Corona dan Jeda Pariwisata

Aku kutip  tulisan teman om Dodik TF86 yg dari Bali:

(Kanggo mawas diri...mengerti keinginan dari alam)

*Sudut pandang Gede Kresna, founder Rumah Intaran Buleleng*:_

*Corona dan Jeda Pariwisata*
.
Kami selalu terkesima dengan cara orang-orang tradisional merespon peristiwa alam. Saat gelombang besar datang para nelayan tidak melaut, namun mereka mengerti: “Untuk apa kita mengganggu kegembiraan pasang surut air laut yang sedang mengantarkan oksigen kepada plankton di dasar laut?” Benar saja, saat gelombang dan badai reda, plankton tumbuh lebih subur, ikan-ikan berkembang biak, lalu nelayan bisa kembali mendapatkan ikan dalam jumlah yang cukup. Para nelayan tidak pernah menghujat gelombang dan badai, tetapi mereka selalu mengetahui kapan saat terbaik untuk istirahat. 
.
Saat petani tidak terlalu banyak pekerjaan karena membiarkan lahan beristirahat untuk memulihkan dirinya, mereka hanya berpikir sederhana: “Bukankah ini saat terbaik untuk memperbaiki alat-alat berkeseharian yang rusak?” Saat tanah memulihkan dirinya, petani meningkatkan kemampuannya dengan terus berkerajinan. Yang rusak diperbaiki, yang masih baik dibuat lagi varian yang lebih baik. Sikap-sikap rajin inilah yang dalam perjalanannya kemudian mempertemukan kita pada produk-produk yang jenius. Produk-produk tidak sekali jadi yang terasah oleh mentalitas seorang pengrajin yang selalu ingin memperbaiki diri dan karyanya. 
Beberapa hari belakangan ini, wajah media kita penuh dengan berita tentang corona dan segala dampak yang ditimbulkannya. Kecemasan mengintai separuh warga dunia. Salah satu yang paling merasakan dampaknya siapa lagi kalau bukan industri pariwisata. Bagaimana cara menanggulanginya? 
.
Sebelum sampai pada cara penanggulangannya, mungkin ada baiknya kita bertanya: Adakah nelayan yang menanggulangi gelombang dan badai agar ia reda? Adakah petani yang membiarkan tanahnya terus dipaksa untuk menghasilkan? Jika ada, mereka pasti hanya melakukan hal yang sia-sia. Semua menjadi hanya ilusi belaka. Meredakan gelombang hanyalah sebuah delusi. Menanam di tanah yang tak punya waktu memulihkan diri untuk menghasilkan lebih banyak hanyalah solusi jangka pendek yang tidak memikirkan masa depan tanah.  Lalu bagaimana dengan usaha pariwisata kita? 
.
Sebagaimana halnya nelayan dan petani, pelaku industri pariwisata juga semestinya mengenal kata istirahat. Bukan untuk tidak produktif, tetapi justru untuk lebih produktif memperbaiki piranti-piranti usaha kita. Sebagaimana nelayan dan petani yang melakukan perbaikan, pada saat ada isu tentang corona ini lah momentum terbaik bagi para pelaku industri pariwisata untuk memperbaiki apa yang kita punya: memperbaiki fasilitas kita, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia kita dan juga menajamkan sejauh mana keberlanjutan visi kita atas terjaga-lestarikannya nilai-nilai, alam dan budaya kita. 
.
Industri ini menghasilkan cukup banyak sehingga tidak ada alasan untuk sesekali berlibur sembari memperbaiki diri sebagaimana tanah yang juga beristirahat sembari memulihkan dirinya. Jika kita meminjam logika dan intuisi nelayan atau petani yang telah terbukti oleh waktu, adalah sia-sia melawan fenomena alam, karena di balik semua itu kita sedang sama-sama digelarkan selembar tikar untuk bersama-sama istirahat barang sebentar.

#copaswag

Comments

Popular posts from this blog

Tingkatkan Pengetahuan Anda! TAHUKAH ANDA?

Menyambut Ramadhan

Mencampuradukkan ajaran agama lain ke dalam Islam