MK MEMUTUSKAN BERDASAR BUKTI BUKAN RASANYA.
MK MEMUTUSKAN BERDASAR BUKTI BUKAN RASANYA.
Sebanyak 85 jutaan orang Indonesia tidak memilih Prabowo. Itu fakta.
Sebanyak 65 jutaan orang Indonesia tidak memilih Jokowi. Itu fakta juga.
Selisih suara hampir 17 juta untuk Jokowi. Itu fakta. Fakta-fakta itu berdasarkan hitungan real KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Yang lebih penting, hitungan tersebut disaksikan oleh pihak Prabowo dan Jokowi di rapat C1 Pleno dengan KPU berdasarkan kesaksian para saksi dari kedua kubu di 800 ribuan TPS. Itu Fakta.
Kemudian pihak Prabowo tidak menerima hitungan tersebut. Apa dasar mereka tidak menerima? Gak jelas. Apakah C1 di TPS tidak sesuai dengan C1 di KPU? Tidak. Semua sama.
Mereka menolak hitungan KPU berdasarkan asumsi, opini atau praduga adanya kecurangan. Tapi sampai detik akhir perhitungan, tidak ada satu buktipun yang signifikan mendukung tuduhan opini kecurangan tersebut.
Dasar apa mereka menolak hitungan KPU? Hanya berdasarkan rasa-rasanya.
Mereka tidak puas? Boleh. Silahkan gugat hasil tersebut ke MK seperti 2014 kemarin. Ingat,..MK akan memproses gugatan kubu Prabowo berdasarkan bukti, bukan atas dasar rasanya.
Pihak Prabowo harus mempunyai bukti yang bisa menggusur suara kemenangan 17 juta suara untuk Jokowi. Apakah bisa? Tidak bisa, jika pakai rasa.
Itulah masalah negara kita beberapa tahun ini. Kita sedang berhadapan dengan orang yang tidak puas atas dasar rasanya, mereka tidak peduli faktanya.
"Rasa-rasanya pemerintah akan mengesahan UU pernikahan LGBT",...Faktanya gak ada pasal atau UU seperti ini. Parahnya, yang nuduh seperti ini bergelar ulama.
Atas dasar rasanya itu mereka mengerahkan massa. Massa yang kecewa jagoannya kalah, dicekoki dengan tuduhan rasa-rasanya. Maka jadilah aksi massa yang tidak jelas.
Kita sedang berhadapan dengan orang yang terbiasa percaya tanpa berpikir. Militan tapi dongok.
Parahnya, rasa mereka itu mereka imani sebagai fakta.
-
De Fatah
Comments
Post a Comment