Hentikan fitnah HTI radikal

*HAEDAR NASHIR MENYEWA BUZZER UNTUK MERAPIHKAN TOGA GURU BESARNYA YANG 'TERPERCIK NODA DARAH' SAUDARA MUSLIM ?*

Oleh : Nasrudin Joha

Entah, siapa dan darimana asal usulnya penulis yang tidak dikenal, yang karyanya tidak pernah muncul di sosial media, berani mempertanyakan Nasrudin Joha. Nampaknya, Newbe di dunia tulis menulis ini belum begitu mengena Nasjo.

Semoga dengan tulisan ini, siapapun yang ingin tahun Nasjo semakin mengenal Nasjo. Jadi, Nasjo adalah manusia normal, punya anak dan istri, punya kekuarga bahagia, tidak sombong, rajin ibadah, murah senyum dan sangat mengagumkan. Nasjo, bukan siluman. Nasjo adalah kita.

Terkait beredarnya dua Tulisan yang membela Haedar Nasir saat pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar, yang tanpa melakukan klarifikasi dan konfirmasi mengelompokkan Hizbut Tahrir sebagai gerakan yang menggunakan cara-cara kekerasan (violence movement) perlu saya sampaikan hal-hal sebagai berikut :

*Pertama,* tulisan yang beredar justru mengokohkan posisi Haedar Nasir yang ikut latah mengamini narasi perang melawan radikslisme yang digelontorkan rezim, yang tak lain kepanjangan tangan dari antek kapitalisme global yang ingin menghalangi atau menghentikan kebangkitan Islam.

Radikalisme dianggap ada dan dipandang sebagai masalah, sebagaimana pandangan rezim. Hanya saja, menurut tulisan itu Nasir tak sependapat dengan kounter radikalisme dengan istilah Deradikalisasi dan kontra Radikalisasi. Nashir mengajukan satu narasi solusi yang disebutnya sebagai 'Islam Moderasi".

*Kedua,* dasar untuk mengklasifikasi Hizbut Tahrir terbukti cacat, karena mengambil sumber dari data sekunder, bukan primer. Yakni, para penulis dan intelektual barat atau setidaknya intelektual yang pro barat, yang saat ini memang disewa tintanya untuk menuliskan ancaman radikalisme ala barat, untuk mengokohkan narasi barat tentang perang melawan radikalisme yang hakekatnya tidak lain adalah perang melawan Islam.

Sekali lagi saya tegaskan, 'War on Radicalism' itu kepanjangan dari 'War on Terorism' yang maknanya adalah 'War On Islam'. Sampai disini, siapapun yang masih memiliki akan dan nalar yang sehat akan sangat mudah untuk mencerap dan memahaminya.

*Ketiga,* Haedar cacat karena tulisannya tak mengklarifikasi pada HTI yang tidak lain bagian dari Hizbut Tahrir yang memiliki misi melanjutkan kehidupan Islam melalui perjuangan penerapan syariah Islam dengan menegakan institusi khilafah. Hizbut Tahrir berjuang tanpa kekerasan adalah sesuatu yang sudah sangat mashur.

Sangat keliru besar mengklasifikasi Hizbut Tahrir sebagai gerakan yang menggunakan methode kekerasan, yang dipersamakan dengan ISIS tanpa meminta klarifikasi atau konfirmasi dari Hizbut Tahrir atau HTI, apalagi jika hal itu hanya menyandarkan dasar dari link berita yang menyiarkan pendapat Sumanto Al Kurtubi.

Seharusnya, dasar penelitian itu harus merujuk pada studi pustaka dan studi kasus. Studi pustaka bisa merujuk buku-buku resmi yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir yang juga menjadi rujukan HTI, atau studi kasus dengan melakukan wawancara langsung kepada aktivis HTI.

Jika studi ini dilakukan, maka Haedar tak akan menemukan satupun paragraf dari sejumlah kitab-kitab yang diterbitkan Hizbut Tahrir yang membolehkan cara-cara kekerasan. Bahkan, dalam banyak kitab Hizbut Tahrir itu berulangkali menegaskan methode perjuangan yang ditempuh adalah dakwah, murni pemikiran, politik, tapan kekerasan dan tanpa fisik.

Jika studi kasus dilakukan, dengan melakukan wawancara langsung kepada HTI, sudah pasti juga akan mendapatkan jawaban bahwa perjuangan Hizbut Tahrir menggunakan methode perjuangan dengan dakwah, murni pemikiran, politik, tapan kekerasan dan tanpa fisik.

Lantas bagaimana tingkat validitas sebuah karya ilmiah yang menyimpulkan Hizbut Tahrir sama dengan ISIS, yang menggunakan methode kekerasan dalam perjuangannya, hanya berdasarkan pendapat-pendapat intelektual barat ? Apakah pernyataan yang menyebut Hizbut Tahrir melakukan kekerasan apalagi terlibat kudeta di sejumlah negara itu valid, jika dasarnya hanya tulisan Sumanto Al Qurtubi ? Atau mengutip pernyataan rezim diktator timur tengah  ?

Yang lebih parah, kenapa begitu tega mengelompokkan gerakan Islam sebagai objek studi radikalisme, tapi tanpa melibatkan kelompok non Islam yang jelas radikal ? Misalnya, apakah objek penelitian itu telah menjangkau OPM sebagai objek bahasan sebagai gerakan yang jelas jelas radikal, menggunakan kekerasan dan senjata, membunuh jiwa yang Allah SWT telah haramkan. Ayo jawab !

Sekali lagi, banyak intelektual muslim terjebak pada narasi barat. Umat ini ikut-ikutan latah bicara tentang radikalisme dan sok hebat menawarkan solusi selain dari Islam.

Dari uraian itu sudah jelas telah terjadi ketidakadilan dalam membuat simpulan. Menggunjingkan saudara muslim itu sama saja memakan daging bangkainya. Apalagi, ini bukan sekedar menggunjing tetapi telah jatuh pada menebar memfitnah. Naudzubillah.

Karenanya, semestinya semua pihak menginsyafi kesalahan dan melakukan muhasabah diri. Biasa saja jika ada yang berbuat salah, karena manusia itu tempatnya salah dan lupa.

Menjadi naif, jika kesalahan itu justru ditutupi keangkuhan. Apalagi, para chearleders berusaha membangun opini dan narasi sesat untuk menutupi kejahilan.

Sudahlah, jubah itu telah ternodai. Penghargaan dan penghormatan dalam pengukuhan itu telah menyakiti saudara muslim. Karena itu, jubah yang terpercik noda darah saudara muslim semestinya dibersihkan dan dicuci dengan permohonan maaf dan pertaubatan. Bukan dengan membangun argurmentasi defensif apologetik.

Kepada para buzzer, sebaiknya diam dan tidak menulis untuk mengkounter tulisan ini. Semestinya, lebih bijak menginsyafi kesalahan daripada melawan narasi yang tak akan mendapat empati publik.

Percayalah, Nasjo memiliki banyak kata dan kalimat untuk dituangkan dalam tulisan. Nasjo siap melayani siapapun yang melawan nurani, kebenaran dan rasa keadilan. [].!

Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis Sistem Transmisi mobil

Kudeta Jokowi Mulai Tercium Oleh Prabowo Subianto

Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai tuntunan