Feminisme vs menyembah suami?

Merebut tafsir: Menyembah suami

Sebuah youtube  menayangkan ceramah pengajian kaum ukhti. Sang ustazah mengenakan burqa berbaju hijau sambil memegang mikrophon.  Ia menasihati jamaahnya yang ia sapa "ukht" (saudari perempuan) agar jika suami mengajak pergi, tak usah bertanya, langsung mandi, ganti baju, dan ikuti perintah suaminya. Lebih lanjut ia mengajarkan bahwa meksipun istri telah khatam 30 juz, pendidikan lebih tinggi, lebih kaya, dan memiliki kelebihan-kelebihan lainnya, istri harus tetap tunduk, patuh kepada suami dan merendah di bawah (posisi) suami. Hal itu menurutnya bagian dari adab (etika) dalam Islam.

Saya terus terang tak terkejut. Dan juga tak khawatir.  Ada sejumlah alasan: Pertama, watak ajaran Islam  meskipun bicara soal urusan akhirat kelak (tidak empirik), namun pada dasarnya agama diturunkan kepada orang yang berakal dan berpikir. Dalam ajaran agama Islam penekanan pada pentingnya orang berpikir itu sangat utama. Dan dasar untuk berpikir adakah BERTANYA. Jadi bagaimana mungkin kepada suami kita tak boleh bertanya, sedang kepada Allah saja  kita diperintahkan untuk berpikir yang didasari dengan perintah untuk bertanya, skeptis, meragukan, lalu akal dan nurani akan menuntun manusia kepada kebenaran hakiki. 
Kedua, di hampir setiap ayat yang mengajarkan tentang semesta, seperti tanda-tanda kehidupan, pergantian siang dan malam, tentang awan dan hujan, bumi dan langit, tentang tumbuh-tumbuhan dll, semuanya  bermuara kepada nilai-nilai yang menuntun pada ajaran TAUHID / monoteisme. Apakah kamu tidak berpikir? (Siapa Yang Maha Kuasa di balik itu semua). Ajaran TAUHID dalam Islam merupakan ajaran  yang sangat keras atau bahkan dapat dikatakan sangat radikal. Sebab ajaran Tauhid  menuntut kepasrahan, ketundukan total manusia kepada Allah tidak ada yang layak disembah manusia kecuali Tuhan..
Meski begitu  dalam Islam nilai monoteisme atau Tauhid  tidak diajarkan sebagai sebuah indoktrinasi  buta.   Kemampuan berpikir merupakan prasyarat dan menjadi  jembatan menuju inti ajaran Tauhid.  Hal ini bukan hanya diajarkan oleh Nabi Muhammad, bahkan sejak nabi Ibrahim as, " Bagaimana manusia menyembah matahari, bintang, rembulan  sedang mereka pun  terbit dan tenggelam, itu pasti ada yang menggerakannya".
Dalam ajaran Tauhid secara sangat keras diajarkan larangan manusia menuhankan apa pun di alam semesta, manusia dilarang menyembah sesama  manusia: hamba kepada majikan, rakyat kepada raja, anak kepada orang tua/ayah, istri kepada suami. Islam tampaknya sangat menyadari betapa bahayanya relasi kuasa antara manusia karena di sana ada unsur power dan ketergantungan yang sangat nyata. Karenanya nilai ajaran Tauhid luar biasa keras dalam melarang sikap menghamba, tunduk, pasrah bongkokan. Dalam dunia moderen, ajaran Tauhid yang menihilkan kuasa manusia atas manusia yang lain  atau bentuk-bentuk penghambaan sangat relevan dengan prinsip-prinsip HAM.
Ketiga, Islam Indonesia tumbuh dalam masyarakat agraris egaliter. Meskipun unsur feodalisme menjadi elemen penting dalam membangun relasi, namun sumbangan perempuan sangat dikenali secara kultural. Karenanya dasar-dasar hubungan yang setara merupakan urat nadi relasi antara lelaki dan perempuan, suami an istri.
Harus diakui  hubungan -hubungan itu tidak sempurna, sebab bagaimana pun Indonesia mengenali ajaran yang asimetris antara lelaki dan perempuan. Dan hal itu tak lepas dari ajaran feodalisme Jawa yang memperkenalkan hubungan asimestris kawula lan gusti.  Namun ajaran Islam yang mengutamakan nilai -nilai Tauhid telah mengajari kita bahwa penghambaan kepada manusia bukan saja melawan hakikat manusia merdeka tetapi juga ajaran yang paling prinsip dalam Islam: TAUHID.
Atas dasar itulah saya tak cemas dan khawatir dengan ceramah sang ukhti yang mengajarkan istri tak boleh bertanya kepada suami,  dan harus patuh buta kepada suami.  Pendapat ini menurut saya  menyalahi ajaran paling prinsip dalam Islam: TAUHID! 
Mungkin ia hafiz 30 juz, namun dengan mengajarkan istri harus tunduk patuh, pasrah merendah kepada suami  tampaknya menyelami surat al Ikhlas pun boleh dipertanyakan. Andai saja  sang ukhti itu belajar feminisme ia akan  tahu menyembah sesama manusia itu hal yang paling terlarang dalam feminisme.   Feminisme adalah metodologi yang mengajarkan kepada manusia tentang PENIHILAN  kepada  tuhan-tuhan ciptaan manusia. Feminisme mengajarkan  manusia untuk berani  beragama dengan BERPIKIR. Mengubah ajaran agama yang semula hanya rapalan mantra menjadi daya untuk  pembebasan atas penghambaan sesama manusia !

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan