NASI, ANJING, TOLERANSI DAN BULAN SUCI

*NASI, ANJING, TOLERANSI DAN BULAN SUCI*

*Oleh: Wahyudi al Maroky*
_(Dir. PAMONG Institute)_

Nasi merupakan makanan utama mayoritas warga negara “ber-flower” atau kaum milenial sering menyebutnya negara +62. Bagi mereka, tetap serasa belum makan jika belum makan nasi. Meski makan baso tiga mangkok tetap serasa belum makan jika belum ketemu nasi. Apalagi nasi goreng dan nasi uduk.. 

Persoalan nasi ini menjadi heboh ketika digabungkan dengan nama hewan piaraan, anjing. Ya, “Nasi Anjing” telah menggemparkan publik republik ini. ,Bahkan telah mengusik kesucian bulan suci Ramadhan tahun ini. Konon ditemukan “Nasi Anjing” ini di daerah warakas Jakarta Utara pada Ahad Pagi (26/04).

"Polres Metro Jakarta Utara melaksanakan patroli, mendapat info dari warga Warakas Tanjung Priok tepatnya di sekitar Masjid Babah Alun Warakas bahwa ada pembagian makanan siap santap kepada warga Warakas yang berlogo kepala anjing dan ada tulisan berbunyi 'nasi anjing, nasi orang kecil, bersahabat dengan nasi kucing'. #Jakartatahanbanting," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Jakarta, Minggu.

Pihaknya mendapat laporan dari warga Warakas Tanjung Priok yang merasa dilecehkan dengan adanya pihak yang membagikan "Nasi Anjing" sebagai bantuan makanan untuk warga terdampak pandemi COVID-19. Warga merasa isi dari bungkusan makanan adalah daging anjing dan makanan tersebut dibagikan kepada warganya yang mayoritas muslim. (Antaranews.com)

Pembagian nasi bungkus itu sebenarnya biasa saja. Yang menjadi luar biasa adalah ketika diberi tulisan “nasi anjing”. Jika hanya di tulis “nasi” tentu juga tidak masalah. Namun ketika ada kata “anjing” itu yang menjadi sensitif. Karena anjing punya makna sendiri bagi umat muslim.

Bagi muslim, anjing bukanlah simbol kesetiaan sebagimana alasan pihak yang membagikan nasi anjing itu. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab suci al quran, anjing itu perumpamaan bagi orang-orang yang cenderung kepada dunia dan mendustakan ayat-ayat Allah. 

"Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir." (TQS. Al-A'raf: 176).

Jadi alasan bahwa anjing adalah hewan yang setia tentu sulit diterima bagi muslim. Meski menurut mereka yang membagikan nasi anjing itu punya niat baik untuk berbagi.

Toleransi bukanlah ikut campur urusan keyakinan dan ibadah agama lain. Sebaiknya jika punya niat baik mesti dilakukan dengan cara yag baik. Jika ingin menunjukkan toleransi maka hargai ajaran agama lain. Dengan tidak mengomentari dan membiarkan agama lain beribadah itulah wujud Toleransi.

Penulis sendiri lahir dan besar di Papua dan tidak pernah ada masalah dengan toleransi. Tak pernah mengomentari ajaran agama lain. Juga tak pernah mencampuri urusan agama lain. Termasuk dengan para saudara penulis dan para sobat-sobat di Papua. Tetap saling memberi dan berkunjung ketika tidak lagi ada acara ibadah agar tidak mengganggu ibadah mereka. Inilah makna toleransi itu.

Membagikan “Nasi Anjing” jelas jauh dari makna toleransi. Bahkan sangat menyakitkan umat muslim yang sedang menjalankan ibadah di bulan suci ini. Lebih jauh hal itu bisa menodai kesucian bulan suci Ramadhan ini.

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci bagi umat muslim. Bulan dilipatgandakan pahala dan kebaikan. Selama sebulan penuh diwajibkan berpuasa. Semoga menjadi manusia TAQWA setelah puasa sebulan penuh. Maka mari kita hormati dan jaga kesucian bulan yang lebih baik dari seribu bulan itu.

Siapa pun kita, sebaiknya menahan diri dibulan suci ini. Selesaikan masalah dengan kepala dingin, meski hati terasa panas. Tetap bijak dan jaga kehidupan yang harmonis dengan sesama. Hentikan tindakan yang dapat mengganggu kesucian bulan Ramadhan ini dengan dalih toleransi atau dalih lainnya. 

Kejadian “Nasi Anjing” tak boleh diulangi lagi. Tindakan lain yang berpotensi mengganggu ketenangan masyarakat janganlah dilakukan. Tak perlu sok hebat, sok tahu. Bertanya kepada yang lebih paham adalah cara bijak untuk kenyamanan hidup bersama. Tabiik.
 
NB; Penulis pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=244398263588881&id=100040561274426

Comments

Popular posts from this blog

Tingkatkan Pengetahuan Anda! TAHUKAH ANDA?

Menyambut Ramadhan

Mencampuradukkan ajaran agama lain ke dalam Islam