Gorengan radikalisme akhir tahun
*TERORIS, HTI, KHILAFAH DAN GORENGAN AKHIR TAHUN*
_Oleh: Puspita Satyawati_
"Kelola PAUD, Terduga Teroris Sleman Simpan Zat Kimia hingga Buku Khilafah"
(SuaraJogja.id, Jumat, 20/12)
Disebut bahwa terduga teroris di Sleman, DIY, mengelola PAUD Islam. Saat PAUD digeledah, ditemukan beberapa botol cairan zat kimia, sejumlah buku seperti buku jihad, buku HTI, khilafah, syiah dan buku Islam yang dalam tanda kutip tak diajarkan dalam ajaran Islam yang benar.
***
Beberapa hari terakhir, penangkapan teroris bak ritual akhir tahun. Katanya sih, momentum Natal dan pergantian tahun baru Masehi sering menjadi waktu kritis serangan aksi terorisme.
Dan oleh sebagian pengamat, "konser" teroris dipandang sebagai pengulangan isu yang (sengaja) diekspos ke publik setiap tahun.
Masih di Sleman. Sebelum penggeledahan PAUD, Rabu (11/12) dini hari warga dibikin heboh dengan sebuah bom yang meledak di sebuah rumah di Balecatur, Gamping. Untungnya, bom tersebut meledak di sebuah rumah kosong. Meledak kok di rumah kosong. Buat apa coba? Hmm...
Di satu sisi, ada kisah bom meledak dan terduga teroris ditangkap. Di sisi lain, terjadi pengamanan bahkan sterilisasi puluhan gereja di DIY oleh Tim Penjinak Bom Gegana. Terkesan akan atau telah terjadi teror bom dari "kaum sebelah" yang begitu mengancam dan berbahaya. Memang siapa yang mau ngebom sih? Di situ saya kadang sedih.
***
Terkait judul berita SuaraJogja.id di atas, bagi saya terasa tendensius. Aroma framing jahat menyengat. Arahan judul dan konten mengarahkan publik untuk mengiyakan bahwa terduga teroris dekat dengan simbol dan ajaran Islam.
Pola pemberitaan yang sama terjadi Juli 2018 lalu. Tentang penangkapan beberapa terduga teroris di Sleman juga. Media menggorengnya dengan bumbu pengaitan ke hal berbau Islam. Istri teroris bercadar, anak bersekolah di sekolah Islam, pasang sasaran tembak bertuliskan kafir, ditemukan pedang, busur panah dan buku jihad, dst.
***
Untuk penangkapan terduga teroris terkini,
secara jelas pelaku dihubungkan dengan HTI dan khilafah.
Heloow... Bukankah HTI sudah dianggap mati? Kok masih sering dihidup-hidupkan lagi. Gak rela ya jadi arwah gentayangan? Hi..hi..
Kayaknya kangen berat jika dalam beberapa hari saja namanya tak disebut oleh pejabat atau media. So sexy. Mantan menawan hati. Tak hanya bagi aktivisnya. Pun bagi para haters-nya.
Jadi pengen nyanyi. 🎼 Sungguh kuakui tak bisa ke lain hati. Sungguh kuakui... 🎼
Itulah HTI. Meski sudah "mati," tetap bermanfaat bagi pembenci. Lumayan buat kambing hitam. Atau untuk disalah-salahkan.
***
Menyatakan bahwa terduga teroris memiliki buku HTI dan khilafah, memberi kesan ia "memiliki hubungan" dengan HTI. Entah sebagai anggota atau minimal fanslover.
Sampai di sini, biasanya yang bikin mangkel tapi mesem. Sebel tapi geli. HTI mau difitnah apalagi sih? Sudah kehilangan cara untuk mencitraburukkan HTI? Karena hari ini ternyata isu radikalisme tak mempan untuk menghajarnya.
Ibaratnya, kata teman, radikalisme itu narasi GATOTKACA alias GAgal TOTal KAkehan CAngkem. Heboh dinarasikan tapi wujudnya nggak ada realitanya.
Peneliti asing saja sampai mengkritik definisi radikalisme yang nggak jelas. Dan justru menganalisa bahwa isu ini dilempar hanya kepada pihak yang berseberangan dengan dia. Dia.. dia.. dia.
Lalu, sekarang coba mengaitkan HTI dengan aksi terorisme? Tambah nggak ngefek Mas Bro. Aktivis HT telanjur dikenal berdakwah hanya dengan lisan dan anti kekerasan.
Metode perjuangan HTI tuh ya:
1. Fikriyah (pemikiran).
Mengubah cara berpikir masyarakat yang jahiliyah menjadi berpikir islami.
2. Laa madiyah (anti kekerasan).
Dakwah dengan lisan. Yang boleh hanya keras suara, he..he.. Lha kalau ceramah nggak bersuara keras nggak kedengaran jamaah kan. Dilarang keras berjuang dengan kekerasan apapun bentuknya. Jangankan ngebom, dalam sejarah masiroh (demo) HTI, membakar ban aja nggak pernah. Bahkan pernah dapat penghargaan polisi sebagai demo teraman.
3. Siyasah (politis).
Berupaya meneladani metode perjuangan Rasulullah Saw. dari fase Makkiyah hingga beliau mendirikan institusi politik Islam pasca hijrahnya beliau ke Madinah.
***
So, isu radikalisme dan terorisme akan digoreng terus sampai kapan? Rakyat udah neg level 15 menyaksikan pemberitaan yang itu-itu ajah.
Pun rakyat udah tambah cerdas menganalisa peristiwa demi peristiwa di depan mata. Yang kian hari Allah tampakkan secara telanjang keburukannya.
Polarisasi umat antara kaum munafik pendukung kezaliman dan kaum hanif pendukung kebenaran Islam pun kian kentara. Ya Rabb, inikah tanda-tanda akhir zaman itu?
Semoga kita tetap Tabah, Tegar, Tegas dan Waras hidup di fase keempat Mulkan Jabariyyah ini. Aamiin.
#SalamRadikal(RAmahTerdiDikberaKAL)!
#SalamWaras!
#HidupTertindasAtauBangkitMelawan!
https://www.facebook.com/100038240195877/posts/154515085833164/
Comments
Post a Comment