Gelar pendidikan tidak menjamin kompetensi
Ideologis dan Dinamis Pendidikan
Oleh: Ibu Auf Afrin Afnan
Semoga tak mengapa saya mengeluarkan unek-unek ini sebagai manusia yang bebas berpendapat meski pendapat ini berbeda.
Belakangan ini saya tertarik dengan quotes Pak Menteri Pendidikan yang menyajikan dengan lugas kondisi hasil capaian pendidikan saat ini. Kita diajak untuk menyadari bahwa ada yang tidak sinergis antara gelar dan kompetensi, antara lulusan dan karya, serta antara akreditasi dan mutu. Bagi saya, hal yang disoroti ini merupakan tataran ideologis pendidikan yang mesti baku sejak awal sebagai cerminan jati diri bangsa. Bukan tataran dinamis yang berubah oleh perkembangan atau tuntutan zaman.
Saya berbaik sangka semoga dari penemuan awal masalah ini bisa mengantarkan kepada kesadaran yang mendasar, bukan solusi sebagai reaksi atas masalah yang terjadi.
Namun untuk saat ini, saya memiliki kekhawatiran bahwa sebagaimana sektor lain yang sudah begitu kapitalistik, sektor pendidikan pun sudah begitu tergelitik. Proses kapitalisasi sudah menjadi nyawa di setiap kebijakan strategis. Tak menjadi soal apakah itu bidang produksi atau pun jasa, sisi kemanusiaan sudah sulit dibedakan dengan kepentingan bisnis.
Menurut saya, jika akreditasi tak menjamin mutu, yang harus dikritisi adalah ketepatan akreditasi, mengapa ia sebagai alat ukur tak mampu secara akurat merepresentasikan mutu? Bukan kemudian menjadi pemicu untuk mencari jalan keluar sebagai rivalnya. Meninjau kembali hubungan antara akreditasi dengan mutu, sayang sekali jika solusi yang nanti diambil malah memangkas arti penting proses menuntut ilmu, kemudian mencetak sumber daya manusia yang bermutu versi bursa bisnis. Jika lulusan bisa menjadi pekerja lebih dini, akhirnya ada pemikiran: untuk apa berlama-lama menuntut ilmu? Semoga ini hanya kekhawatiran saya saja, bukan kondisi sebenarnya.
Sebab, merumuskan solusi hanya dari masalah yang terjadi, ibarat tambal sulam mengulang kegagalan.
Pendidikan sebagai sebuah sistem, sejatinya bukan tindakan eksperimen, melainkan perangkat padu yang sudah siap pakai yang lahir dari konsep yang ajeg tentang manusia secara utuh.
Begitulah, berbicara dasar pemikiran tentang pendidikan seharusnya merupakan konsep yang sudah selesai sejak awal sebelum pendidikan diselenggarakan.
Adapun tentang prosesnya memang akan cenderung dinamis. Namun, kedinamisan itu tidak akan melenceng jauh sampai menguji tinggi rendahnya kualitas manusia sebagai output pendidikan, jika dasarnya adalah sebuah ideologi yang sudah ajeg dan tuntas sejak awal.
Ilmu untuk amal, berarti proses tertanamnya ilmu berbanding lurus dengan kompetensi, karya, dan mutu. Tidak kemudian berjalan masing-masing, sehingga kita terjebak untuk mengambil salah satu yang dikira menunjang kepentingan, namun mengabaikan satu bagiannya lagi.
Saya berharap pendidikan yang ada untuk anak-anak saya serta generasi pada umumnya adalah pendidikan yang mampu membuat generasi menjadi cinta terhadap ilmu pengetahuan. Adapun kompetensi, karya, mutu, akan mengikuti dengan sendirinya ketika ilmu sudah didudukkan dalam tataran ideologis yang tepat.
**
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2173779366251721&id=100008590362463
Comments
Post a Comment