MENANG, Prof. Dermawan Wibisono
MENANG
Oleh : Prof. Dermawan Wibisono
(Professor ITB dan Universitas Pertamina )
Pengumuman resmi dari KPU tentang pemilihan umum telah dilakukan. Dengan posisi 55.5%: 44.5%, selisih 11 %. Cukup jauh jika kita menghitung perbedaan nominalnya, 16 juta jiwa, setara seluruh penduduk negara Denmark, Swedia dan Finlandia yang memiliki hak pilih kalau dihitung bersama. Namun lebih banyak lagi kalau kita melihat nominal yang tidak memilih sang pemenang ada 68 juta jiwa, karena mereka memilih kandidat yg lain. Lebih dari seluruh penduduk Inggris Raya. Artinya apa? Itu berarti begitu banyak orang yang tidak memilih, paling tidak, tidak menyukai program kita,langkah kita bahkan mungkin diri kita.
Sebuah tugas yang amat berat memimpin penduduk yang begitu banyak tidak berada di pihak kita. Jika tidak hati-hati menyusun langkah yang akan kita lakukan, akan banyak kerikil tersebar di jalanan. Bukan lagi slilit sang kyai yang mengganjal geraham kita yang sulit dikeluarkan, dan bukan pulai sebutir kerikil menyusup di sepatu kita, tetapi kerikil itu menyebar dan menghampar di depan jalan yang akan kita lalui.
Kerikil yang tajam, melihat dinamika selama 8 bulan masa kampanye sampai dengan masa pemilu yang dilangsungkan. Bukan hanya orang-orang yang kurang pendidikan, kurang pergaulan tapi sudah menyebar bahkan ke orang-orang berpendidikan tinggi, pergaulannya luas internasional dan mencapai ketokohan level tertentu.
Melihat hasil pemilu di Australia, dalam waktu yang sama, bangsa yang dulu dilecehkan nenek moyangnya, Inggris, karena asal usul dari budayanya yang berasal dari kasta terendah di Inggris sana, karena bertitik tolak dari 200.000 nara pidana yang diangkut dari Inggris pada tahun 1850 an, namun kini telah menjelma sebagai bangsa yang baru dan penuh pesona. Pihak yang kalah dalam pemilu mereka, dengan ksatria memberi selamat kepada pihak yang menang sejak hasil dari quick caunt dilakukan walau kemudian disadari bahwa hasil quick caunt tidak cermat. Tidak ada semburan verbal atau sikap yang tidak gentlement mereka lontarkan. Apalagi yang mengagumkan, tidak terdapat indikasi masyarakat yang terprovokasi dan melakukan kegiatan yang tidak bijaksana. Gambaran masyarakat yang sudah mature, intelek, dan menghormati sesama serta nilai yang sudah disepakati. Inilah buah dari proses pendidikan sejak dari dasar dan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, berkembang mengikuti alur perkembangan dunia. Budaya bar-bar sudah mereka hentikan dan tinggalkan sejak generasi kedua menginjakkan kakinya di dunia baru. Inilah representasi dari sikap hijrah, yang sering kita lontarkan. Hijrah dari sikap dan sifat dari bangsa yang kasar, kriminal dan terbelakang menjadi bangsa yang jujur, fairness, simpatik, gentle dan toleran.
Semuanya didasarkan dari kesadaran dan pemahaman terhadap esensi dasar dari lambang negara mereka yang digambarkan dengan binatang kangguru dan burung unta, yang tidak bisa berjalan mundur. Artinya bangsa yang tidak suka menengok masa lalu tapi terus berorientasi ke masa depan. Terus bergerak maju, menyambut kemajuan jaman dan menjadi bermanfaat bagi seru sekalian alam.
Kemenangan pemilu ini seperti saat kita wisuda sarjana. Segala beban selama proses berlangsung yg melelahkan itu telah hilang. Namun cuma sesaat, waktu hari wisuda tiba. Esok hari saat selesai upacara wisuda, pikiran dan perasaan langsung terkurung dengan tuntutan harus segera kerja karena malu kepada orang tua, tetangga dan handai taulan. Demikian juga pemilu, kita segera tersadar, harus segera kerja untuk mengimplementasikan janji-janji dan terutama untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain dan menggapai perkiraan untuk menjadi 4 besar dunia. Kita sebangsa dan bersaudara, letih dan lelah mendera, saatnya kita maju bersama....
Comments
Post a Comment