Manipulasi Data Gubernur Asal Seiman
Manipulasi Data Gubernur Asal Seiman
Oleh:
Rudi S Kamri
Dalam menyikapi keputusan Pemerintah baik pusat maupun daerah terkait penanganan penyebaran Covid-19, saya sebagai penduduk Jakarta siap menjadi makmum yang loyal kepada titah dan arahan imam saya mulai dari Presiden, Menteri sampai Gubernur DKI Jakarta. Saya akan mendukung dan menjalankan sepenuhnya kebijakan Gubernur seperti penetapan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan berlaku di Jakarta mulai Jum'at, 10 April 2020.
Tapi masalah penyajian data yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin tentang penduduk miskin Jakarta yang katanya berjumlah 3,7 juta orang, saya langsung protes keras. Bukan masalah akurasi data yang pasti sangat tidak valid dan akurat, tapi faktor inkonsistensi dari si Anies dan sengatan aura manipulasi yang kental terlihat.
Mari kita simak dengan seksama hitung-hitungan ala anak SD berikut ini:
Jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2019 berdasarkan estimasi sebanyak 10,5 juta jiwa (note: manusia Indonesia yang ber-KTP DKI Jakarta). Pada Januari 2020, Anies menyebutkan bahwa penduduk miskin di DKI Jakarta paling sedikit se-Indonesia, cuma 3,42% dari total warga. Artinya, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta hanya:
= 3,42% x 10,5 juta jiwa
= 359.100 jiwa
Pada saat Covid-19 meledak di Jakarta dan DKI Jakarta ditetapkan sebagai daerah epicentrum wabah corona di Indonesia, pada awal April 2020 di hadapan Wakil Presiden, Gubernur asal seiman itu dengan tanpa pikir panjang mengatakan bahwa penduduk miskin di Jakarta berjumlah 3,7 juta jiwa. Artinya, jumlah orang miskin di DKI Jakarta telah menjadi:
= 3,7 juta / 10,5 juta
= 35,24% dari total warga
Pertanyaan sederhana buat Anies dan para pendukung setianya: Mungkinkah terjadi lonjakan penduduk miskin lebih dari 1000% di Jakarta hanya dalam waktu tiga bulan?
Ini pertanyaan yang sangat sederhana tapi akan membuat Anies BERGETAR untuk mengklarifikasinya. Pelonjakan angka kemiskinan lebih 1000% sudah pasti tidak masuk akal sehat. Sebagai akibat Covid-19 tentu akan ada pelonjakan penduduk miskin, tapi sangat "impossible" kalau hanya dalam kurun waktu tiga bulan terjadi pelonjakan lebih dari 10x lipat.
Dari dua ujaran gubernur asal seiman tersebut pasti ada satu narasi yang sudah jelas BOHONG. Entah klaim pada bulan Januari atau laporan ke Wapres pada awal April 2020. Sudah pasti ada kebohongan terstruktur dan terencana. Kalau yang bohong narasi bulan Januari, berarti Anies telah dengan sadar melakukan kebohongan publik. Namun kalau dia berbohong pada narasi bulan April, Anies telah melakukan kesalahan fatal dua kali: membohongi atasan dan sekaligus melakukan kebohongan publik. Loud n clear !!!
Saya bersyukur mendapat kabar bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mau begitu saja mengucurkan dana bansos kepada daerah terutama DKI Jakarta. Menkeu minta verifikasi data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial terlebih dahulu. Ini langkah cerdas dan sangat proper yang dilakukan Menkeu selaku Bendahara Negara.
Model Kepala Daerah yang dengan sengaja memanfaatkan situasi darurat negara untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya dengan melakukan manipulasi data mencatut orang miskin adalah perubatan biadab yang harus kita kutuk secara kolektif. Tidak ada klausul agama atau peraturan manapun yang bisa kita gunakan untuk memberikan pembenaran atas kelakuan jahat mereka. Dan bagi saya kelakuan mereka masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan yang tidak termaafkan.
Muka jahat boleh, tapi kelakuan jahat banget jangan nyata ketahuan, Bro !!!
Salam SATU Indonesia
08042020
https://www.vivanews.com/berita/metro/32525-anies-klaim-jakarta-jumlah-penduduk-miskinnya-paling-kecil
https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/04/02/18163021/anies-minta-dukungan-biaya-untuk-37-juta-warga-dki-terdampak-covid-19-ini
https://www.facebook.com/100000123591018/posts/3433270213353731/
Comments
Post a Comment