itu. Kedua mata Syaikh Muhammad Abduh basah. Ada kesedihan luar biasa menyusup ke dalam hatinya.
Dengan menahan isak, Syaikh Muhammad Abduh mengucapkan kalimat yang kemudian terkenal di seantero dunia Islam. “Al-Islamu mahjuubun bil muslimin”, Islam tertutup oleh umat Islam. Cahaya keindahan Islam tertutupi oleh prilaku buruk umat Islam.
Dan perilaku-perilaku itu sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam. Tidak juga bagian dari ajaran Islam. Akan tetapi karena dari mulut mereka setiap saat mengaku bahwa mereka adalah umat Islam, maka wajar jika banyak orang menganggap seperti itulah ajaran agama Islam.
Padahal itu bukan ajaran agama Islam.
Akibatnya, jika yang dilihat adalah perilaku sebagian umat Islam yang tidak terpuji itu, dan itu yang dijadikan timbangan, maka orang bisa antipasti kepada Islam. Tak ayal, cahaya keindahan Islam tertutupi. Tragisnya, yang menutupi cahaya itu justru perilaku pemeluknya yang tidak Islami.
Habiburrahman El Shirazy . Ayat Ayat Cinta 2. 386-389.
Comments
Post a Comment