Naturalisasi vs politik
Mengapa Naturalisasi?
(Politik)
By Babo EJB
Masalah Abas adalah karena dia berpolitik dalam melaksanakan kebijakannya. Padahal politik itu hanya ada ketika proses Pilgub. Setelah terpilih, dia bukan politisi tetapi birokrat atau pegawai yang levelnya dalam hirarki ketatanegaraan hanyalah Manager, bukan pula GM.
Jadi tugasnya, ya hanya kerja mengikuti SOP yang diatur PERDA, UU, dan PP, Permen. Engga ada hak dia membuat kebijakan politik dan tidak ada hak dia bicara politik. Resiko atas pekerjaannya selagi sesuai dengan SOP, itu ada pada presiden. Mengapa? dari segi tekhnis, Daerah itu melaksanakan kebijakan umum Presiden. itu bisa diliat dari kebijakan soal DAU dan DAK. Jelas sekali itu.
Soal Naturalisasi? itu jelas Abas berpolitik. Mengapa? karena kebijakan Pusat soal pengendalian banjir itu dengan cara normalisasi sungai. Dimana politiknya? Abas tahu bahwa hak atas sungai itu ada pada pusat. Tetapi dia juga tahu, hak atas bantaran sungai itu hak daerah.
Abas sangat paham, kalau dia mengikuti program normalisasi maka dia harus menggusur daerah bantaran sungai. Hak dan kewajiban gusur itu ada pada dia. Anggarannya tersedia di Pusat. Tanpa itu, program normalisasi sungai engga jalan. Secara politik normalisasi sungai sangat merugikan dia. Itu sebab muncul program naturalisasi? Ini cara Abas berpolitik untuk menghindari normalisasi. Menghindari penggusuran.
Dia tahu secara teori naturalisasi tidak sama dengan normalisasi sungai. Normalisasi itu bukan teori tetapi metodelogi. Namun dia juga tahu secara tekhnis tidak mungkin bisa mengerjakan naturalisasi. Mengapa ? Kalau anggaran normalisasi itu 10, tapi naturalisasi bisa 100.
Karena normalisasi hanya menggusur bantaran sungai. Sementara naturalisasi bukan hanya menggusur bantaran sungai tetapi juga hunian di luar bantaran sungai untuk RHT. Darimana duitnya? engga mungkin ada. Apa lagi anggaran normalisasi sungai itu dari Bank Dunia, yang tidak mengganti uang diluar bantaran sungai.
Nah karena anggaran naturalisai ditolak, ya Abas juga engga kerjakan normalisasi sungai. Anggaran pengedalian banjir yang diatur pusat untuk normalisasi dia pangkas begitu saja sampai semua budget naturalisasi yang dia minta disetujui “ Ane mau gusur, tetapi bukan hanya di bantaran sungai termasuk juga diluar bantaran sungai untuk RHT.
Kalau engga ada duit, mending engga usah kerjain, engga usah ada penggusuran. Tunggu aja kalau uang udah ada. “ Pinter kan. Sangat pinter menghindari dari tugas menggusur warga di bantaran kali. Sangat pintar mengamankan elektabilitas dan populeritas dari adanya penggusuran. Benarkah?
Kalau dia berpikir secara SOP, tidak perlu kawatir soal politik akibat penggusuran. Karena toh itu kebijakan Pusat, dia hanya melaksanakan saja. Dan lagi program penggusuran itu bukan hanya sekedar usir orang. Tetapi dilengkapi dengan program relokasi, yang di dalamnya ada pengadaan rumah susun, perbaikan lingkungan, fasilitas sosial, pendidikan dan kesehatan, dukungan mikro financing bagi masyarakat yang terkena relokasi agar mereka bisa berwiraswata di tempat yang baru.
Abas engga perlu repot repot cari solusi subsidi soal rumah murah, sampai ada istilah DP 0% yang tak terjangkau oleh kaum miskin. Lakukan saja normalisasi , dia dapat Rusun untuk rakyat, dapatkan dukungan micro financing untuk masyarakat. Enak kan.
Karena terus didesak, dia punya alasan “ tunggu aja bendungan di puncak bogor selesai. Sumber banjir disana.” Dia tahu, bendungan itu baru akan selesai tahun 2020, dan efektif 2021.
Ketahuan kan belangnya. Dia hanya buying time menuju Pilpres 2024. Agenda dia jadi gubernur bukan melaksanakan visi presiden tetapi visi ingin jadi presiden.
Dah gitu aja. Hebat politiknya, tetapi raja tega.
https://www.facebook.com/100000123591018/posts/3208305699183518/
Comments
Post a Comment