Oposisi negeri? counter untuk kritikan atas Jkw
Khawatir Oposisi Gila Permanen.
(Revolusi Mental)
By Babo EJB
Ketika Wuhan, China diserang wabah Corona, dan orang mulai panik akibat Hoax terus bertebaran di media massa dan sosmed. Jokowi datang dengan mengimbau rakyat agar tidak panik. Diapun tampil di vidoe untuk meyakinkan rakyat bahwa Corona bukan hal yang harus ditakuti.
Namun itu dijawab oleh oposisi dengan nada ejekan. Jokowi dianggap mengabaikan pendapat para pakar tentang bahaya Corona. Hari hari berlalu di Wuhan dihadapi dengan pertarungan sengit paramedis dan dokter untuk memenangkan perang melawan corona. Sementara di Indonesia orang sibuk membangun narasi ketakutan dan kepanikan.
Masuk januari dan februari, orang mendesak agar Jokowi melakukan lockdown udara. Orang beranggapan menutup penerbangan seperti menutup pintu rumah. Padahal penerbangan itu melibatkan banyak stakeholder, bukan hanya dalam negeri tetapi juga luar negeri. Itu juga berkaitan dengan hukum international.
Kalau negara menutup bandara tanpa dasar yang kuat, akan berdampak tuntutan perdata secara luas kepada pemerintah, dan tentu merusak citra indonesia. Dampaknya akan sangat luas terhadap bisnis international dan wisata. Kalaupun akhirnya Jokowi menutup penerbangan dari dan ke Cina, itupun atas dasar top lobi antara Jokowi dengan Xijinping.
Namun penutupan penerbangan dari dan ke China, tidak memuaskan para oposisi. Mereka memaksa Jokowi melakukan hal yang sama seperti di Wuhan, lockdown. Kepanikan semakin luas akibat Anies setiap minggu dua kali jumpa pers meniupkan kepanikan. Tampil dalam acara talk show di TV, menyiratkan keresehan dan kekawatirannya.
Pada bulan januari dan Februari defisit APBN semakin melebar akibat jatuhnya permintaan pasar dan pendapatan pajak turun. SMI berusaha mengatasi defisit dengan cara mengeluarkan recovery bond untuk membiayai stimulus, tetapi gagal masuk ke pasar. Pemerintah terpaksa beli sendiri SUN. Itu karena krisis keuangan semakin parah akibat corona. Banyak terjadi capital out flow dari investor asing.
Masuk maret, situasi krisis keuangan dunia semakin parah apalagi sejak Corona bergerak keluar dari China. Indonesia mengumumkan adanya corona dan darurat nasional. WHO mengumumkan COVID-19 sebagai penademi global. Bursa jatuh, mata uang juga jatuh. Krisis gabungan tak terelakan.
Indonesia harus bersikap. Karena semua perlu ongkos. Tidak ada kebijakan pemerintah yang bisa jalan tanpa uang. Sementara APBN defisit dan sudah mendekati ambang batas UU. Darimana duit? Kalau tidak cepat bertindak, bukan hanya gagal menghadapi corona tetapi juga bisa masuk ke jurang resesi.
Saya tahu dari teman yang dekat dengan ring satu presiden. Bahwa dari awal Jokowi sangat tidak menginginkan keadaan darurat sampai terjadi. Itu sebabnya dia berusaha meminta rakyat tidak panik. Mengapa? karena keadaan darurat dan genting itu memungkinkan dia harus menggunakan kekuasaan yang sangat besar sesuai UUD 45. Ini akan sangat tidak demokratis.
Tetapi setelah melalui pertimbangan panjang dan tekanan dari semua sudut, diapun bersikap dengan mengeluarkan PERPPU 1/2020. Dengan PERPPU ini, kekuasaan pemerintah sangat besar. Agar jokowi bisa membawa negara ini keluar dari krisis ekonomi dan memenangkan perang terhadap pandemi. Itu amanah UUD 45 kepada presiden.
Kini dengan berlakunya PSBB dan keluarnya PERPPU 1/2020, situasi sudah perang dan darurat dalam arti sesungguhnya. Kalau tidak ada uang, negeri ini bisa bubar. Berdasarkan PERPPU itu jokowi melakukan realokasi APBN dan menarik semua dana di luar APBN yang dikuasai negara untuk focus ke COVID-19 dan mengatasi segala dampak ekonominya. Tetapi itupun tidak cukup.
Pemerintah harus menerbitkan surat utang, dan meminta BI sebaga the last lender dan juga menerbitkan global bond dalam mata uang dollar agar devisa tetap terjaga aman. Menggandeng kemitraan dengan the fed untuk menjamin pasokan dolar agar rupiah stabil. Semua well done.
Tetapi karena itu, oposisi mengkritisi Jokowi yang mendapat solusi defisit dari utang. Mengapa tidak mengorbankan anggaran lain?. Sudah dilakukan. Yang belum ada adalah realisasi realokasi APBD terutama DKI yang punya APBD ukuran jumbo.
Kalau tadi oposisi berharap Jokowi jatuh karena corona kini justru karena corona berdasarkan UUD 45 kekuasaan jokowi semakin besar. Akibatnya oposisi bukan hanya paranoid tetapi sudah berubah menjadi benci ke ubun ubun ke Jokowi sampai mau gugat PERPPU ke MK.
Saya khawatir oposisi jadi pasien RS jiwa. Karena kebencian yang terlalu itu merusak otak kanan dan mudah membuat orang gila permanen.
https://www.facebook.com/100000123591018/posts/3439871299360289/
Comments
Post a Comment