Lelaki dan Perempun

LELAKI dan PEREMPUAN

Salah satu persoalan yang mendapat perhatian serius dalam ajaran Islam adalah kedudukan dan hubungan lelaki dan perempuan. Ini dapat dibuktikan dengan merujuk ke sejarah umat manusia sambil membandingkan sikap dan tuntunan Islam dengan sikap selainnya.

Kita tidak perlu menengok ke sejarah silam masa Peradaban Yunani dan Romawi atau ketentuan-ketentuan menyangkut perempuan / istri di India atau di aneka belahan dunia. Cukup dengan mempelajari sejarah masyarakat Eropa pada abad XIX, bahkan XX, akan ditemukan betapa ajaran Islam sangat menghargai perempuan, antara lain, dengan menyejajarkannya dan memberinya hak-hak sipil yang setara dengan lelaki serta mendorongnya mencapai kedudukan yang terhormat, antara lain, dengan anjuran Islam agar para perempuan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan.

"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seorang lelaki mukmin dan perempuan mukminah." Demikian sabda Nabi saw. Bandingkanlah itu dengan keadaan di Inggris sampai tahun 1805, saat perundang-undangan Inggris mengakui hak suami untuk menjual istrinya. Bahkan sampai 1882 perempuan di Inggris belum memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh dan tidak juga memiliki hak menuntut ke pengadilan.

Pada saat yang sama, Kondisi perempuan di Amerika tidak lebih baik. Ketika Elizabeth Blackwell (lahir 1821), dokter perempuan pertama di dunia, menyelesaikan studinya di Geneve University pada 1849, teman-temannya yang bertempat tinggal dengannya memboikotnya dengan dalih, "Perempuan tidak boleh memperoleh Pendidikan". Bahkan ketika sementara dokter merencanakan mendirikan Institut Kedokteran untuk perempuan di Philadelphia Amerika Serikat, Ikatan Dokter setempat mengancam memboikot siapa pun yang bersedia mengajar di sana.

Itu sedikit dari sikap negatif yang dialami perempuan di masyarakat Barat, bahkan dari orang-orang terpelajar mereka.

Kesamaan dan Kesetaraan Perempuan dan Lelaki

Islam menekankan kesamaan kemanusiaan lelaki dan perempuan. Semua  Lelaki dan Perempuan lahir dari seorang lelaki dan perempuan, sehingga mereka semua sama dari sisi kemanusiaan (QS. an-Nisa' (4) : 1).

Ide yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam yang sebelah kiri bukan bersumber dari al-Qur'an, tetapi dari hadits yang diperselisihkan kesahihannya. Sekian banyak yang menyatakan bahwa pasangan Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam yang bengkok. Ini berdasar satu riwayat yang menyatakan bahwa Rasul saw bersabda, "Saling wasiat mewasiatilah untuk berbuat baik kepada wanita. Karena mereka itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, kalau engkau membiarkannya dia tetap bengkok, dan kalau engkau berupaya meluruskannya dia akan patah." (HR. at-Tirmidzi melalui Abu Hurairah).

Ada yang memahami hadits di atas, terutama ulama masa lampau, secara harfiah. Namun ulama kontemporer memahaminya dalam arti metafor, bahkan ada yang Menolak kesahihannya. Yang memahami secara metafor menyatakan bahwa hadits ini mengingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Ada sifat dan kodrat bawaan mereka yang berbeda dengan lelaki sehingga bila tidak disadari akan mengantar lelaki bersikap tidak wajar. Tidak ada yang mampu mengubah kodrat bawaan itu. Kalaupun ada yang berusaha, maka akibatnya akan fatal seperti upaya Meluruskan tulang rusuk yang bengkok. Salah satu bawaan tersebut, yang berbeda dengan lelaki, adalah kebiasaan banyak perempuan menumpahkan isi hati dan perasaannya kepada selainnya, sedang lelaki menutup diri dan tertutup atau apa yang diistilahkan oleh sesama ilmuwan sebagai "masuk ke guanya".

Ide kelahiran Hawa dari tulang rusuk Adam, menurut Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, timbul dari apa yang termaktub dalam Perjanjian Lama (Kejadian II: 21-22) yang menyatakan bahwa ketika Adam tidur lelap, "... maka diambil Oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupkannya pula tempat itu dengan daging. Maka dari tulang yang telah dikeluarkan dari Adam itu dibuat Tuhan seorang perempuan."

Pakar tafsir dan ulama besar Rasyid Ridha menulis dalam tafsirnya, "Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Perjanjian Lama, seperti redaksi di atas, niscaya pendapat yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang Muslim."

Perlu dicatat, seandainya pun, sekali lagi seandainya pun, pasangan Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam, itu bukan berarti bahwa kedudukan perempuan selain Hawa demikian juga, atau lebih rendah dibanding dengan lelaki. Ini karena semua lelaki dan perempuan anak cucu Adam lahir dari gabungan antara lelaki dan perempuan sebagaimana bunyi QS al-Hujarat (49) : 13, "Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Hakikat diatas diperkuat juga oleh penegasan-Nya, "Sebagian kamu dari sebagian yang lain" (QS. al-Imran (3) : 195), yakni lelaki dan perempuan lahir dari pasangan yang terdiri dari seorang lelaki bersama seorang perempuan. Karena itu, sekali lagi, dari segi kemanusiaan tidak ada perbedaan antara keduanya. Kekuatan lelaki dibutuhkan perempuan dan kelemahlembutan perempuan didambakan lelaki. Jarum harus lebih kuat dari kain dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi dan kain pun tidak akan terlahir. Dengan berpasangan, akan tercipta pakaian yang indah, serasi dan nyaman.

Perlakuan Allah Setara antara Lelaki dan Perempuan

Pada prinsipnya, kedua jenis kelamin manusia ini sama / setara dari segi perlakuan Allah kepada masing-masing. Sekian banyak ayat al-Qur'an yang menegaskan hakikat ini (QS. Ali Imran (3) : 195 dan al-Ahzab (33) : 35).

Perempuan dibolehkan berusaha dan bekerja selama pekerjaan itu dibutuhkan dan atau selama pekerjaan membutuhkannya. Masing-masing memiliki hak dalam mengelola dan menikmati hasil usahanya. Demikian ditegaskan QS an-Nisa (4) : 32. Kalau sementara agamawan non-muslim menuduh perempuan sebagai penyebab keluarnya leluhur manusia dari surga dan bahwa perempuan adalah alat setan untuk menggoda, maka tidak demikian pandangan al-Qur'an yang menegaskan bahwa keduanya digoda setan (QS. al-Baqarah (2) : 36). Bahkan diperoleh kesan bahwa tanggung jawab seharusnya lebih besar terhadap Adam yang merupakan suami ibu kita Hawa karena dia adalah pemimpin yang seharusnya lebih tegar daripada istrinya.

Perempuan sama dengan lelaki dalam kebebasan mengemukakan pendapat bahkan pandangan politik sekalipun.

Perempuan Muslimah Memperjuangkan Kesetaraan pada Masa Nabi saw

Sejak Masa Nabi saw perempuan telah menyadari kesetaraannya dengan lelaki. Riwayat-riwayat mencatat beberapa nama seperti Ummu Salamah, Asma' binti 'Umais, Ummu 'Umarah al-Anshariyah. Masing-masing menemui Nabi saw dan menanyakan mengapa lelaki banyak disebut dalam al-Qur'an atau mengapa terasa bahwa bidang pengabdian perempuan lebih sempit daripada lelaki. Dalam konteks "tuntutan" itulah turun firman Allah dalam QS. al-Ahzab (33): 35 yang menggandengkan penyebutan lelaki dan perempuan dalam sekian banyak arena pengabdian. Di sana Allah berfirman, "Sesungguhnya lelaki muslim dan perempuan muslimah, lelaki mukmin dan perempuan mukminah, lelaki yang taat dan perempuan yang taat, demikian pula, lelaki yang benar dan perempuan yang benar, lelaki penyabar dan perempuan penyabar, lelaki yang khusyu' dan perempuan yang khusyu', lelaki yang gemar bersedekah dan perempuan yang gemar bersedekah, lelaki yang seringkali berpuasa dan perempuan yang seringkali berpuasa, lelaki yang selalu memelihara kemaluannya dan perempuan yang selalu memeliharanya juga, lelaki yang banyak berzikir menyebut nama Allah dan perempuan yang banyak berzikir menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk tiap-tiap orang dari mereka baik lelaki maupun perempuan ampunan dan pahala yang besar."

Mestinya pertanyaan / tuntutan diatas tidak perlu dipertanyakan karena pastilah para perempuan itu mengetahui bahwa bahasa Arab dalam rangka kesingkatan cukup menyebut lelaki (kata yang berbentuk maskulin) dan itu telah mencakup perempuan. Karena itu, kalau perempuan hendak dipisahkan maka pasti ada redaksi lain yang jelas mengeluarkan mereka. Ayat-ayat diatas sengaja menyebut lelaki dan perempuan dalam sifat-sifat yang sama dengan maksud menekankan peranan perempuan dan kesetaraan mereka dengan lelaki dalam segala amal kebajikan yang disebut diatas serta dalam ganjaran yang menanti kedua jenis kelamin itu. Allah tidak membedakan mereka, bahkan Allah secara khusus menurunkan surah yang diberi nama an-Nisa' untuk menjelaskan hak-hak perempuan yang memang pada masa turunnya al-Qur'an diabaikan, bahkan tidak jarang hingga kini diabaikan atau dilupakan.

Selain melalui ayat diatas, perempuan tidak segan menuntut sesuatu dari Rasul saw atau bertanya mengapa ini tidak boleh kami lakukan padahal lelaki boleh.

Cendekiawan muslim kontemporer dan ulama besar Mesir, Muhammad 'Imarah, mengutip kisah Asma' binti Yazid yang datang kepada Nabi saw atas nama rekan-rekannya yang menuntut di hadapan sahabat Nabi saw kesetaraan upah lelaki dan perempuan walau dengan profesi berbeda. Rasul saw terkesan dengan ucapannya, dan menoleh kepada lelaki agar mendengar ucapan perempuan yang pandai menyampaikan aspirasi rekan-rekan perempuannya dan yang pada akhirnya Rasul saw menyetujui usul Asma' itu.

Sejak zaman Rasul saw perempuan telah aktif, masing-masing sesuai dengan kemampuan dan kecenderungannya serta sesuai pula dengan kebutuhannya atau kebutuhan masyarakatnya. Mereka terlibat dalam kegiatan sosial, bahkan dalam kegiatan politik.

Perempuan lain, Umaimah binti Rafiqah menceritakan bahwa dia datang kepada Rasul saw bersama rekan-rekan perempuannya dan meminta agar dibaiat (diambil janji setia) oleh Rasul saw. Beliau mengabulkan permintaan itu sambil mengingatkan bahwa baiat itu harus sesuai dengan kemampuan mereka, dalam kedudukan mereka sebagai perempuan (HR Ibnu Majah). Pada peristiwa baiat al-Aqabah yang menjadi tonggak masyarakat Islam di Madinah, ada dua perempuan. Sedang pada baiat ar-Ridhwan yang salah satu butirnya adalah kesediaan berperang melawan musuh yang menganiaya juga tercatat nama-nama perempuan. Dalam situasi perang banyak sekali perempuan yang terlibat, khususnya dalam kegiatan pengobatan dan perawatan, bahkan dalam perang Hunain Ummu Sulaim binti Malhan ra (ibu sahabat dan pembantu Nabi saw, Anas bin Malik ra) terlihat membawa senjata tajam. Sahabat Nabi saw Abu Thalhah ra yang melihat senjata itu menyampaikan kepada Nabi saw, lalu beliau bertanya, "Untuk apa senjata itu?" Ummu Sulaim menjawab, "Kalau ada musuh yang mendekat kepadaku, akan kubelah perutnya." Mendengar jawabannya, Nabi saw tersenyum (HR Muslim).

Perbedaan antara Lelaki dan Perempuan

Memang ada sifat-sifat pada lelaki yang tidak / kurang dimiliki perempuan, demikian juga sebaliknya. Itu demikian agar masing-masing dapat saling melengkapi. Semua harus mengakui adanya perbedaan-perbedaan fisik dan psikis antara kedua jenis kelamin itu, perbedaan-perbedaan itu terlihat jelas dalam keseharian dan terbukti pula melalui kesaksian para ilmuwan. Dari sini lahir sekian banyak perbedaan tuntunan / kewajiban dan anjuran antar lelaki dan perempuan, tetapi perbedaan itu tidak mencederai keadilan. Mempersamakan sepenuhnya dua hal yang memiliki perbedaan bukanlah keadilan. Tuhan, atau biarlah yang tidak percaya adanya Tuhan menyebutnya dengan "Alam", tidak menghilangkan dua hal berbeda lalu menjadikannya memiliki kesamaan penuh dalam bentuk, sifat dan fungsinya. Bentuk diciptakan agar mampu digunakan sesuai dengan fungsi yang diharapkan darinya. Pisau diciptakan tajam karena diharapkan berfungsi sebagai alat pemotong, bibir gelas dijadikan halus tapi tidak tajam agar fungsinya sebagai alat minum dapat terpenuhi tanpa mencederai bibir. Perempuan dianugerahi emosi dan potensi melahirkan dan menyusui, bahkan kepekaan yang melebihi kepekaan lelaki, karena salah satu fungsi utamanya adalah melahirkan dan memelihara anak. Sebaliknya lelaki / suami dianugerahi kekuatan fisik dan keberanian melebihi perempuan karena salah satu tugas pokoknya adalah berjuang di luar rumah, mencari nafkah dan menghadapi bahaya yang mengancam diri dan keluarga.

Demikian sedikit dari sekian banyak perbedaan yang dapat dirasakan dan dilihat secara nyata. Kendati terdapat perbedaan itu, keadilan dan kemaslahatan bersama harus terpenuhi dan keseimbangan harus diwujudkan dan disetarakan. Sekian banyak tuntunan yang berkaitan dengan lelaki dan perempuan dan sekian pula fungsi yang sedikit banyak berbeda antara kedua jenis kelamin itu demi kesempurnaan jenis manusia.

Perbedaan ini mengantar sementara orang untuk menuduh Islam sebagai berat sebelah terhadap lelaki dan mengabaikan perempuan. Padahal jika diamati secara saksama dapat ditemukan keadilan dan kesetaraannya. Biarlah persoalan dugaan ketidaksetaraan atau keberpihakan Islam kepada lelaki atas perempuan ini penulis bahas dalam buku yang akan datang : "Islam yang Disalahpahami". InsyaAllah.

Demikian. Wa Allah A'lam.

-----
Dikutip dari buku "Islam yang Saya Pahami : Keragaman itu Rahmat"
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA
Lentera Hati
Mei 2018

.

Comments

Popular posts from this blog

Tingkatkan Pengetahuan Anda! TAHUKAH ANDA?

Menyambut Ramadhan

Mencampuradukkan ajaran agama lain ke dalam Islam